Mohon tunggu...
TONI PRATAMA
TONI PRATAMA Mohon Tunggu... Administrasi - Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Daerah Bangka Selatan

Saya mulai fokus menulis sejak tahun 2023 dengan menerbitkan 2 buku solo dan belasan buku antologi. Salah satu karya saya berupa novel diterbitkan penerbit Bhuana Ilmu Populer (BIP) Gramedia Group. Prestasi yang pernah saya raih yaitu juara 1 lomba menulis cerita rakyat yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Arsip Bangka Belitung tahun 2023. Menulis dan membaca tentu menjadi kegiatanku saat waktu luang. Semoga bisa terus berkarya, karena ada kalimat yang sangat menginspirasiku: JIKA KAMU INGIN MELIHAT DUNIA MAKA MEMBACALAH, JIKA KAMU INGIN DILIHAT DUNIA MAKA MENULISLAH!

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Aku Tidak Ranking Satu Lagi, Pa!

24 Juli 2024   11:12 Diperbarui: 24 Juli 2024   11:14 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku Tidak Ranking Satu Lagi, Pa!

"Pa, aku ranking 2," kata si Elgreen setibanya di rumah pulang dari acara pengambilan raport.

"Yeahhh...! Selamat ya! Semangat!" sahutku dengan antusias.

"Kok yeahhh sih, Pa? Kan aku nggak ranking satu lagi?" raut wajah anak sulungku itu terlihat tidak senang bercampur was-was.

"Bukannya ranking dua adalah prestasi yang luar biasa juga?" tanyaku sambil tetap tersenyum.

"Papa tidak marah?" dia keheranan dengan reaksiku.

"Kenapa mesti marah? Bukankah malah mesti kita rayakan?" tanyaku balik.

"Hmmm... dulu si Angel diomelin habis-habisan sama papanya gara-gara rankingnya turun," kata Elgreen membandingkan kasusnya dengan sepupunya.

"Rasa sayang papa tetap utuh dan tidak berkurang setitikpun. Apa pun prestasimu, kamu tetap anak papa yang hebat," jelas aku panjang lebar.

"Makasih, ya, Pa!" anakku memelukku.

"Malam ini kita ke caf mana?"

"Ke Gladok aja, yook, Pa! Elgreen mau makan rice bowl-nya."

"Boleh!"

Percakapan siang itu selalu berkesan di hatiku dan anak perempuanku itu. Selama ini, si Elgreen memang terbiasa menduduki peringkat teratas di kelasnya. Baru kali ini nilainya sedikit menurun. Tapi sejak awal dia memasuki dunia sekolah, kami sebagai orang tua tidak pernah "menuntut" segudang prestasi darinya. Bagi kami, ilmu dan akhlak jauh lebih penting ketimbang deretan angka bagus di raport.

Penerapan nilai moral dan integritas menurut kami perlu lebih ditekankan kepada anak-anak kami. Suatu ketika ia pernah bercerita bahwa ia melihat beberapa temannya melakukan kecurangan saat ulangan dengan menyontek. Bahkan beberapa tugas sekolah yang diberikan oleh guru, hanya di-copy paste oleh kebanyakan temannya. Hasilnya, Elgreen agak kesal karena nilai hasil menyontek teman-temannya bagus-bagus bahkan lebih bagus dari nilainya. Aku hanya menyampaikan ke dia,"Tingginya nilai sebuah hasil ulangan akan menjadi berarti jika dibarengi dengan tingginya nilai kejujuran. Elgreen harus punya prinsip, karena hanya orang yang berintegritas nantinya yang akan sukses dan bahagia dalam kehidupan."

Berkaca dari pengalaman, ijinkan saya berbagi tips dalam menyikapi prestasi anak:

  • Berikan anak kita kebebasan

Mungkin saja selera dan pandangan hidup kita berbeda antara kita selaku orang tua dengan anak-anak kita. Maklum saja, zaman saja berubah, otomatis pola pikir dan perilaku generasi sesudah kita juga mengalami perubahan. Dulu kita suka musik mellow seperti Ebiet G Ade, Tommy J Pisa, atau Betharia Sonata dan Nia Daniaty. Anak-anak kita sekarang sukanya musik jingkrak-jingkrak seperti para musisi K-Pop, sebut saja BlackPink dan BTS. Hargailah perbedaan ini! Berikan kebebasan mereka untuk berekspresi! Sejauh tidak melanggar kesusilaan dan merugikan siapa-siapa, sah saja mereka mengekspersikan diri.

Termasuk soal pelajaran, Pendidikan dan cita-cita, bukalah ruang untuk anak menyampaikan keinginannya yang mencerminkan bakat dan minat dia! Tugas kita hanyalah memberikan pandangan yang jelas mengenai segala macam pilihan hidup yang ada, berikut dengan segala resiko dan konsekuensinya. Selebihnya, berikanlah mereka kebebasan untuk memilih sendiri masa depannya. Mau jadi apa dia, seratus persen adalah hasil keputusannya sendiri sehingga dia sadar dan bertanggung jawab penuh atas hidupnya.

Saya percaya, dengan adanya kebebasan tersebut, anak kita akan menjadi lebih bijak. Bukankah setiap insan manusia, termasuk anak-anak, semuanya ingin hidup bahagia? Dia pasti lebih tahu apa arti kebahagiaan versi dirinya sendiri.

  • Apresiasi setiap buah hasil usahanya

  •        Menghargai jerih payah anak bukan berarti harus membelikan barang-barang mewah untuknya. Sejujurnya anak membutuhkan sesuatu yang lebih berharga ketimbang barang yang bisa dibeli di toko atau mal. Anak kita lebih butuh senyum, pelukan, dan ucapan selamat yang keluar dari bibir dan hati orang tuanya. Sesuatu yang tidak punya label harga, namun efeknya jauh lebih berharga dari semua wujud kado yang ada di dunia ini. Apalagi apresiasi itu diberikan kala anak kita dalam kondisi terpuruk oleh sebuah kegagalan prestasi. Tiada obat yang lebih mujarab ketimbang senyuman pemberi semangat untuk bangkit dari mama papanya. Tidak lebih dari itu.

  • Keteladanan dan contoh nyata
  • Aku cukup terkejut saat anakku tiba-tiba menyodorkan sejumlah halaman hasil imajinasi dia dalam bentuk novel fiksi remaja. Memang selama ini aku sering melihat dia asyik mengetik di laptopnya. Tapi aku kira dia sedang mengerjakan tugas sekolahnya. Ternyata anakku sedang menuangkan isi kepalanya menjadi sebuah karya yang cukup menarik. Aku baca buah pikirannya selembar demi selembar. Dan saya semakin terkejut bahwa gaya menulisnya cukup baik untuk ukuran anak sekolah dasar kala itu.

  • Ternyata selama ini, anakku melihat kebiasaan aku membaca dan menulis. Ketahuilah bapak ibu sekalian, anak kita diam-diam mengamati kita juga lho! Apapun yang kita katakan dan lakukan akan menjadi sumber inspirasi bagi mereka. Jadi, menurutku, satu-satunya cara untuk mengajaknya belajar dengan sungguh-sungguh adalah memberikan contoh bahwa kita juga terus mempelajari hal-hal baru. Dengan demikian, dia akan menyimpulkan bahwa orang tuaku saja masih belajar, masa aku nggak?

  • Demikian beberapa tips dari saya, semoga bermanfaat! Semoga anak-anak kita menjadi tunas bangsa yang lebih baik dari kita semua. Sebuah pepatah kuno mengatakan bahwa seorang guru yang sukses adalah seorang guru yang dapat mencetak murid yang lebih sukses darinya. Jadi, orang tua yang baik adalah orang tua yang dapat membimbing anaknya menjadi lebih baik darinya. Setuju?

  •       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun