Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Berburu Foto "Pacu Jawi" di Batusangkar

4 Agustus 2020   10:02 Diperbarui: 4 Agustus 2020   18:47 1830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joki yg tertinggal. Sumber: Koleksi pribadi

Indonesia tidak hanya dianugerahi pesona alam nan memukau dan peninggalan bersejarah yang tersebar di seluruh bumi Nusantara. Tetapi, negara indah di Khatulistiwa ini juga menyimpan sederet aktivitas budaya yang hingga kini masih dilestarikan. Salah satu di antaranya adalah Pacu Jawi!

Pacu Jawi, yang dalam bahasa Minang berarti 'balapan sapi', adalah sebuah atraksi budaya yang sangat menarik di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.

Batusangkar adalah ibukota Kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat. Terletak sekitar 100 km dari Padang, ibukota provinsi Sumbar, kota budaya ini bisa dicapai dalam waktu sekitar 3 jam melalui dua rute berbeda. Bisa melalui Jalan Raya Padang - Bukittinggi atau melewati rute Solok - Danau Singkarak. Kedua rute menjanjikan pemandangan khas alam Minangkabau yang menawan.

Dalam perjalanan terakhir ke Batusangkar, penulis bersama sebuah Komunitas Fotografi, memilih rute yang pertama. Selain berencana mampir di Sate Mak Syukur yang maknyus, juga ingin menikmati pesona Air Terjun Lembah Anai yang berada persis di tepi jalan raya. Kali berikut, penulis pasti ingin mencoba rute kedua yang mestinya tidak kalah menarik.

Selain atraksi Pacu Jawi, kota budaya Batusangkar juga sangat terkenal dengan Istano Baso Pagaruyuang atau lebih dikenal dengan Istana Pagaruyung. 

Inilah obyek wisata utama yang selalu dikunjungi wisatawan, selain atraksi Pacu Jawi. Dan jangan lupa, untuk selalu manjakan lidahmu dengan mencicipi berbagai kuliner lokal di provinsi yang sudah kondang dengan kekayaan kulinernya yang mendunia.

Pacu Jawi & Penonton. Sumber: Koleksi pribadi
Pacu Jawi & Penonton. Sumber: Koleksi pribadi
Dalam beberapa tahun terakhir, pamor pacuan sapi ini kian memikat banyak pengunjung, baik wisatawan maupun berbagai komunitas fotografi. 

Melalui hasil bidikan para fotografer yang banyak beredar di jagat sosmed inilah yang secara tidak langsung ikut mempromosikan Pacu Jawi. Hasil-hasil foto yang indah dan dramatis pada ujungnya mampu menggoda kian banyak wisatawan yang datang.

Boleh jadi, satu di antara ribuan foto atau video tentang Pacu Jawi itulah, yang ikut menarik minat seorang chef terkenal Gordon Ramsay dan National Geographic untuk membuat liputan khusus tentang Pacu Jawi, selain tentang kuliner khas Minangkabau. Dan seperti yang kita bisa saksikan video-nya di kanal YouTube, Gordon Ramsay pun tidak ragu bermandi lumpur di arena Pacu Jawi.

Sejarah Pacu Jawi telah berlangsung sejak berabad-abad lalu, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Awalnya, pacuan ini diadakan sebagai bagian dari perayaan dan hiburan panen warga desa. 

Waktu perayaan pun disesuaikan dengan siklus panen padi. Namun, seiring berjalannya waktu, aktivitas ini kini diselenggarakan jauh lebih sering dari biasanya.

Berdasarkan 'Calendar of Events' Provinsi Sumbar 2020, Pacu Jawi direncanakan berlangsung setiap Sabtu dari Februari hingga akhir November 2020, di Kabupaten Tanah Datar. Nyaris sepanjang tahun, kalau saja tidak dihadang si covid-19 yang mengganggu jadwal pacuan ini.

Yang tidak kalah uniknya, lokasi Pacu Jawi bisa berpindah-pindah, dari satu nagari ke nagari lainnya di wilayah Kabupaten Tanah Datar. Nagari adalah suatu wilayah administratif setingkat desa.

Konon, ini sudah menjadi kesepakatan bersama antara empat kecamatan di Tanah Datar, yakni Sungai Tarab, Pariangan, Lima Kaum dan Rambatan, yang secara keseluruhan memiliki 26 nagari. Jadi setidaknya, setiap nagari pasti kebagian menyelenggarakan Pacu Jawi.

Bagi yang pernah mendengar Karapan Sapi di Madura yang juga sangat terkenal, mungkin saja mengira ini jenis aktivitas budaya yang sama. Memang tidak terlalu salah, setidaknya kedua pacuan ini menggunakan pasangan sapi.

Arena Pacu Jawi yg berlumpur. Sumber: Koleksi pribadi
Arena Pacu Jawi yg berlumpur. Sumber: Koleksi pribadi
Namun, jelas keduanya berbeda, khususnya lahan yang digunakan maupun bagaimana cara berpacunya. Jika Karapan Sapi dilakukan di tanah datar sebagai arena pacuan, maka Pacu Jawi diadakan di atas bekas area sawah yang sudah kosong setelah dipanen. 

Bekas sawah yang disulap menjadi arena balapan ini selalu basah dan berlumpur dengan kedalaman mencapai 30cm. Di sinilah serunya Pacu Jawi!

Jika berlomba di tanah kering berdebu saja sudah seru, apalagi di arena basah dan berlumpur. Medan pacuan yang berat serta percikan lumpur membuat Pacu Jawi terlihat begitu dramatis. Maka, tidak heran, dari pacuan ke pacuan, selain dikerumunin warga lokal dan wisatawan, lensa-lensa panjang dari kamera para fotografer ikut mewarnai area sekitar Pacu Jawi.

Dalam lintasan berlumpur sepanjang 100-250 meter, sapi-sapi yang diatur berpasangan, diikat ke sebuah alat bajak dari kayu. Dan sang joki sapi berdiri persis di belakangnya di atas alat bajak tadi, sambil memegang ekor sapi untuk mengendalikan keduanya.

Jangan berharap ada 'balapan' antara satu pasangan sapi dengan pasangan lainnya. Meskipun disebut 'balapan sapi', tapi acara ini sejatinya bukan adu balapan sapi seperti di pacuan lainnya, misalnya di Karapan Sapi, Madura. Setiap peserta yang terdiri dari sepasang sapi dan seorang joki akan berlari secara bergiliran.

Lalu bagaimana menilainya? Nah, para penonton tentunya menyukai pasangan sapi yang mampu berlari cepat dan lurus ke depan, dari garis start hingga finish di ujung kolam berlumpur itu. Jika tidak dikendalikan, sesekali ada saja pasangan sapi yang berlari menyerong ke kanan atau seruduk ke kiri, yang membuat para penonton lari berhamburan. Berlari lurus pasti ada makna filosofisnya.

Sapi-sapi jantan yg kuat. Sumber: Koleksi pribadi
Sapi-sapi jantan yg kuat. Sumber: Koleksi pribadi
Selain itu, sapi-sapi yang diajak 'berpacu-jawi' juga memiliki kriteria tertentu. Bukan soal penampilan ala pacuan kuda atau seperti Makepung di Bali yang kerbaunya didandanin. Sapi-sapi yang dipilih adalah sapi jantan yang berumur antara 2 hingga 13 tahun. Dan tentunya sapi-sapi pilihan ini harus yang kuat dan sehat.

Saat balapan tiba, puluhan pasangan sapi yang sudah disiapkan, tentunya sudah dilatih khusus. Misalnya, mulai berlari cepat ketika diberi aba-aba pada saat alat bajak yang terikat sudah menyentuh tanah dan diinjak seseorang. Mungkin juga ada briefing, bahkan sudah diiming-imingi hadiah rumput import. Hahaha.

Banyak cara untuk memacu agar sapi-sapi pacuan berlari kencang. Karena si joki tidak gunakan pecut, lalu apa yang dilakukannya? Menggigit! Betul, si joki kadang menggigit ekor sapinya agar berlari makin cepat. Unik sekali!

Tugas lain sang Joki yang tidak kalah sulitnya yaitu mengendalikan pasangan sapinya agar tidak berpisah jalan. Harus berlari lurus hingga finish dengan posisi joki tetap mampu bertahan dan tidak sampai terjatuh. Gordon Ramsay sudah mengalaminya, jatuh bangun saat mencoba Pacu Jawi.

Joki yg tertinggal. Sumber: Koleksi pribadi
Joki yg tertinggal. Sumber: Koleksi pribadi
Atraksi menarik dan mendebarkan seperti ini sudah pasti menyedot kehadiran banyak penonton. Momen-momen ketika pasangan sapi bercerai atau ketika si sapi berlari ketika si joki belum siap, selalu mengundang tawa penonton yang berdiri manis di tepi sawah yang kering.

Begitu juga adegan joki menggigit ekor sapi atau joki terjatuh ketika berusaha mempertahankan posisinya juga membuat suasana kian meriah. Dan adegan paling dramatis adalah ketika percikan lumpur menerpa wajah yang begitu ekspresif dari sang joki.

Momen-momen seperti itulah yang dicari para pehobi fotografi maupun yang profesional. Adegan seperti itulah yang diburu dan menjadikannya foto-foto menawan! Dan demi hasil foto terbaik, banyak fotografer termasuk juga wisatawan, yang agak nekat membidiknya dari jarak yang cukup dekat.

Sang Joki yg ekspresif. Sumber: Koleksi pribadi
Sang Joki yg ekspresif. Sumber: Koleksi pribadi
Foto-foto seperti itu, termasuk yang penulis lampirkan sebagian di sini, tidak selalu mudah didapatkan. Selain dibutuhkan sedikit keberanian untuk mengambil posisi yang tepat, juga harus menunggu momen yang pas. 

Ada resiko yang harus dipertimbangkan. Paling ringan kalau hanya kena cipratan lumpur, Tapi, bagaimana kalau ditabrak sapi? Ah, jangan sampai. Safety first!

Posisi terbaik tentunya memotret dari arah depan, agar mendapatkan wajah si joki yang ekspresif dan wajah kedua sapi jagoannya. (Lihat contoh foto yg pertama). 

Namun, sudah harus perkirakan, pada garis mana ketika sapi-sapi mendekat, maka kita pun harus cepat lari menghindar. Lensa yang digunakan pun minimal lensa 70-200 mm. Intinya, begitu sapi-sapi sudah berlari, langsung cepat shoot and run. Seru dan menegangkan!

Namun, resiko itu terbayar lunas setelah mendapatkan hasil foto terbaik. Minimal hasil foto sesuai ekspektasi masing-masing. Dan tidak mengejutkan bahwa beberapa hasil foto dari arena Pacu Jawi telah mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi di dunia fotografi.

Salah satu foto Pacu Jawi karya Dr. Wei Seng Chen, fotografer asal Malaysia, berhasil memenangkan kejuaraan bergengsi "World Press Photo of the Year" pada tahun 2013. 

Begitu juga foto Pacu Jawi lainnya yang konon juga menang di "Digital Camera Photographer of the Year" dari koran The Daily Telegraph, dan berbagai photo contest lainnya.

Joki bermandi lumpur. Sumber: Koleksi pribadi
Joki bermandi lumpur. Sumber: Koleksi pribadi
Tidak terhitung juga, betapa banyak foto-foto keren dari Pacu Jawi ikut menghiasi berbagai majalah perjalanan dunia, ruang-ruang pameran fotografi, galeri foto, serta ribuan foto lainnya di situs shutter stock, dan lain-lain.

Waktu seakan berlari cepat. Lebih cepat dari larinya pasangan sapi manapun. Begitulah yang terasa, ketika kita sedang menikmati atmosfer di Pacu Jawi ini. Ratusan foto dalam memory card seakan masih belum cukup. Dan ketika sore pun bersiap menyapa langit Nagari Tabek, Kecamatan Pariangan, kami pun segera bersiap melanjutkan perjalanan menuju kota Bukittinggi untuk bermalam.... See you, Pacu Jawi!


Kelapa Gading, 04 Agustus 2020
Oleh: Tonny Syiariel

Catatan: Semua foto-foto adalah koleksi pribadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun