Heei...lihatlah..!! Hampir setiap saat hatiku bersedih. Bukan airmataku yang mengalir. Langit di atas sana yang menurunkan hujan. Bisikku mencoba menipu hatiku. Seperti kerasnya gemuruh di pelataran hatiku. Seperti derasnya arus sungai yang sedang banjir, demikianlah deras hujan, demikian pula derasnya airmata mengalir di hatiku. Seperti biasa aku termangu di depan pintu di lantai atas rumahku. Bayu bertiup sedikit meniupkan sejuknya di hatiku. Kutatap tetes-tetes hujan dari celah-celah genteng lantai bawah sembari hatiku berkelana pada suatu tempat. Tempat dimana seharusnya aku berada di sana saat ini  jika saja aku tidak pergi. Kupejam mata. Ada penyesalan saat kubuka. Berbait kalimat terucap pun tak kan mampu mengembalikan haru ini. Terus saja kupejam mataku seolah-olah tidak pernah tampak. Kuandaikan sebagai ilusi agar hatiku tidak terusik.
Kuakhiri cemoret ini agar otakku beristirahat di peraduannya. Kusempatkan memutar kembali nyanyian kita sebelum aku turut membaringkan diri di peraduan.
And cause I give all Me. Only You!!
And cause (I hope) You give all You. Only Me..
You crazy and I...
Lebih tepatnya seperti itu. Kegilaan yang benar-benar gila, hingga aku merasa tergila-gila sendiri. Dan aku jadi gila meskipun sesungguhnya aku merasa hidup dalam setiap lirik yang pernah kau tulis.
Hanya untukmu...
Begitu melodi yang kau ciptakan lewat tulisan yang sama. Aku merasa hidup karena hampir setiap ahad kau mengajakku menyusuri jalan kenangan. Entah berapa lama lagi masih dapat kurasakan kehangatan anganku. Hampir setiap desah nafas yang kuhirup seakan hampir berakhir. Seakan hanya itu desah nafas yang dapat kuhela dan kuhembuskan terakhir kalinya. Sesuatu memaksaku untuk mengangguk, membenarkan apa yang sudah begitu lama terendap di hatiku. Tidak semestinya ini terjadi. Walau bibirmu tidak pernah mempertanyakan perbedaan di antara kita
Pernahkah kau berpikir, suatu saat nanti dapat menjadi mata belati yang siap menikam kita berdua?!
Begitu banyak lintasan yang akan merintangi jalan cerita cinta kita. Â Aku dan ke-aku-an ini sebenarnya tidak ingin mempermasalahkan semua, karena sesungguh cinta, tidak ada yang dapat memustahilkan segala. Tetapi kucoba merefleksikan diriku sejenak. Kukesampingkan rasa ke-aku-an-ku. Aku harus mampu bersikap bijak. Harus bisa menutupi segala rasa ini. Demi kamu! Demi dedaunan yang pernah kusiratkan dalam SMS yang pernah kukirim padamu. Demi kebahagiaanmu!! Sedangkan di sini aku hanya dapat menghitung detik-detik tersisa yang akan kulewati. Dan bersyukur jika detik pertama masih mempersilahkan aku untuk melewati detak-detik berikutnya. Aku masih sadar, hidup hanya penggalan takdir, ia tak kan bisa terputus hanya karena airmata kita. Tidak ada sesuatupun yang dapat merayu agar takdir itu bisa diubah. Aku dan ke-aku-an ku hanya bisa menatap getir. Terkadang hatiku menggugat waktu yang terbuang percuma. Terus saja kucoba bersikap bijak, walau sesungguhnya aku tidak bijak.
Angin petang ini mulai menantang. Aku merasa kalah. Dingin angin memaksaku beranjak. Kurebahkan diri lalu kuselimuti tubuhku. Bayangan wajahmu pun tak mau kalah. Mengintai anganku sembari bersiap-siap menerkam hasratku. Kali ini aku kembali merasa kalah. Angin dan bayangan dirimu memaksa diriku terhempas. Bayangan dirimu dan kerinduan. Angin dingin enggan menepis. Seakan kompak menghajar diriku hingga aku menggigil kedinginan. Mungkin tidak kuperdulikan saja semua perbedaan di antara kita, karena aku tahu kau tidak pernah mempertanyakannya.