Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bisnis Virtual Tour, Kiat Kreatif Jualan Wisata

17 Juli 2020   19:48 Diperbarui: 20 Juli 2020   21:36 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ira Lathief - WKJ. Sumber: Ira Lathief

Sejak akhir Maret 2020, industri perjalanan global, baik leisure maupun korporat, semuanya berhenti total. Tombol stop traveling tiba-tiba menjadi satu-satunya pilihan yang ada di depan keyboard para pelaku bisnis pariwisata di seluruh dunia.

Kampanye untuk #dirumahsaja, #physicaldistancing, dan berbagai tagar lainnya memberikan efek berbeda ke setiap orang. Bagi yang sudah terbiasa bekerja di rumah, mungkin hanya perlu sedikit adaptasi. Lain ceritanya bagi yang selama ini rutin kerja di luar atau sering bepergian, tentunya terasa lebih berat.

Di industri pariwisata, salah satu industri yang paling terdampak akibat merebaknya Covid-19, kita menemukan banyak profesi yang biasanya kerap kemana-mana, kini harus di rumah saja dan tidak bisa bepergian lagi. Sebut saja, pilot, pramugari, tour leader (pemimpin perjalanan wisata), pramuwisata, business traveler, travel blogger, dan lain-lain.

Dari berbagai analisa hingga data yang bisa dipantau di situs www.worldometers.info, sepertinya jalan kembali ke era normal masih panjang dan berliku. A long and winding road. Beberapa kota di negara yang sempat dibuka sebentar, kini menutup diri lagi.

Belum lagi laporan teranyar dari berbagai media, termasuk yang ditulis The Guardian tanggal 14 Juli, menyiratkan bahwa ada kemungkinan covid-19 bisa saja menular via udara alias airborne transmission. Alamak!

Bahkan andaikata sebuah destinasi dibuka dalam koridor 'New Normal' dengan protokol kesehatan diterapkan, pun tidak membuat dunia wisata akan langsung bergairah. 

Butuh periode adaptasi yang panjang. Lagipula, wisatawan manakah yang mau bepergian dalam suasana penuh protokol ketat, sambil menggunakan masker, face shield, duduk dalam pesawat berjauhan, dan seterusnya. 

Alur prosedur pemeriksaan di bandara bahkan lebih panjang dan lebih lama dibandingkan situasi pasca serangan teroris di New York yang dikenal sebagai '911 Attack'. Dan di setiap titik pemeriksaan, baik di bandara keberangkatan, saat transit, hingga bandara tujuan, selalu ada kemungkinan gagal 'swab test' dan terpaksa dikarantina.

Lalu bagaimana menyiasatinya? Apakah tetap berdiam diri menunggu situasi kembali normal sepenuhnya? Dan membiarkan 'passion to travel' tidur panjang. Tentu saja tidak. Para pelaku bisnis pariwisata selalu kreatif mencarikan solusi untuk tetap berwisata. Bukan semata mengatasi kebosanan, tapi bagaimana menjaga agar antusiasme pelanggan untuk bepergian itu selalu terjaga.

Salah satu solusi yang belakangan kian tren adalah menawarkan paket wisata secara virtual. Memang beda rasa, beda segalanya, tapi setidaknya bisa tetap 'jalan-jalan'.

Masih bisa melihat destinasi wisata di berbagai belahan dunia, mempelajari ragam budaya bangsa lain, sambil terus menambah wawasan. Apalagi paket wisatanya hanya dibanderol rata-rata sekitar Rp 30-50 ribuan.

Contoh poster virtual tour. Sumber: Blibli & Ira Lathief
Contoh poster virtual tour. Sumber: Blibli & Ira Lathief
Pada dasarnya sebuah virtual tour berbeda dengan menonton sebuah video destinasi yang bertebaran di kanal YouTube. Selain didampingi seorang pemandu wisata profesional, wisata virtual via aplikasi zoom ini didesain dengan konsep lebih interaktif. 

Pemandu wisata yang bertindak sebagai moderator sekaligus pemandu wisata menjelaskan berbagai objek wisata yang dikunjungi lewat slide foto dan video. Dan setelah itu diberikan kesempatan untuk bertanya. 

Tidak kalah menariknya, dengan memanfaatkan teknologi aplikasi google map atau yang sejenisnya, peserta wisata virtual ini diajak berwisata menyusuri jalan-jalan dan objek wisata tujuan. Kekuatan story telling dalam bercerita akan membuat perjalanan wisata ini kian hidup.

Tidak itu saja kelebihan wisata virtual yang dijual di Indonesia. Paket wisata virtual yang ditawarkan Blibli, salah satu raksasa market place Indonesia, malah menggunakan seorang local guide profesional yang tampil live dari lokasi langsung. 

Misalnya, Wisata Virtual ke Wuhan - China, Jam Gadang - Bukittinggi dan Lawang Sewu - Semarang, yang mendapatkan sambutan meriah. Bagaimana dengan peserta wisatanya? Tentu tetap di rumah saja, sambil rebahan, atau ngopi, dan lain-lain.

Selain Blibli, beberapa Agen Perjalanan Wisata dari Jakarta, Surabaya hingga Medan, serta komunitas pramuwisata lainnya juga kian aktif menawarkan berbagai destinasi, dari seputar Jakarta, keliling Indonesia, hingga ke mancanegara.

Ira Lathief - WKJ. Sumber: Ira Lathief
Ira Lathief - WKJ. Sumber: Ira Lathief
Salah satu nama yang layak diacungin jempol adalah Ira Lathief, seorang local guide di Jakarta, penulis produktif, Kompasianer dan pendiri Wisata Kreatif Jakarta (WKJ) yang super aktif ini.

Ira dan komunitas yang didirikannya WKJ, termasuk sangat aktif menyelenggarakan virtual tour. Sejak pertama kali tayang pada 1 Mei 2020, WKJ secara konsisten mengadakan wisata virtual dua kali sehari, nyaris setiap hari kecuali Senin. 

Bagaimana respons pasar? "Rata-rata peserta untuk weekdays 4-6 orang. Sementara di weekend, bisa di atas 10 orang," ungkap Ira kepada penulis via percakapan WA. Kreativitas dan sikap pantang menyerah Ira Lathief juga yang mengantarnya ke acara terkenal "Kick Andy" beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Theresia Magdalena, VP Tours & Travel dari Bibli.com mengungkapkan, sambutan pasar sangat bagus. "Sejak peluncuran pertama di awal Juni, Bibli telah menyelenggarakam sekitar 19 kali dengan rata-rata peserta 50-an. Bahkan pernah mencapai 100 peserta untuk Wisata Virtual ke Lawang Sewu."

Wow! Tentunya bagi pemain sekaliber Blibli, bukan semata jualan wisata virtual, tapi sekaligus menjaga 'customer engagement' sambil terus merawat minat bepergian pasca covid-19.

Sejatinya, penulis sendiri pernah mengulas soal berwisata secara virtual sejak 1 April 2020 dengan tajuk "Traveling From Home", yang masih bisa diakses di laman akun FB penulis. Saat itu masih belum menjadi Kompasianer. Namun, tujuan penulisannya tentu berbeda. Artikel itu lebih ditujukan untuk para Tour Leader dan praktisi di bisnis Tours & Travel agar terus mengasah pengetahuannya tentang destinasi wisata secara virtual.

Sedangkan, bagi para traveler (baca: pelanggan) disarankan untuk tetap berwisata secara virtual untuk tetap menjaga gairah bepergian. Dan bisa juga sambil menyusun ulang Bucket List masing-masing.

Toh, seperti kata sebuah pepatah, "Better to see something once than to hear about it a thousand time." Bagaimanapun juga, melihat langsung, meskipun hanya sekali, akan selalu menjadi obsesi semua pelancong. Jadi ketika badai Covid-19 berlalu, kita pun akan kembali berwisata lagi. Berwisata yang sesungguhnya, tidak lagi secara virtual.

Saat ini, mari nikmati saja semua peluang wisata yang ada, meskipun masih secara virtual. Tidak perlu beli tiket, tidak butuh akomodasi, apalagi pusingin dress code yang harus dipakai. Koper tetap disimpan, tidak perlu berkemas, yang penting bergegas, jangan sampai ketinggalan pada waktu yang telah ditetapkan.

Sudah siap? Pastikan gadget sudah fully charged, aplikasi zoom sudah diunduh, kuota data cukup dan ayo berwisata dari rumah.

Let's go!

Jakarta, 17 July 2020
Oleh: Tonny Syiariel

Catatan:
Foto-foto poster Blibli dan Ira Lathief, penulis dapatkan langsung dari mereka, khusus untuk artikel ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun