Mohon tunggu...
Tongato
Tongato Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik dan peneliti

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Memimpin dengan Adab, Pelajaran Penting dari Seorang Aktivis

18 Juli 2024   13:15 Diperbarui: 21 Juli 2024   13:55 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Dipo Alam, dalam Pusaran Adab Dipimpin dan Memimpin (Dokpri)

Memimpin dengan Adab, Pelajaran Penting dari Seorang Aktivis 

Membaca buku "Dipo Alam, dalam Pusaran Adab Dipimpin dan Memimpin, Biografi Seorang Aktivis" terbitan Gramedia 2022 yang hampir setebal seribu halaman ada banyak hal menarik. Ada banyak pula pelajaran yang dapat kita petik di dalamnya.

Kita mengenal Dipo Alam, seorang aktivis mahasiswa era 1970-an, era sebelum pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK).  Ia adalah Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) UI setelah Hariman Siregar.

Pada era NKK, aktivitas mahasiswa dibungkam dan Dewan Mahasiswa dibubarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Daoed Joesoef. Hal itu salah satunya untuk konsolidasi kekuasaan awal Orde Baru setelah peristiwa Malari 1974, penolakan terhadap modal asing, khususnya dari Jepang.

Dewan Mahasiswa baru hidup kembali saat Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta kini jadi Ketua Dewan Mahasiswa UGM tahun 1990-an. Kembalinya Dema ini mencapai puncak gerakannya saat menumbangkan Orde Baru yang kita kenal dengan lahirnya era reformasi.

Apa motif Dipo Alam menulis biografi? "Alasan pertama menulis biografi adalah soal kesehatan," katanya.

Baginya, menulis adalah sarana terapi dirinya yang pernah terkena stroke. Menulis yang disertai aktivitas berpikir telah terbukti menyembuhkan stroke yang telah dialami tiga kali dalam hidupnya.

Selain itu, juga ada kegelisahan tentang pentingnya adab dalam kehidupan sosial.

Persoalan adab menjadi bingkai dalam biografi Dipo Alam. Hal ini menarik karena Dipo yang aktivis kemudian menjelma menjadi birokrat setelah menyelesaikan studi kimia di UI dan di AS untuk mengambil doktor.

Sepulang dari AS dia berkarier di LIPI, Bappenas, Kemenko Perekonomian hingga jadi Menteri Sekretaris Kabinet era kedua Presiden SBY. Ada banyak pengalaman hidup yang berkaitan dengan adab dipimpin dan memimpin dalam kurun waktu tujuh presiden dari Bung Karno hingga Pak Jokowi.

Adab berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata benda dari kata kerja adaba, nilai-nilai yang dianggap baik, sopan santun, tata krama. Adab dalam kamus bahasa Indonesia, artinya tingkah laku, akhlak, atau budi pekerti.

Dalam dunia pewayangan, ada dua penjaga adab, yakni Semar dan Togog. Semar menjaga para ksatria Pandawa yang berakhlak baik. Sementara Togog menjadi penjaga moral Kurawa, para durjana.

Keduanya mengemban tugas mulia, hanya saja Semar lebih beruntung karena mengasuh orang-orang baik, sedangkan Togog ditakdirkan mengasuh para begundal moral. Dalam hal ini Cak Nun, menempatkan Dipo Alam dalam posisi sebagai Togog.

Hal tersebut  karena kehidupan birokrasi tidak selalu baik, ada intrik dan permainan kotor. Seperti yang digambarkan gerakan mahasiswa era reformasi dengan istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Terbentuknya KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai extra ordinary, menjadi bukti birokrasi perlu selalu diawasi dan dibenahi.

Bagi dunia pendidikan, buku biografi ini sangat bermanfaat. Apalagi bagi para pendidik yang mendapat amanah mempersiapkan generasi mendatang? Generasi yang akan berperan dalam peradaban bangsanya.

Peradaban suatu bangsa ditentukan oleh dua hal, yakni pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpin yang beradab akan membawa kemajuan masyarakat yang dipimpinnya. Dan masyarakat yang beradab akan memilih pemimpin yang beradab. Jadi tidak ada pemimpin yang baik kalau masyarakatnya juga tidak baik dan sebaliknya.

Dalam agama, adab menjadi hal utama sebelum ilmu. Untuk itu penting kita mengajarkan adab sebelum ilmu. Orang berilmu belum tentu beradab. Dan orang beradab tentulah berilmu.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun