Mohon tunggu...
Toni Pamabakng
Toni Pamabakng Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Sosial, Hukum dan Pemerintahan

Tenang, Optimis, Nasionalis dan Idealis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Persepsi Atas Rasa Keadilan

16 Februari 2023   07:46 Diperbarui: 16 Februari 2023   07:59 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persepsi tentang "keadilan" itu memang sifatnya subyektif dan relatif. Tidak ada keadilan abslout yang sama rata sama rasa sama suka.

Pengadilan kita baru2 ini sudah selesai memutuskan kasus yang menarik perhatian publik. Saya sendiri tidak terlalu tertarik mengikuti sidang2 tersebut, karena sudah terlalu bosan mendengar cerita panjang kasus ini di media. Saya pun memprediksi jika persidangan tidak akan mampu mengungkap motif yang sesungguhnya. 

Dan prediksi ini terbukti, dalam putusan Hakim hanya menyebut, motif perbuatan  Terdakwa utama adalah SAKIT HATI. Tapi sakit hati karena apa, sampai kini tidak terungkap secara tuntas dan jelas. Jaksa dan Hakim berpendapat yang sama, motif tidak harus dibuktikan, yang penting perbuatan para Terdakwa memenuhi unsur2 yang diatur pada pasal 340 KUHP yang menjadi dasar dakwaan.

Res judicata pro veritate habetur, putusan hakim harus dianggap benar. Iya, walau bisa saja Hakim khilaf atau salah menerapkan hukum, putusannya harus dianggap benar dan dihormati, kecuali jika kemudian hari dinyatakan sebaliknya oleh putusan pengadilan yang lebih tinggi kedudukannya (Pengadilan Tinggi sampai Mahkamah Agung).

Publik juga kadang "khilaf" tentang rasa keadilan. Ada yang mendukung hukuman berat atas terdakwa tertentu, tapi di sisi lain, mendukung juga (bahkan turut larut dalam  euforia kegembiraan) atas hukuman ringan yang dijatuhkan pada terdakwa lainnya. Padahal Terdakwa tersebut adalah seorang EKSEKUTOR.

Konon khabarnya banyak fans-nya, dari gadis2 sampai emak2, mungkin karena si dia ganteng. Saya agak miris juga, seorang eksekutor pembunuhan menjadi idola seperti selebritis. Padahal, terlepas dari apapun, sebenarnya seorang eksekutor sangat layak untuk dihukum berat.

Banyak yang bersimpati karena si dia  disebut "Justice collaborator". Fans si dia lupa bahwa hal tersebut syaratnya adalah jika yang bersangkutan "bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang akan diungkapnya". Sementara si dia adalah pelaku utama, sang eksekutor.

Saya melihat, faktor utama penyebab perkara ini bisa terungkap adalah karena kegigihan Pengacara keluarga korban. Sementara si dia baru "bernyanyi" kemudian. Saya sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum, harusnya tidak masuk justice collaborator. Tapi sudahlah, kita menghormati putusan Hakim yang menyatakan si dia patut  mendapat hukuman yang sangat sangat ringan karena memenuhi syarat sebagai justice collaborator.

Ada juga yang menganggap wajar hukuman sangat2 ringan karena si dia di bawah perintah. Namun di fakta persidangan, terbukti ada Terdakwa lain yang diperintah untuk menembak namun berani menolak perintah tersebut. Ironisnya, si dia malah dihukum lebih berat, 13 tahun penjara, lebih berat dari tuntutan Jaksa 8 tahun.

Begitulah, kisah ini belum usai. Masing2 kita (dan bahkan masing2 aparat penegak hukum) punya persepsi dan rasa keadilan yang berbeda. Putusan Pengadilan Negeri pun belum berkekuatan hukum tetap karena Terdakwa yang dihukum berat nampaknya akan mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi. Begitu juga atas Terdakwa yang dihukum ringan dan sangat jauh di bawah tuntutan, Jaksa Penuntut Umum nampaknya akan melakukan Banding juga. Hal ini sesuai SOP internal Kejaksaan Agung, bila putusan Hakim kurang dari 2/3  dari tuntutan, Jaksa diminta untuk mengajukan Banding. Tuntutan 12 tahun penjara, 2/3 nya adalah 8 tahun penjara.

Bersiaplah publik untuk tetap larut dalam kisah ini. Kita tunggu kelanjutan dan kejutan pada setiap episodenya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun