Saya lebih sepakat jika jumlah sekolah negeri terbatas, maka biarkan proses seleksi masuk sekolah berdasarkan mekanisme pasar dengan model seleksi, sehingga akan memunculkan semangat kompetisi siswa/i untuk rajin belajar. Hapus rekrutmen siswa/i model zonasi, ini justru terkesan tidak proporsional. Biarkan anak - anak belajar dengan giat untuk untuk bisa sekolah di tempat yang mereka inginkan. Jika mau adil, atur biaya pendidikan semua sekolah harus murah, guru upahnya tinggi dan sebar guru - guru yang kompeten ke sekolah - sekolah desa yang tertinggal.
Sekolah yang tidak mau bergerak maju biarkan dia redup dengan sendirinya, guru yang tidak punya kemampuan paedagogik biarkan dia tergerus dengan tergeser dengan sendirinya. Karena guru ini profesi yang mulia dan saya meyakini tidak semua orang bisa menjadi guru.
Jangan lupa atur juga jumlah kebutuhan guru jurusan pendidikan agama, kampus swasta jangan bangga kalau mahasiswa baru yang masuk jurusan pendidikan agama banyak. Negara ini sudah swasembada sarjana pendidikan agama, sampai sakit gigi saja kita mesti antri jadwal karena sangking sedikitnya jumlah dokter gigi. Ya, kita harus senang hidup dengan cara mengingat mati, berjuang untuk tetap hidup dan bertahan adalah proses ilmiah dan kecukupan ilmu dalam hal - hal praktis. Sarjana jurusan pendidikan agama tidak dibutuhkan dalam hal ini.
Karena pada dasarnya pendidik adalah manusia terdidik yang terus dididik.
Paham to dik, masak gitu aja gak paham!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H