Di industri pariwisata ada pameo, apapun yang menarik perhatian banyak pengunjung, bisa dikemas menjadi atraksi wisata. Apalagi di era sosial media seperti sekarang. Sebuah foto populer nan unik di sebuah akun Instagram, tiba-tiba membuat semua orang ingin berfoto di spot yang sama.
Begitulah dunia wisata yang seakan tidak pernah kehabisan ide untuk mengemas berbagai 'produk' wisata - marka jalan yang populer, zebra cross yang sibuk, papan penunjuk jalan ternama, tanda kilometer nol, dan lain-lain.
Di kota metropolitan Tokyo, pasti tidak terhitung betapa banyaknya tempat menyeberang jalan yang diperuntukkan untuk pejalan kaki. Garis membujur putih dan hitam yang disebut zebra cross itu ada di hampir setiap persimpangan jalan.Â
Tapi bagaimana kalau terdapat lima zebra cross di suatu persimpangan jalan yang sama? Itulah yang terjadi di distrik Shibuya, persisnya di depan Stasiun Shibuya, Tokyo.
Nama 'Shibuya Crossing'Â pun mencuat dan menjadi destinasi wisata yang unik. Banyak penyeberang yang memang benar hendak menyeberang jalan.Â
Namun tidak sedikit penyeberang justru memanfaatkan waktu menyeberang sekitar dua menit itu untuk berfoto atau bahkan tampil Live di akun sosmed mereka masing-masing. Berfoto ketika menyeberang jalan, menarik bukan?
Seiring popularitasnya yang meningkat, 'Shibuya Crossing' mulai bermunculan dalam banyak film-film. Keterkenalan lokasi penyeberangan ini seolah bersaing dengan patung perunggu Hachiko yang berada di depan Stasiun Shibuya. Kisah anjing setia Hachiko juga salah satu obyek wisata terkenal di Tokyo.
Dan sejak itulah sepotong jalan di wilayah Westminster, London, pun ibarat situs bersejarah bagi fans Beatles di seluruh dunia dan turis mancanegara yang mencari alamat jalan ini sekedar berfoto ala The Beatles.
Di kota asalnya sendiri, Liverpool, The Beatles juga membuat papan penunjuk jalan Penny Lane menjadi salah satu dari "The Most Iconic Sign-post in the World". John Lennon yang tinggal di area dekat situ, sering bertemu Paul McCartney di dekat persimpangan Penny Lane untuk selanjutnya bareng naik bus ke kota.Â
Lagu ciptaan Paul McCartney "Penny Lane" yang dirilis tahun 1967 menjadi salah satu hits dan hingga kini masih sering dinyanyikan di mana-mana. Papan penunjuk jalan yang ikut populer itu konon sering menjadi sasaran pencurian oleh para fans.
Lain di Eropa, lain lagi di negara adidaya Amerika Serikat. Di negara ini, beberapa tanda jalan, billboard, dan lain-lain telah lama menjadi 'photo stop'Â bagi banyak turis yang melewatinya.Â
Misalnya, billboard besar yang berdiri di jalan utama masuk kota Las Vegas - "Welcome to the Fabulous Las Vegas, Nevada". Atau, sebuah papan nama jalan berwarna dasar hijau dan tulisan putih "Broadway"Â di kawasan teater Broadway, New York City, juga sangat populer.Â
Tidak kalah ikonik ialah 'road sign'Â yang begitu historis "Route 66"Â yang dikenal sebagai "the most traveled road" yang membentang antar beberapa negara bagian.
Selain marka dan tanda jalan di atas, di banyak kota-kota besar di dunia, kita juga diajak melihat sebuah plakat atau monumen yang bernama "Kilometer Nol", atau ada juga yang menyebutnya sebagai "Titik Nol" (Point Zero).
Kilometer Nol adalah titik di mana jarak secara tradisional diukur. Kilometer Nol biasanya berada di ibukota negara, meskipun banyak juga kota-kota besar di dunia, termasuk di Indonesia, yang juga membuat suatu tanda atau bahkan monumen untuk Kilometer Nol.
Perhitungan jarak dari titik nol ini telah ada sejak era Romawi. Adalah sebuah monumen yang masih ada bekas-bekasnya di pusat kota tua Roma bernama "Milliarium Aureum" (Golden Milestone) yang dibangun oleh Kaisar Caesar Augustus pada tahun 20 SM, dekat Kuil Saturnus, di Roman Forum, Roma. Semua jarak jalan di era Romawi dihitung dari monumen ini.
Banyak Kilometer Nol di beberapa kota besar di dunia bahkan begitu terkenal, sehingga muncul juga berbagai mitos yang dikaitkan dengannya. Salah satunya adalah Point Zero di pusat kota Paris, yang menjadi acuan pusatnya Prancis untuk menghitung jarak ke kota-kota lain.Â
Plakat berbentuk oktagonal itu dipasang di halaman depan Gereja Notre Dame, yang terbakar tahun lalu itu. Ada sedikit kisah menarik di balik titik nol ini.
"Letakkan sepotong koin dan silakan buat sebuah keinginan, maka niscaya keinginanmu akan terkabul!". Ada lagi versi lain, "Berdirilah di tengah plakat perunggu titik nol dan berputarlah sekali, maka Anda pasti akan kembali ke Paris!". Boleh percaya boleh tidak. Yang pasti, dalam situasi normal sebelum covid, begitu banyak turis ikut melakukan ritual tersebut.
Meskipun tidak seheboh yang di Paris, tapi penandaan Kilometer Zero dalam bentuk lempengan batu di trotoar itu, tetap menarik perhatian banyak turis yang melintasi kawasan paling ramai di ibukota negeri matador ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Februari lalu saya sempat berkunjung ke Pulau Weh di Aceh dan melihat Monumen Kilometer Nol di ujung paling utara pulau indah itu. Pulau Weh sendiri berada di wilayah paling barat Indonesia.
Berbeda sekali dengan beberapa penandaan di kota lain di luar negeri, Kilometer Nol di Pulau Weh berdiri megah. Turis domestik dan turis mancanegara, kebanyakan dari negeri jiran Malaysia, banyak mengunjungi monumen ini.
Menara Syahbandar adalah sebuah bangunan bersejarah yang dibangun sekitar tahun 1839. Fungsinya saat itu sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk Kota Batavia lewat jalur laut. Pertanyaannya kini, apakah kita atau turis yang ke Jakarta sudah tahu keberadaan Kilometer Nol ini?
Kalau ke kota yang sering 'ngangenin' Yogyakarta, Kilometer Nol berada di jalan Pangurakan, di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Tapi saya tidak ingat persis apakah ada penanda spesifik untuk Kilometer Nol tersebut.Â
Yang tidak kalah terkenal di kota gudeg ini justru papan nama 'Jalan Malioboro', yang berdiri di ujung jalan sebelah utara. Banyak turis domestik maupun mancanegara selalu ingin berfoto di samping nama jalan ini.
Jika di Yogya, saya belum temukan penanda Kilometer Nol, maka di provinsi Lampung, kita akan temukan Menara Siger yang tampil keren di atas bukit Gamping yang menghadap pelabuhan Bakauheni.
Inilah monumen penanda Kilometer Nol Sumatera. Cerita lebih lengkap tentang Menara Siger bisa kita temukan dalam tulisan menarik dari Kompasianer Pak Anwar Effendi berjudul "Titik Nol Sumatera Bagian Selatan Ada di Menara Siger". Terima kasih Pak Anwar atas inspirasi yang dibagikan, sehingga saya pun tergerak menulis artikel ini.
Di era kini, sebuah 'obyek wisata' tidak hanya berupa bangunan bersejarah, istana yang indah atau alam yang permai, tapi sebuah zebra cross, jembatan penyeberangan ikonik, papan penunjuk jalan, pasar tradisional yang bersih, kilometer nol, dan lain-lain, bisa menjadi destinasi wisata yang unik.Â
Destinasi wisata yang akan cepat viral, jika dikemas dengan baik dan dipromosikan secara tepat. Jika tidak, kita hanya akan berlari di garis nol.
Kelapa Gading, 11 Mei 2020
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: foto-foto adalah dok.pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H