Membangun sebuah komunikasi dan interaksi yang intim, intens, erat dan akrab dengan orang lain, hampir dipastikan merupakan keinginan setiap orang dalam menjalin suatu hubungan, baik dalam hubungan berpacaran maupun hubungan rumah tangga antara suami istri yang melibatkan dua individu, hingga hubungan yang melibatkan lebih dari dua orang pada suatu kelompok interaksi dalam lingkungan tertentu.
Misalkan dalam lingkungan rumah tangga antar anggota keluarga, pergaulan/persahabatan dalam lingkungan umum, lingkungan sekolah, tempat kerja dan sebagainya, komunikasi merupakan hal paling mendasar yang perlu dibangun untuk saling berinteraksi dengan orang lain.
Cara komunikasi sebagian besar orang dalam kelompok tertentu yang kadang ditemui saat ini, sering dilakukan seenaknya terhadap sesama yang menjadi lawan komunikasinya, tanpa memahami dampak negatif yang mungkin saja akan meretakkan keutuhan relasinya ke depan.
Komunikasi pada hakikatnya harus digunakan sesuai dengan fungsinya yakni untuk memberikan informasi, mendidik masyarakat/sesama, mempengaruhi masyarakat dan menghibur masyarakat, seperti menurut pendapat Onong Uchiana Effendi dalam bukunya yang berjudul Dimensi-dimensi komunikasi.
Namun faktanya, kadangkala komunikasi digunakan tidak sesuai dengan fungsinya, melainkan  dieksploitasi untuk hal-hal menyimpang atau bersifat negatif untuk memuaskan kepentingan pribadinya yang egois.
Seharusnya komunikasi digunakan untuk mendidik sesama, namun kenyataannya digunakan untuk menghakimi dan merendahkan orang lain.
Seharusnya komunikasi berfungsi untuk menghibur, tetapi yang terjadi adalah malah komunikasi dipakai untuk menyakiti dan melukai hati orang lain.
Komunikasi yang terjadi nampaknya mulai bersifat paradoks.
Komunikasi seakan-akan digunakan untuk tujuan yang mulia yakni mempererat hubungan dalam lingkungan persahabatan atau pergaulan dengan cara "Bercanda" namun faktanya, sesama yang menjadi lawan bicara seakan-akan merasa ditindas, dihakimi, disakiti, dilukai, diremehkan dan direndahkan.
Apakah ini yang dinamakan "bercanda" untuk mempererat relasi atau hubungan dan interaksi dalam kelompok?
Tidak disadari dan tidak disangka-sangka sesama kita telah menjadi korban "Bully".
Saat ini, "Bercanda" dan "Bully" seakan-akan malah tidak memiliki perbedaan sama sekali atau sama saja. Bercanda = Bully, sehingga ketika satu pihak melakukan bully maka si pelaku akan menganggapnya sebagai hal biasa, hanya bercanda. Padahal faktanya Bully memang pada dasarnya bersifat negatif.
Hal ini disebabkan oleh kebiasaan turun-temurun yang hingga kini mungkin sudah dianggap lumrah.
Oleh karena itu, sebenarnya apa perbedaan keduanya, antara sikap "Bercanda" dan "Bully" sehingga perlu dipahami, mana yang tidak boleh dilakukan dan yang seharusnya dilakukan dalam lingkungan sosial?
Ada tiga perbedaan mendasar yang perlu diketahui dan dipahami, yakni:
Pertama, "Bercanda" bersifat "Menghibur".
Orang yang benar-benar ingin bercanda tidak mempunyai motivasi lain, selain membuat orang yang ia ajak bercanda tersebut tersenyum dan tertawa bahagia tanpa merasa tersinggung.
Sebaliknya, "Bully" bersifat "Menyakiti".
Hal ini merupakan kontradiksi dari sikap bercanda. Orang yang membully biasanya sengaja menyinggung dan menyakiti perasaan orang lain. Mulai dari menyakiti secara fisik dan mental orang lain.
Kedua, "Bercanda" untuk "Mempererat Hubungan".
Orang yang senang bercanda biasanya ingin mengajak seseorang untuk berteman dengannya, bahkan hingga akrab. Apalagi orang tersebut adalah orang yang baru ia kenali atau termasuk karakter orang yang sulit diajak bercanda.
Sebaliknya, "Bully" hanya akan "Merenggangkan dan memutuskan hubungan".
Jangankan untuk membangun hubungan atau pertemanan yang lebih akrab dengan orang baru, teman lamanya saja sebagaiannya akan malas untuk berteman, bahkan mungkin cenderung menghindar dari hadapan sang pelaku.
Terakhir, "Bercanda" untuk "Mencairkan suasana".
Orang yang suka bercanda biasanya sekedar ingin membuat suasana di sekitarnya lebih hangat dan santai.
Sebaliknya, "Bully" hanya akan "Mengacaukan keadaan".
Orang yang motivasinya ingin membully seseorang, walaupun perkataan awalnya terasa lucu dan biasa saja namun ujung-ujungnya mengarah kepada hal-hal yang akan menjatuhkan sasarannya. Ia akan merusak atau mengacaukan keadaan.
Kesimpulan
Oleh karena itu, pahamilah ketiga perbedaan  dalam kedua sikap tersebut dan lakukanlah komunikasi yang sewajar-wajarnya sesuai dengan fungsinya.
Bercandalah namun dengan bijak, karena jika dilakukan dengan berlebihan pun akan memberi dampak yang negatif.
Sebaliknya usahakanlah agar tidak ada sikap membully orang lain dalam keadaan apapun.
Â
Salam...
Kupang, 20 November 2018
Tonny E. N
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H