"Hmmm.. Sungguh aneh! Anaknya Pak Amir dan Bu Siti juga mengalami sakit yang sama," Pak Kades tertegun kebingungan.
"Saya dengar anaknya Pak Yanto juga sakitnya begitu, Pak," Pak Toha berkata dengan sedih.
Beberapa minggu ini, desa Pasir Putih terusik oleh berbagai macam kejadian aneh. Banyak warga yang jatuh sakit dengan gejala penyakit yang aneh seperti terganggu tidur dengan kecemasan berlebihan. Ada yang tiba-tiba berubah jadi orang murung, tidak mau bicara, makan, maupun minum, serta merasakan kesepian yang mendalam. Seolah mengalami depresi yang akut.Â
Selain banyak yang mengalami penyakit kejiwaan, ada juga warga yang mengeluh ladangnya gagal panen karena diserang hama. Sebagian lagi meratapi kebunnya kering kerontang akibat kemarau panjang. Belum lagi sering terjadi angin ribut padahal tiada hujan. Rumah-rumah penduduk banyak yang menjadi rusak diamuk puting beliung. Entah mengapa semua malapetaka itu datang silih berganti. Seakan alam sedang menunjukkan kemarahannya.
Padahal sebelum semua masalah itu terjadi, masyarakat desa Pasir Putih hidup rukun dan damai. Desa yang indah permai ini terletak di ujung tenggara kabupaten Bangka Selatan. Kebanyakan warga desa setempat hidup dari bercocok tanam dengan berkebun dan berladang. Lada dan gula kabung merupakan produk unggulan yang terkenal dari desa ini. Selain itu, pesona yang teristimewa dari desa yang sejahtera ini adalah adanya pemandangan pantai yang sangat indah. Pasir putihnya menawan hati serta air laut nan biru dihiasi batu-batu granit yang memesona.
Namun, belakangan ini sang Kepala Desa sangat dipusingkan dengan segala musibah yang menimpa warganya. Ia pun memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa, Penguasa Langit dan Bumi. Saat sedang berdoa dengan khusyuk, terdengarlah suara gaib dari sosok lelaki tua berjubah putih dan bercahaya terang.Â
"Wahai Ananda, sesungguhnya semua masalah yang datang adalah akibat ulah manusia sendiri. Tahukah Ananda, bahwa desa ini dikenal dengan sebutan Pasir Putih karena sepanjang pantai di desa ini dianugerahi pasir surgawi yang putih bersih?"
Sosok itu membelai jenggot putihnya yang panjang hingga ke dada, kemudian melanjutkan wejangannya.
"Keindahan pantai di desa ini menarik hati para Peri sehingga dijadikan tempat pemandian mereka. Namun kalian telah mengotori tempat kesayangan para Peri itu dengan sampah yang menggunung. Saat ini para Peri sangat marah sehingga terjadilah musibah ini."Â
"Apa yang harus kami lakukan agar semua malapetaka ini dapat berlalu, wahai Dewata yang agung?" tanya Pak Kades di tengah keputusasaannya.
Sosok lelaki tua itu menghela nafas panjang dan menggelengkan kepalanya dengan lemah.