Sebagai seorang karyawan swasta, boleh dibilang bahwa masa kerja saya selama berkiprah di dunia kerja baru seumur jagung.
Bulan Agustus 2021 ini barulah genap waktu 2 tahun saya mengabdi bekerja di salah satu perusahaan swasta. Walaupun demikian, tapi setidaknya sudah memiliki sekelumit pengalaman dan pelajaran berharga.
Ada sejumlah perbedaan dan perubahan cukup signifikan saat masuk dalam dunia kerja. Perubahan yang dimaksud sebenarnya mau dikatakan kurang baik juga bagi diri saya, karena sebagian hal positif yang biasanya ditekuni sejak dulu perlahan-lahan mulai menyusut.
Salah satu contoh konkrit yang saya alami adalah menurunnya produktivitas literasi membaca dan menulis.
Sewaktu kuliah dulu, khususnya semasa semester akhir, saya akui bahwa produktivitas membaca dan menulis saya cukup progresif karena banyak waktu luang yang tersua.
Namun, fakta berkata lain, seperti kata pepatah bahwa "hidup itu seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah", produktivitas literasi saya menurun cukup drastis semenjak terjun di dunia kerja.
Di sini bukan berarti bahwa dunia kerja memberi imbas negatif bagi diri saya. Sebenarnya yang harus diakui adalah karena dari pribadi saya lah yang kurang baik dalam memanajemen diri dalam bekerja.
Ini hanya salah satu contoh konkrit pengaruh dunia kerja dalam gaya hidup dan aktivitas keseharian saya yang benar-benar dialami.
Mungkin para pembaca yang juga sementara bergelut di dunia kerja pun mengalami hal yang sama atau lebih dari itu ada hal lain. Misalnya waktu bersama keluarga yang minim, tidak sempat belajar musik, bahasa dan berbagai aktivitas produktif lainnya yang selalu tertunda.
Sedikit sharing pengalaman. Saat awal-awal dalam dunia kerja, saya lebih cenderung fokus 100% hanya pada aktivitas kerja. Pulang kerja sering hingga larut malam.
Konsekuensinya adalah hal-hal positif lain yang seharusnya saya tekuni dan eksplorasi akhirnya terabaikan. Misalnya seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa produktivitas literasi saya yang perlahan-lahan mulai mengendur.
Hampir tidak ada alokasi waktu untuk membaca dan menulis lagi, sebab selepas pulang kerja, waktu tersisa yang saya pakai hanya untuk istirahat.
Hingga akhir-akhir ini saya pun merenungkan kembali masa-masa kejayaan produktivitas literasi yang baik semasa kuliah dulu.
Timbul niat yang kukuh dalam benak bahwa saya harus memulai kambali kebiasaan itu. Membangun dan memelihara kembali produktivitas literasi sehingga menjadi sebuah gaya hidup yang positif.
Sebab tidak bisa dielakkan bahwa literasi memiliki sejuta manfaat bagi diri sendiri yang sebenarnya juga sangat amat berguna di dunia kerja.
Saya pun menyadari bahwa ada 2 alasan esensial dan krusial yang menjadi penyebab.
Ujung-ujungnya malah kelelahan, kecapaian dan tidak mempunyai energi ekstra untuk melakukan hal positif lain.
Sebenarnya perlu bijaksana. Saya sering diberi saran oleh teman kerja dan teman semasa kuliah agar bijak dalam menentukan volume kerja.
Bijaksana dalam hal ini, yakni bekerja menyesuaikan dengan porsi kekuatan dan kemampuan diri. Sebab, misalnya saja jika jatuh sakit maka kita sendiri yang rugi. Rugi uang, rugi waktu dan rugi kesempatan.
Seharusnya ritme kerja diatur sedemikian rupa sehingga progres kerja yang dicapai selalu stabil dan perlahan-lahan naik, bukannya nanti malah menurun.
Meminjam kata pepatah orang Kupang, yaitu "jang panas-panas ta'i ayam sa", dalam artian bahwa "kita tidak hanya luar biasa baik di awal saja, tapi progres akan menurun seiring waktu".
Pengaruh kedua, yaitu manajemen waktu yang tidak tepat. Sejauh ini masalah pengaturan waktu dan jadwal penyelesaian tugas-tugas di kantor, boleh dikatakan dapat saya lakukan dengan baik.
Permasalahannya adalah saya kurang bijak dalam menentukan volume kerja dan mengatur alokasi waktu untuk diisi dengan hal-hal positif lain di luar jam kerja.
Apalagi saya adalah tipe orang pekerja yang cukup perfeksionis. Mengerjakan sesuatu harus total dan tuntas. Hal ini yang membuat saya kadang pulang kantor selalu molor jika pekerjaan masih menumpuk dan sudah dikejar deadline.
Kadang terlalu memaksakan diri hingga kondisi fisik sudah kurang fit karena banyak energi yang terkuras.
Seharusnya bagaimana pun perlu ditetapkan target waktu untuk setiap item tugas dan berusaha untuk merealisasikannya sesuai porsinya.
Seperti contoh, jam sekian saya sudah harus selesai mengerjakan tugas A, B dan C. Jam sekian saya sudah harus pulang. Jam sekian saya harus buat ini atau itu (membaca dan menulis misalnya).
Jadi kuncinya adalah bijaksana dalam mengukur volume dan alokasi jam kerja. Jika hal ini sudah diatur sebijak mungkin sesuai porsi diri maka hal positif lain di luar jam kerja pun bisa diatur untuk dimanfaatkan untuk menambah faedah bagi diri sendiri.
Salah satu upaya untuk menjadikan budaya literasi sebagai gaya hidup adalah selalu punya waktu khusus untuk meningkatkan kemampuan literasi.
Membangun mindset bahwa bukan soal ada atau tidaknya waktu luang yang tersisa, tapi bagaimana cara menyisihkan waktu untuk dimanfaatkan dengan baik.
Inilah yang sementara saya perbaiki dan mulai bangun perlahan-lahan meski sulit untuk memulai. Yakin pasti bisa. Jika Anda juga merasakan pengalaman yang sama cobalah agar mulai bijak-bijak dalam menyikapinya.
Salam..
Camplong, 15 Mei 2021
Tonny E. N
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H