Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah eksistensi hukuman mati ini pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita yang baru yang diatur pada UU Nomor 1 Tahun 2023? Pada KUHP yang baru dan akan mulai berlaku 2 Januari 2026, hukuman mati tidak lagi dimasukkan sebagai bagian dari pidana pokok, melainkan adalah pidana yang bersifat khusus untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang yang selalu diancamkan secara alternatif. Diancamkan secara alternatif artinya pidana mati selalu disertai dengan pilihan pidana lainnya seperti penjara seumur hidup atau penjara selama 20 tahun.Â
Ada semangat negara untuk mengeliminir pelaksanaan hukuman mati (meskipun belum dihapuskan). Bahkan pada Pasal 100 KUHP yang baru disebutkan bahwa Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan mempertimbangkan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana. Jika terpidana selama masa percobaan tersebut menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
Lalu pada Pasal 101 disebutkan bahwa jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden. Artinya dengan Pasal 101 KUHP baru ini, seorang terpidana mati bisa jadi batal atau tidak dieksekusi. Untuk lebih jelasnya saya buat contoh sebagai berikut: seorang terpidana mati mengajukan grasi kepada Presiden dan permohonannya ditolak pada tahun 2023. Sesuai UU, jika grasi ditolak maka sebenarnya eksekusi mati sudah bisa dilaksanakan. Namun entah karena pertimbangan apa, eksekusi tersebut tidak atau belum dilaksanakan hingga tahun 2033, padahal terpidana ada dalam Lembaga Pemasyarakatan dan tidak melarikan diri. Maka sesuai Pasal 101 KUHP ini, hukuman matinya dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
Secara pribadi saya pun tidak setuju dengan pidana mati, karena salah satu tujuan pemidanaan adalah memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna dan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia. Jika nyawanya sudah dirampas, yang sepenuhnya hanya hak Tuhan, maka tidak ada kesempatan lagi baginya untuk memperbaiki diri. Oleh karenanya saya lebih setuju kepada pelaku kejahatan berat maksimal diberikan hukuman penjara seumur hidup saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H