Menurut data yang dilansir "World Economic Forum", sektor pariwisata Spanyol menyumbang sekitar 14.3% ke PDB-nya, sedangkan Italia tercatat 13%. Selain itu, tentu tidak boleh lupakan sebaran masyarakat kedua negara yang terkait dengan sektor padat karya ini, baik langsung maupun tidak.
Namun, sejak Maret lalu, kedua negara terjangkit covid-19 ini nyaris tidak menerima kunjungan wisatawan. Bahkan sejak Juni lalu, ketika kedua negara ini mulai dibuka untuk perjalanan dalam wilayah Schengen (Eropa), pun tidak mampu menghalau kabut tebal yang seakan menjadi sinyal badai krisis sudah di depan mata.
Negara-negara Eropa lainnya, yakni Inggris dan Jerman yang secara tradisional termasuk paling banyak mendukung pariwisata Spanyol, masih memberlakukan travel warning untuk warganya agar tidak mengunjungi Spanyol dalam waktu dekat.Â
Belum lagi, negara-negara penyuplai wisatawan ke Spanyol, Italia dan negara-negara Eropa lainnya dengan tingkat pembelanjaan tertinggi justru berasal dari negara-negara Asia, misalnya China, Korea dan Jepang, yang hingga kini masih berjuang melawan covid-19.
Meskipun saat ini termasuk 'cheap period' (low season) alias belum puncak musim turis, tapi dengan covid-19 mengintai AS, negara utama penyokong pariwisatanya, hotel-hotel pun sepi pengunjung.Â
Biasanya, meskipun belum musim cruise-ship, tapi tetap masih banyak wisatawan yang berlibur ke wilayah ini sambil berdoa tidak dihantam topan cantik nan merusak.
Kini mereka hanya bisa menanti kembalinya kunjungan kapal-kapal pesiar besar yang biasanya mengarungi kawasan Karibia antara Desember hingga April (peak season). Itu pun jika covid-19 berakhir sebelum musim puncak pariwisata itu tiba.
Bagaimana dengan kondisi pariwisata di tanah air? Jika industri penerbangan mulai beringsut naik, khususnya penerbangan domestik.Â
Dan industri perhotelan makin kreatif menawarkan berbagai paket khusus semacam Staycation, bahkan ada yang menawarkan layanan pesan-antar makanan. Setidaknya, memastikan kitchen mereka tetap bisa mengepul.