Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Istanbul, Metropolis di Antara Dua Benua

15 Juli 2020   19:15 Diperbarui: 18 Juli 2020   13:55 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Biru (Sumber: www.wikimedia.org.)

Mata dunia seakan tidak berkedip menatap Istanbul. Telinga dunia pun masih dipasang menunggu berita lanjutan dari kota terbesar di Turki ini. 

Sejatinya, perubahan status Hagia Sophia, dari museum ke masjid, ikut mengangkat nama Istanbul kembali ke puncak pemberitaan dunia.

Kisah Istanbul sesungguhnya tidak kalah menarik dibandingkan cerita Hagia Sophia. Namun, keduanya memang tidak perlu diperbandingkan. Nama Hagia Sophia sudah melekat dan menyatu ke kota yang dulunya bernama Byzantium, lalu Konstantinopel di era Romawi Timur. 

Dan Istanbul bukan hanya Hagia Sophia. Kota di antara dua benua, Eropa dan Asia ini, menyimpan sejarah dari dua imperium besar selama hampir dua ribu tahun!

Istanbul memang istimewa. Tidak mengherankan jika Istanbul selalu masuk dalam bucket list para pelancong dunia, travel blogger, penikmat sejarah dan pecinta fotografi. 

Setiap tahun Turki menerima hampir 60 juta kunjungan wisatawan mancanegara. Dan sekitar 13,5 juta di antaranya menuju Istanbul. Sebagai ilustrasi betapa uniknya kota ini, ayo ikutin penulis berimajinasi lewat wisata singkat berikut ini.

“Kita berlayar menyusuri Bosphorus, sebuah selat kecil yang membagi sebuah kota di antara dua benua – Eropa dan Asia. Sambil menyeruput kopi, kita bisa menikmati keindahan arsitektur istana, hotel dan banyak bangunan indah di sisi Eropa. Dan pada saat yang sama, bisa juga mengagumi kastil, istana dan deretan rumah mewah lainnya di antara bukit-bukit di belahan Asia. Bagaimana, keren kan ya?"

"Masih mau lanjut? Setelah suguhan panorama dari atas ‘Bosphorus cruise’ tadi, Ayo kita menumpang salah satu bus yang rutin menyeberangi kedua benua itu lewat sebuah ‘suspension bridge’ sepanjang 1.560 meter menuju Camlica Hill, sebuah bukit di sisi Asia. Di sini, kita bisa menikmati hidangan dobel bonus, makan siang plus pemandangan spektakuler ke seberang selat dan benua Eropa!”

Jembatan Bosphorus di waktu malam (Sumber: Koleksi pribadi)
Jembatan Bosphorus di waktu malam (Sumber: Koleksi pribadi)
Begitulah sebagian sensasi yang bisa kita temukan di kota kebanggaan Sultan Mehmed Sang Penakluk ini. Bisa bolak-balik antara Eropa dan Asia dalam hitungan kurang dari satu jam.

Sebuah metropolis yang mencerminkan suatu keanekaragaman yang sempurna dari sejarah, budaya dan agama. Dan ke kota yang pernah dipilih sebagai salah satu “European Capitals of Culture for 2010” inilah yang penulis singgahi beberapa tahun lalu.

Perjalanan dari bandara Istanbul Ataturk ke pusat kota seakan membawa penulis memasuki gulungan sejarah kota ini. Peninggalan sejarah, yang masih utuh maupun tinggal reruntuhan, dari dua kekaisaran besar tersebar di beberapa sudut kota yang disebut sebagai “Historical Areas of Istanbul.” Salah satu yang terpenting berada di kawasan Alun-alun Sultan Ahmed.

Sejarah Istanbul sangat berliku, penuh gejolak, tapi sekaligus sangat menarik ditelusuri. Pada sekitar tahun 660 SM, kota ini dikenal dengan nama Byzantium. Ketika kota ini jatuh ke tangan kekuasaan Romawi, namanya pun diganti menjadi Konstantinopel di tahun 330 M. 

Kaisar Konstantin lalu menjadikannya sebagai ibu kota Romawi Timur. Namun, kedatangan bala tentara Ottoman (Utsmaniyah) pada tahun 1453, akhirnya menaklukkan kota ini dan selanjutnya menyebutnya “Istanbul”, yang artinya “Maju Terus ke Kota”.

Menuju Selat Bosphorus yg sibuk (Sumber: Koleksi pribadi)
Menuju Selat Bosphorus yg sibuk (Sumber: Koleksi pribadi)
Dengan letak geografisnya yang begitu strategis di Selat Bosphorus, yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara, persis di antara benua Eropa dan Asia, maka sejak dulu kota ini telah menjadi pusat persimpangan lalu lintas perdagangan dan jadi rebutan berbagai kekuatan besar. Mulai dari imperium Romawi sampai Kekaisaran Ottoman. 

Meskipun Istanbul bukan ibu kota negara Turki, tapi kota berpenduduk sekitar 15,5 juta ini adalah kota terbesar dan merupakan kota tujuan bisnis maupun wisata nomor satu di negara Turki.

Di musim panas yang terik, temperatur bisa sekitar 35 celcius di Istanbul, tapi lihatlah di kawasan sekitar Hippodrome, Masjid Biru, Hagia Sophia sampai Istana Topkapi. Turis di mana-mana! 

Terik matahari tetap tidak mampu mengalahkan hasrat untuk menyaksikan kebesaran sejarah kota 1001 kisah ini. Kawasan wisata bersejarah sekitar Hippodrome ini masuk urutan pertama yang wajib dikunjungi kalau ke Istanbul. Objek-objek wisata ini pun kebetulan berada di lokasi yang berdekatan satu dengan yang lain.

Starting point terbaik untuk wisata di kawasan historis ini sebaiknya dimulai dari Hippodrome, salah satu warisan historis dari imperium Romawi. Dibangun oleh Septimius Severus, setelah Circus Maximus di Roma, pada tahun 203 dan baru selesai 100 tahun kemudian di era Kaisar Konstantin. 

Pada masanya, Hippodrome yang dikeliling tembok tinggi dengan tribun di tiga sisinya dan tribun kaisar di sisi lainnya, mampu menampung sampai 100,000 penonton. 

Di tengahnya dibangun trek balapan kereta kuda, tetapi gara-gara arena balapan ini mulai didompleng kepentingan politik, maka arena balapan itu akhirnya dilarang. Hippodrome selanjutnya hanya dijadikan tempat upacara dan parade.

Masjid Biru (Sumber: www.wikimedia.org.)
Masjid Biru (Sumber: www.wikimedia.org.)
Dari Hippodrome hanya berjalan kaki menuju Masjid Biru, yang merupakan salah satu masjid paling terkenal dan terindah di dunia. 

Masjid Biru, yang resminya disebut Masjid Sultan Ahmet, adalah karya masterpiece dari Mehmed Aga, arsitek terkenal dan murid Sinan, seorang arsitek kenamaan di era Ottoman. Masjid Biru mulai dibangun tahun 1609 dan diresmikan oleh Sultan Ahmed I tujuh tahun kemudian.

Disebut Masjid Biru bukan karena warna sisi eksteriornya, tapi lantaran 20.000 lebih keramik Iznik berwarna biru indah yang melapisi dinding bagian dalam masjid. 

Masjid Biru juga dihiasi mozaik-mozaik yang amat indah dan lampu-lampu kristal mewah. Dengan posisi kubahnya yang cukup tinggi, memungkinkan masjid ini untuk memiliki jumlah jendela yang sangat banyak. 

Seluruhnya ada 260 jendela dengan kaca patri yang sangat cantik. Cahaya matahari yang menerobos masuk melalui jendela-jendela inilah yang memamerkan suatu iluminasi yang menakjubkan.

Di samping itu, Masjid Biru juga memiliki enam minaret unik yang menjulang tinggi, seakan mengawal bangunan utamanya yang agung. Enam minaret yang turut menghias langit Istanbul ini, sekaligus memberikan andil atas julukan lain Istanbul sebagai “Kota Seribu Menara”.

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi
Setelah Masjid Biru, ibarat melintas sejarah, kita menuju ke Hagia Sophia, yang baru saja dikonversi dari museum menjadi masjid. Bekas katedral ortodox di era Byzantium ini adalah salah satu karya arsitektur terhebat pada masanya. 

Warna eksterior yang kian memudar sekilas membuat Hagia Sophia kurang begitu mengesankan, tapi ketika memasukinya, Anda pasti takjub dibuatnya. Kisah lengkap Hagia Sophia bisa dibaca di artikel "Hagia Sophia Kini Menjadi Masjid Lagi." 

Jangan lupa, jika cukup waktu, kunjungi juga Basilica Cistern yang berada sekitar 150 meter dari Hagia Sophia. Istana Bawah Tanah yang dikenal dengan nama "Yerebatan Sarnici" adalah tempat penyimpanan air raksasa pada era Byzantium. 

Ketenaran basilika ini menjadikannya sebagai salah satu lokasi syuting film-film box office, misalnya "Inferno", film adaptasi dari novel Dan Brown, dan "From Russia With Love", salah satu film jadul James Bond.

Panas Istanbul sulit diajak kompromi. Namun, masih ada satu lagi tujuan penting yang tidak boleh dilewatkan di wilayah bersejarah ini, yaitu Istana Topkapi yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari Hagia Sophia.

Setelah menaklukkan Istanbul, Sultan Mehmed II memilih suatu lokasi di sebuah tanjung yang disebut Seraglio Point (Sarayburnu) untuk membangun istananya. Topkapi yang berarti "Gerbang Meriam" mulai dibangun tahun 1459. 

Dari istana seluas 70 hektar inilah, Kekaisaran Ottoman dikendalikan selama hampir 400 tahun. Ada sekitar 30 Sultan pernah berkuasa di sini dan sekitar 5,000 orang pernah tinggal di komplek nan luas ini. Jadi, tidak sulit untuk membayangkan suasana Istana Topkapi pada saat itu. Layaknya sebuah kota saja!

Istana Topkapi (Sumber: Koleksi pribadi)
Istana Topkapi (Sumber: Koleksi pribadi)
Begitu melewati gerbang utama yang dijaga petugas dengan security check yang cukup ketat, kita bisa segera melihat sebuah bangunan panjang di sisi sebelah kanan. Itulah Kitchen Court, dapur istana dengan 10 cerobong asap. 

Konon, dulu ada sekitar 1000 juru masak bekerja di ruang-ruang dapur ini, yang sekarang telah disulap sebagai museum peralatan makan dan porselen bernilai tinggi dari Cina dan Jepang.

Di sayap kiri dan bagian belakang istana berkumpul sebagian besar bangunan-bangunan penting, seperti Library of Ahmed III, perpustakaan dengan koleksi lebih dari 4000 naskah kuno; Imperial Treasury, ruang harta Sultan, tempat menyimpan ratusan koleksi berlian dan permata, dll. 

Salah satu ruang yang paling banyak diintip pengunjung adalah ‘Harem’. Bangunan yang terpisah dari komplek istana ini memiliki sekitar 400 kamar, yang mana sekitar 40 di antaranya sudah dibuka untuk umum.

Harem adalah salah satu tempat rahasia yang tidak sembarang orang boleh masuk. Di sinilah dulu para wanita kekasih Sultan tinggal dan dijaga secara ketat oleh para sida-sida dan pengawal istana. 

Dalam suatu masa, jumlah wanita di Harem mencapai 474! Sekali masuk, mereka tidak akan pernah bisa keluar lagi. Bagaikan burung dalam sangkar emas!

Ada satu ruangan lagi yang sangat maha penting untuk dilihat, yakni Chambers of the Sacred Relics, ruangan khusus tempat menyimpan benda-benda suci. 

Konon kabarnya, terdapat sekitar 605 benda suci yang sebagian besar milik dari Nabi Muhammad SAW (sepatu, janggut, tanda kaki, dll); periuk milik Nabi Ibrahim / Abraham; tongkat Nabi Musa, dan juga potongan tulang tengkorak, serta potongan tangan kering Yohanes Pembaptis yang dibalut perak dan disepuh dengan emas. 

Dengan koleksi yang begitu banyak, berharga dan sangat suci, maka bisa dimaklumi kalau Istana Topkapi, yang sejak tahun 1924 telah dijadikan Museum Topkapi, dijaga sangat ketat.

Bosphorus cruise (Sumber: Koleksi pribadi)
Bosphorus cruise (Sumber: Koleksi pribadi)
Jika sudah di Istanbul, jangan pernah lewatkan kesempatan mengikuti Bosphorus Cruise berlayar menyusuri Selat Bosphorus yang membagi kota ini menjadi dua – sisi Eropa dan Asia. Pemandangan alam sepanjang pelayaran begitu mengesankan, sehingga tidak mengejutkan kalau begitu banyak wisatawan yang jatuh cinta pada Istanbul.

Dari atas kapal, pemandangan ke arah sisi Eropa Istanbul tampak begitu sempurna. Jajaran bangunan mewah, taman indah, Istana Dolmabahce, Masjid Ortakoy seakan menghias alam di selat Bosphorus. 

Sedangkan di sisi Asia, kita juga bisa mengagumi keindahan Istana Beylerbeyi, sebuah kediaman musim panas yang dibangun tahun 1861. Dan ketika kapal makin mendekati Jembatan Bosphorus, satu-satunya jembatan yang menghubungkan Eropa dan Asia, semua penumpang seakan menahan nafas. What a breathtaking view!

Istana Dolmabahce (Sumber: Koleksi pribadi)
Istana Dolmabahce (Sumber: Koleksi pribadi)
Setelah kapal kembali merapat di dermaga Kabatas, Anda bisa langsung lanjutkan menuju Istana Dolmabahce, yang berada tidak jauh dari situ. 

Istana bergaya Eropa ini terletak di antara Besiktas dan Kabatas di sisi Eropa. Adalah Sultan Abdulmecit yang membangun istana ini antara tahun 1842-1856, setelah membongkar bangunan istana lama yang telah ada sejak abad ke-15.

Selain Dolmabahce, Istanbul juga memiliki Istana Beylerbeyi dan puluhan Masjid keren lainnya. Beberapa masjid ternama lain di Istanbul di antaranya, Masjid Sulemaniye, Masjid Yeni, dan Masjid Ortakoy yang berdiri anggun di tepi Bosphorus.

Masih ada lagi atraksi menarik lainnya yang bisa dikunjungi, yaitu Menara Galata yang dibangun tahun 1433 dan Menara Maiden yang diselimuti banyak legenda dan juga pernah dijadikan lokasi syuting film James Bond "The World is Not Enough."

Masjid Ortakoy (Sumber: Koleksi pribadi)
Masjid Ortakoy (Sumber: Koleksi pribadi)
Perjalanan ke Istanbul tidak akan pernah lengkap tanpa acara belanja. Selain kawasan belanja di Jalan Istiklal, dekat Lapangan Taksim, maka dua bazaar ternama di kota ini sangat layak dikunjungi. 

Tawar-menawar, adu strategi antara pedagang dan calon pembeli selalu mewarnai belanja di Istanbul, khususnya di Grand Bazaar dan Spice Bazaar, yang telah penulis kisahkan dalam artikel terpisah, "Menjelajah Dua Bazaar di Istanbul." 

Sebagai metropolitan yang terus berkembang, Istanbul tidak mungkin mampu menghindar dari gaya hidup masyarakat modern. Beruntunglah, budaya barat dan timur bisa berbaur dengan baik di kota ini. Mungkin sudah 'nasib' Istanbul untuk selalu terbelah dua – Asia dan Eropa, Timur dan Barat, Islam dan Sekuler, Ottoman dan Byzantium.

Namun, mungkin juga, inilah kelebihan dan hoki Istanbul, sehingga Napoleon Bonaparte pernah mengatakan, “If the Earth was a single state, Istanbul would be its capital.”

Jakarta, 15 Juli 2020
Oleh: Tonny Syiariel

Feri di Istanbul (Sumber: Koleksi pribadi)
Feri di Istanbul (Sumber: Koleksi pribadi)
Catatan:

Semua foto-foto adalah koleksi pribadi, kecuali foto Masjid Biru dari www.wikimedia.org.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun