Mohon tunggu...
Tonny E. Nubatonis
Tonny E. Nubatonis Mohon Tunggu... Lainnya - Ana Lapangan

_MENULIS UNTUK BELAJAR DAN BERBAGI_ *Ingin banyak belajar tentang Perkoperasian, Literasi Keuangan, Ekonomi, Bisnis dan Teknologi Digital*.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Literasi Belum Menjadi Gaya Hidup, Bisa Jadi Hal Ini Penyebabnya

20 Mei 2021   05:45 Diperbarui: 20 Mei 2021   05:55 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Literasi menjadi gaya hidup (ilustrasi:gramedia.com)

Jika membaca dan menulis (literasi) merupakan sebuah gaya hidup,  maka tentunya diperlukan sikap disiplin dan konsistensi.

Tidak akan ada alasan apapun untuk tidak membaca dan menulis bagi orang yang memiliki gaya hidup demikian.

Sesibuk apapun aktifitas atau kegiatan pekerjaan dan bahkan dalam keadaan apapun yang dihadapi tiap hari, membaca dan menulis akan tetap konsisten dilakukan.  

Perlu diapresiasi sekali orang-orang yang sudah memiliki komitmen yang tinggi dalam memelihara gaya hidup literasinya yang selalu konsisten.

Berbeda dengan orang yang istilahnya masih "labil" atau kekanak-kanakan dalam proses menuju gaya hidup literasi yang konsisten ini. Contoh konkritnya saya sendiri, (maaf saya terlalu jujur tentang diri saya) hehehe.

Sedikit berbagi pengalaman. Dulu waktu masih di bangku kuliah, saya begitu suka sekali membaca. Tiap hari harus membaca, entah buku,  artikel dan e-book apapun yang tersimpan di memori gawai.  

Saya rutin pergi ke toko buku setiap bulan untuk membeli buku atau membeli secara online. Kadang sesekali pergi ke perpustakaan daerah,  tapi lebih rutin ke perpustakaan kampus karena lebih dekat.

Saya juga sering meminjam buku bacaan di perpustakaan mini milik organisasi internal kampus.

Jika bepergian dan tidak sempat membawa buku bacaan, biasanya membaca artikel secara daring. Langganan artikel atau tulisan-tulisan selalu di kompasiana, karena waktu itu saya pun masih relatif cukup aktif menulis di kompasiana.

Jika pergi ke kampus untuk konsultasi skripsi, di dalam tas sudah terisi buku bacaan. Jika sambil menunggu dosen atau setelah selesai konsultasi, saya masih duduk-duduk santai di kampus (biasanya di lopo perpustakaan kampus) sambil membaca buku.

Boleh dibilang bahwa semasa kuliah, khususnya di semester akhir,  waktu luang yang saya miliki cukup banyak sehingga memang produktifitas membaca dan menulis saya agak meningkat.

Seiring berjalannya waktu, saat sudah terjun ke dalam dunia kerja, produktifitas literasi saya menurun drastis. Memang karena dua pengaruh,  yakni jam kerja yang cukup padat dan manajemen waktu yang kurang baik.

Baca juga: Sibuk Kerja dan Tak Ada Waktu Luang untuk Kembangkan Diri, Bisa Jadi Ini Penyebabnya

Tetapi setelah direnungi, dua pengaruh tersebut seharusnya tidak menjadi alasan jika literasi benar-benar mau dijadikan sebagai sebuah gaya hidup.

Saya pun kemudian memahami bahwa sebenarnya saya belum cukup baik dalam menjadikan literasi (budaya membaca dan menulis) sebagai gaya hidup.

Dari pengalaman yang telah dilewati, saya cukup belajar bahwa saya belum memiliki gaya hidup literasi yang baik karena masih dipengaruhi atau dimotivasi oleh tiga hal ini, yaitu:

Pertama, Membaca dan menulis hanya untuk mengisi waktu luang semata.

Harus saya akui bahwa ketika di bangku perkuliahan, waktu luang yang saya miliki cukup banyak sehingga produktifitas literasi saya pun kian melonjak.

Namun apa daya, saat masuk dunia kerja dan diliputi banyak kesibukan kerja, produktifitas literasi menurun. Ini adalah tanda bahwa saya belum konsisten menjadikan literasi sebagai gaya hidup.

Motivasi saya masih dikendalikan oleh waktu luang yang ada. Jika ada waktu senggang barulah produktif, jika tidak maka kurang produktif.

Sebenarnya jika literasi sudah menjadi gaya hidup seseorang maka tidak ada lagi alasan waktu luang tidak ada. Justru akan menjadi aneh apabila satu hari tanpa literasi.

Dalam benak seharusnya sudah tertanam motto bahwa "tiada hari tanpa literasi". Dengan begitu,  walaupun sesibuk apapun kegitan setiap hari,  tetap ada waktu khusus untuk konsisten terhadap literasi.

Kedua, Membaca dan menulis hanya jika mood lagi enak.

Ada sebagian orang mengatakan bahwa mood enak itu akan ada jika punya waktu luang yang banyak.

Menurut saya, membaca dan menulis hanya pada saat mood lagi enak itu tidak ada hubungannya dengan seberapa banyak waktu luang yang tersedia.

Sering saya rasakan bahwa terkadang jika ada waktu luang yang meskipun banyak tersedia, tapi belum tentu didukung oleh mood yang baik agar literasi itu akan berjalan efektif. Sebaliknya, ada saat dimana terjadi bahwa tidak ada waktu luang tetapi punya keinginan untuk membaca dan menulis.

Sebenarnya seseorang yang sudah memiliki gaya hidup literasi yang baik, kebiasaan membaca dan menulis ini tidak lagi dikendalikan oleh mood. Entah Moodnya baik atau tidak, membaca dan menulis tetap konsisten dilakukan.

Ketiga, membaca dan menulis hanya untuk menarik perhatian dan mendapat pujian orang lain.

Jujur, dulu saya cukup merasakan hal ini saat awal-awal kuliah. Motivasi  membaca dan menulis saya masih cenderung hanya sekedar untuk terlihat keren di mata orang lain.

Pamer sini sana, walaupun tidak terlalu berlebihan juga sih, tapi tetap saja saya sadari sekarang bahwa motivasi yang dulu itu benar-benar 'labil " atau kekanak-kanankan sekali, hehehe..  

Beruntung hal ini mulai perlahan-lahan berkurang seiring semakin dewasa dalam karakter dan pola pikir.

Bagi seseorang yang telah dewasa secara pola pikir, gaya hidup literasi dapat dijalankan dimana saja dan dalam keadaan apa pun. Tidak harus dilihat atau dipuji orang. Pun tak perlu bergantung pada penilaian dan perhatian orang lain.

Menurut saya, membaca dan menulis sudah menjadi gaya hidup yang baik berarti sudah menjadi kebiasaan/rutinitas dan disiplin.

Gaya hidup berarti sesuatu yang ditekuni itu sudah terbiasa dilakukan karena sudah menjadi hal yang biasa. Kalau sudah terbiasa berarti akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan inilah yang menjadi sebuah gaya hidup.

Akan terasa ada hal yang kurang atau berbeda setiap hari jika melakukan aktifitas lain tanpa ada waktu khusus untuk berliterasi. Sebab telah menjadi gaya hidup.

Sejak dulu saat baru memulai kebiasaan literasi,  tiga hal ini yang menjadi pergumulan saya. Seiring berjalannya waktu motivasi tersebut satu per satu perlahan mulai sirna.

Kini yang masih menjadi pergumulan saya adalah bagian yang kedua. Masalah mood. Waktu luang tidak terlalu menjadi masalah lagi. Karena saya sudah menyediakan waktu khusus untuk membaca dan menulis setiap hari. Akan tetapi kalau sudah dihadang oleh masalah mood berarti waktu khusus selalu diabaikan.

Bahkan di hari sabtu dan minggu pun yang merupakan saat-saat tidak berkantor sehingga benar-benar waktunya banyak tersedia, jikalau masalah mood yang menjadi pergumulan maka waktu senggang itu akan menjadi mubazir atau sia-sia belaka.

Inilah sedikit berbagi pengalaman dalam proses menjadikan literasi sebagai gaya hudup. Bagaimana dengan anda?  Apakah pernah merasakan hal yang sama,  atau ada hal lain.

Salam Literasi

Kupang, 20 Mei 2021
Tonny E. N

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun