Mohon tunggu...
Dewanto Nugroho
Dewanto Nugroho Mohon Tunggu... -

Mantan penulis naskah iklan ...

Selanjutnya

Tutup

Money

Proaktif Salah Kaprah

18 November 2009   05:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:17 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teman-teman (khususnya yang cowok pasti) yang suka ke Ratu Plaza-Jakarta, mesti pernah mengalami, betapa tidak nyamannya berkunjung ke sana beberapa bulan terakhir ini.  Dari jauh saja sudah kelihatan berjejer di pintu, orang-orang yang memakai seragam (bukan seragam satpam loh).

Begitu kita masuk, yang satu langsung memepet.  "Suvenirnya pak/bu, gratis koq," katanya sambil tangannya menyodorkan sesuatu.  Kalau kita menolak dan berhasil lolos dari dia, pasti beberapa langkah kemudian ada lagi temannya yang coba mencegat kita.  Dulu manusia-manusia proaktif yang senang "menjemput bola" (bolanya konsumen kale) cuma ada di lantai 1, tapi sekarang benar-benar ada di setiap lantai bok.  Naik lantai 2 ada mereka, di lantai 3 ada lagi. Saya pribadi sih jadi males ke Ratu Plaza gara-gara mereka.

Yang belakangan buat saya juga menyebalkan adalah Century (apotik/toko obat).  SPG-nya makin banyak cing.  Dulu mereka cuma beroperasi di dalam.  Jadi, begitu orang masuk, langsung dibombardir bergantian oleh mereka.  Tapi, terakhir saya lihat di Century PIM 1 sama di Lippo Karawaci, astaga...  Saya bener-bener tidak percaya; SPG-SPG itu udah pada mejeng (berderet) di depan pintu, membentuk pagar betis, persis kalau lagi ada tendangan bebas di sepakbola.  Bedanya, yang saya lihat di Century itu, tangan mereka tidak dipergunakan buat melindungi 'benda kesayangan mereka'.

Kalau diperhati-perhatiin, keproaktifan atau penjemputbolaan ini sepertinya udah merasuk ke mana-mana.  Lihat saja, kita ke luar dari gang (jalan kaki), tukang ojek yang tadinya di seberang, langsung ngebut dan tau-tau udah di depan kita (padahal kita gak panggil dan sama sekali gak butuh ojek).

Pengamen juga gitu.  Keproaktifan membuat mereka tidak cukup hanya menyanyi di satu tempat dan menaruh topi terbalik/kaleng di muka mereka. Tapi, mereka merasa perlu mendatangi mobil demi mobil, rumah demi rumah, bis kota demi bis kota.

Mungkin buat teman-teman tidak ada yang salah dalam tindakan para pemasar/penjual itu. Tapi, buat saya yang konsumen biasa ini, hal itu "salah besar".  Saya percaya banget, pemasaran yang baik adalah pemasaran yang consumers oriented.  Kalau cara yang ditempuh tidak berorientasi pada pelanggan, suka-suka dan seenak udelnya produsen/penjual serta tidak menghargai privasi konsumen, saya yakin cara-cara proaktif itu bisa jadi bumerang.  Coba deh tanya pada diri kita masing-masing, memangnya kita senang dikejar-kejar? Memangnya kita mau didesak, dipaksa terus menerus?

Selamanya saya akan mendukung pemasaran dengan pendekatan yang elegan; tidak mengganggu siapa pun, tidak menyusahkan siapa pun, tidak bikin sebal.  Percaya deh: kalau barang yang dijual 'baunya harum', pembeli pasti berdatangan, zonder dikejar-kejar.

Lihatlah sejenak ke negara-negara maju. Pasti banyak contohnya "pemasaran yang elegan" itu.

Sekian (pendapat dari konsumen biasa yang gak ngerti marketing)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun