Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Topan Badai Bisnis MICE di 2020, Ada Solusi?

21 Juli 2020   10:30 Diperbarui: 22 Juli 2020   08:21 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta pameran ITB Asia. Sumber: www.itb-asia.com

Pameo 'Badai Pasti Berlalu' ternyata masih belum cukup meyakinkan. Badai covid-19 masih jauh dari kata berlalu. Dengan penyebarannya yang masih sulit diduga, para pebisnis, khususnya di bidang MICE (Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions), pun seolah berada di garis zona keraguan. Lanjutkan pameran dengan protokol New Normal yang ketat atau membatalkannya dan menunggu hingga situasi lebih kondusif.

Pembatalan tentu saja adalah pilihan tersulit, mengingat sudah begitu panjang proses persiapan yang dilakukan. Sedangkan penerapan New Normal sekalipun, masih harus menunggu perkembangan lebih lanjut dan belum tentu bisa diterapkan untuk semua jenis event.

Rambu-rambu protokol kesehatan yang salah satunya terkait physical distancing memaksa para penyelenggara pameran dan konferensi harus berhitung ulang. 

Seperti kita ketahui, gelaran acara seperti pameran selalu mendatangkan peserta dalam jumlah sangat besar, baik sebagai exhibitors, maupun sebagai pengunjung. Sedangkan acara konferensi juga kerap diikuti ratusan hingga ribuan peserta.

Kamis, 16 Juli lalu, Messe Berlin (Singapore), penyelenggara ITB Asia, akhirnya memutuskan tiga pameran akbarnya ITB Asia, MICE Show Asia dan Tech Asia hanya akan berlangsung secara virtual pada 21 - 23 Oktober 2020 mendatang. Opsi virtual ini adalah solusi yang terpaksa diambil mengingat situasi terkait covid-19 masih terus merebak.

ITB Asia adalah salah satu pameran bisnis wisata terbesar di Asia. Dalam perhelatan tahun lalu, ITB Asia mampu menarik sekitar 13,000 peserta dari 132 negara. Sebuah rekor untuk pameran bisnis travel selama tiga hari itu.

Pilihan 'go virtual' mungkin satu-satunya pilihan yang paling relevan saat ini untuk semua pameran internasional. Jika tidak, dipastikan harus dibatalkan mengingat begitu ketat protokol kesehatan yang harus diterapkan. Belum lagi hadangan berbagai aturan lainnya dari berbagai negara asal semua peserta, baik sebagai exhibitors maupun buyers.

Konsekuensi logis dari perubahan ke pameran virtual sudah jelas. Para pemain terkait lainnya seperti penyedia akomodasi dan layanan transportasi hanya bisa gigit jari. 

Belum lagi para pekerja di balik setiap pameran, seperti kontraktor booth, petugas di ajang pameran (usher dan SPG), kedai makanan minuman, dan lain-lain.

ITB Berlin. Sumber: www.itb-berlin.com
ITB Berlin. Sumber: www.itb-berlin.com
Sebelumnya, ITB Berlin 2020, pameran wisata terbesar di dunia, yang seharusnya berlangsung pada 4 - 8 Maret 2020 di Berlin telah terlebih dahulu dibatalkan. Pembatalan yang baru dikeluarkan pada 28 Februari lalu itu terasa begitu mendadak. 

Sebagian peserta pameran bahkan sudah ada di Berlin, tapi terpaksa menerima nasib demi kepentingan bersama. ITB Berlin itu sedianya diikuti lebih dari 10,000 exhibitor, seperti yang disampaikan Dr. Christian Goke, CEO Messe Berlin GmbH dalam Press Release yang diedarkan. Pameran ini juga rutin diikuti banyak pemain Inbound Tours Operator dan Hoteliers dari Indonesia.

Selain ITB Berlin, dari Barcelona sudah ada kabar dibatalkannya "Mobile World Congress 2020" (MWC 2020) yang seharusnya berjalan selama empat hari, 24 – 27 Feb 2020. MWC adalah pameran tahunan smart phone terbesar di dunia, yang biasanya dihadiri sekitar 100,000 pengunjung.

Pameran MWC 2019. Sumber: images.axios.com
Pameran MWC 2019. Sumber: images.axios.com
Serangkaian pembatalan di akhir Februari itu terus berlanjut hingga kini. Selain kedua ajang tadi, ada "Electronic Entertainment Expo (E3)” yang diagendakan pada 9 - 11 Juni lalu di Los Angeles juga gagal diselenggarakan. 

Begitu juga pameran "Arabian Travel Market 2020", yang seharusnya diadakan 19 - 22 April di Dubai WTC, dijadwal ulang ke tanggal 28 Juni - 1 Juli 2020. Tetapi, pada akhirnya ditunda hingga 16 - 19 Mei 2021.

Pembatalan berbagai pameran dan konferensi skala besar yang terpaksa dilakukan begitu memukul industri MICE di seluruh dunia. Ruang-ruang konvensi raksasa, mulai dari Las Vegas, Chicago, Berlin, Barcelona, Dubai hingga Singapore, kini lebih sering sepi dari kesibukan pameran apapun. Hal yang sama berlaku juga di tingkat nasional, dari Jakarta hingga Bali.

Namun, tidak semua pameran besar dibatalkan. Ada juga yang masih merajut sejumlah optimisme bahwa covid-19 akan berakhir dan pameran-pameran pun bisa kembali berlangsung, khususnya yang dijadwalkan di akhir tahun. 

Misalnya, WTM (World Travel Market) di London, tanggal 2 - 4 November 2020 dan IBTM  di Barcelona, 1 - 3 Des 2020, yang berdasarkan situs masing-masing masih mengkonfirmasi pelaksanaan event akbar tersebut.

Padahal, sempat santer terdengar kedua ajang pameran besar di industri pariwisata ini kemungkinan dibatalkan. Pasalnya, venue pameran pernah digunakan sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19. 

Ruang pameran ExCel London di London dirubah menjadi Nightingale Hospital. Sedangkan Fira de Barcelona juga kabarnya sempat dikonversi menjadi Rumah Sakit khusus untuk penderita covid-19.

Seperti kita ketahui, MICE adalah salah satu pilar utama di industri pariwisata, khususnya di segmen Konferensi dan Pameran yang umumnya berskala besar. Bisa dibayangkan betapa besar kerugian akibat rentetan pembatalan ini. 

Berbeda dengan bisnis wisata lainnya, MICE melibatkan begitu banyak komponen layanan dalam jumlah fantastis, mulai dari akomodasi, transportasi, dan lain-lain. Dengan jumlah peserta yang kerap mencapai ribuan peserta, potensi pendapatan yang hilang begitu signifikan.

Wisatawan MICE memiliki tingkat masa tinggal (Length of Stay) lebih lama dan ASPA (Average Spending per Arrival) lebih tinggi dibanding wisatawan leisure

Dan berdasarkan data ICCA (International Congress & Convention Associaton) pada 2018, yang sempat dikutip Kompas.com pada 3 Juni 2020, Wisatawan MICE memiliki kemampuan pengeluaran sekitar 2.000 dolar AS per hari dengan rata-rata lama menginap selama lima hari. Bahkan banyak pengamat meyakini tingkat pengeluaran bisa jauh lebih besar dari angka tersebut.

Pameran IFRA oleh Dyandra. Sumber: dyandra.com
Pameran IFRA oleh Dyandra. Sumber: dyandra.com
Lalu bagaimana situasi terkini bisnis MICE di tanah air? Dari kantor Kemenparekraf, seperti dikutip beberapa media, Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi & Pameran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Iyung Masrurah menyebut angka kerugian dari sektor ini sudah mencapai Rp 2,69 hingga Rp 6,94 triliun.

"Ada 96,43% acara dilakukan penundaan dan 84,20% lainnya dibatalkan dari 17 Provinsi," kata Iyung Masrurah kepada CNBC Indonesia, Kamis, 18 Juni 2020 lalu.

Dari situs Dyandra Promosindo, salah satu penyelenggara MICE terbesar di Indonesia, beberapa pamerannya sudah dipastikan batal, sambil menunggu situasi lebih kondusif. 

Dan sebagiannya lagi telah dijadwal kembali hingga 2021. Meskipun demikian, ada juga yang akan tetap dijalankan sesuai protokol kesehatan Kenormalan Baru atau dengan cara lebih inovatif.

Indonesia International Furniture Expo (IFEX), misalnya, yang merupakan Pameran Mebel dan Kerajinan B2B (business to business) terbesar di Indonesia dan kawasan regional, berani melakukan terobosan inovatif dengan tetap menyelenggarakan pameran IFEX 2020 secara digital. 

Menarik bukan? Dengan inovasi ini, para buyers dan exhibitors tetap bisa saling berinteraksi melalui laman resmi IFEX 2020. Di situs tersebut, para buyers bisa memilih referensi produk dan kategori yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan mereka. Sungguh inovatif!

Sementara pameran besar lainnya, yang masih di bawah payung Dyandra, yakni “IIMS Motorbike Show 2020”, akan tetap digelar pada 2 - 4 Oktober 2020 di JIExpo Kemayoran. 

Pameran ini akan dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, mulai dari pengecekan suhu tubuh, penggunaan masker atau face shield, menerapkan physical distancing, dan menyediakan lokasi cuci tangan atau hand sanitizer. Selain itu, pihak penyelenggara juga memastikan floor plan disesuaikan dengan standard baru, termasuk gateway selebar 3 meter, hingga penerapan crowd control.

Namun, jika pandemi ini tidak menunjukan perubahan signifikan, bukan tidak mungkin protokol kesehatan ala New Normal pun tidak cukup meyakinkan. Boleh jadi, itulah pertimbangan dari Messe Berlin (Singapore) yang akhirnya memilih ‘go virtual’ daripada terjebak pada ketidakpastian yang panjang.

Kembali ke pilihan Go Virtual ternyata bukan Messe Berlin (Singapore) yang menjadi pionir di wilayah ASEAN. Sepanjang bulan Juni – Juli bahkan sudah ada dua kali 'Virtual Travel Mart’, yang masing-masing diselenggarakan oleh ITLF (Indonesian Tour Leaders’ Forum) dan ASTINDO (Asosiasi Travel Agent Indonesia)

Meskipun keduanya tidak bisa dibandingkan dengan ITB Asia, tetapi yang pasti baik ITLF maupun ASTINDO telah berani melakukan suatu terobosan baru di tanah air.

Poster ITLF & ASTINDO. Sumber: Herry Marhono -ITLF
Poster ITLF & ASTINDO. Sumber: Herry Marhono -ITLF
Pada perhelatan pertama "The First Virtual Travel Mart", hasil kolaborasi antara ITLF dan ASTINDO yang berlangsung 25 Juni 2020 lalu, ternyata cukup menarik minat pelaku bisnis wisata internasional maupun nasional. 

Herry Marhono, selaku pendiri ITLF, mengaku sukses mengajak 20 Tour Operators sebagai Sellers dari 12 negara (Inggris, Jerman, Kroasia, Yunani, Korea, dll) dan sekitar 300-an lebih Buyers dari berbagai kota di Indonesia. 

Acara didesain sedemikian rupa, dengan adanya main hall dan breakout rooms untuk presentasi berbeda pada saat bersamaan. Layaknya dalam sebuah 'travel mart' yang selama ini kita kenal. Sungguh sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya! Bagaimana ‘memindahkan’ pameran pertemuan semacam itu ke panggung virtual. 

Seakan tidak mau ketinggalan momentum, ASTINDO kembali mengadakan “ASTINDO Virtual Travel Mart Nusantara” yang kali ini khusus mengundang pelaku wisata Nusantara. Hasilnya, seperti yang disampaikan Sekjen ASTINDO, Pauline Suharno kepada penulis, acara ini juga berhasil menggaet 15 Seller dan 140 Buyer untuk ikut berpartisipasi di ajang temu penjual-pembeli wisata tersebut.

Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan “Creativity is the Art of the Impossible”. Ketika badai covid-19 seakan menutup seluruh langit pariwisata Indonesia, selalu muncul kreativitas untuk menaklukkan apapun yang seakan tidak mungkin.

Jakarta, 21 Juli 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Sumber foto sesuai dengan keterangan di masing-masing foto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun