Nda, pagi ini aku duduk di bangku kantin yang dulu pernah kita pakai duduk berdua. Ya, sebuah kantin yang pernah mencatat kisah kita. Kau yang tak mau kalah denganku. Â Kau yang enak bila di ajak ngobrol, bercerita dengan berbagai bahan obrolan. Dari cerpen cerpen hangat hingga rentetan cerita politik dalam negeri ini.
Aku kembali menghisap rokok kesukaanmu, Nda. Rokok filter yang sejak dulu tak aku sukai. Memang, aku sengaja membelinya. Sebab, hari ini aku sangat teringat akan dirimu. Kau tahu ingatan ini sangat menggangguku. Betapa tidak, karena setiap aku beraktifitas, selalu ada bayanganmu saja yang muncul.
Entah swbwtulnya sejak dulu, aku tak berfikir tentangmu. Jujur saja, aku tak suka pada perempuan yang tomboi kayak kamu. Namun kini, bisikan setan membangun kerinduan padaku. Rindu akan caramu. Dan perlu kau tahu, Nda, kerinduan ini telah lebih 6 hari menyiks pemikiranku.
Wajah ovalmu, yang membangun manis pada rautmu. Tawamu yang lepas adalah tawa kejujuran. Sebetulnya dalam bayang ini, putih dan kelembutan kulitmu, tak memnersitkan hati inj jatuh hati. Sebab kau jauh dari tipe perempuan yanv aku pilih. Sedikitpun dirimu jauh dari nominasi wanita pilibanku.
Sebetulnya, kalau boleh jujur, kau adalah sosok permpuan yang cantik. Mau bekerja keras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H