Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Secara Sadar Bukan Asal Memulai "New Normal"

23 Juli 2020   06:56 Diperbarui: 23 Juli 2020   07:01 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kemarin ada wartawan bertanya, peningkatan jumlah kasus covid ini karena peningkatan jumlah pemeriksaan atau karena memang benar-benar naik akibat pelonggaran?

Saya jawab: kita harus jujur mengakui, meskipun pahit, bahwa kenaikan ini karena memang benar-benar naik jumlah kasusnya. Faktor kapasitas pemeriksaan tentu ada pengaruh. Tapi bukan yang utama.

Ketika pemeriksaan PCR 5000 ribu per hari, yang positif 500, berarti persentase positivitas adalah 10%. Ketika pemeriksaan mencapai 10 ribu per hari, yang positif 800. Kok naik? Ya, jumlahnya naik. Tapi persentasenya turun dari 10% menjadi 8%.

Ketika pemeriksaan mencapai 20 ribu per hari, yang positif 1200. Kok naik lagi? Iya, tapi persentasenya turun dari 8% menjadi 6%. Ketika pemeriksaan mencapai 30 ribu per hari, jumlah kasus tambah 1500. Jumlah kasus masih naik. Tapi persentasi turun lagi ke 5%.

Harapannya, ketika jumlah pemeriksaannya mencapai 40 ribu per hari, maka pertambahan kasusnya "hanya" 1600. Lho kok masih naik? Iya, tapi itu berarti "hanya" 4%. Setelah 40 ribu per hari berjalan 2 pekan, maka pertambahan baru turun ke 1200, berarti tinggal 3%. Begitu berturut-turut, akhirnya pertambahan makin landai. Memang targetnya adalah di bawah 5%.

Mengapa saya tuliskan sampai 40 ribu per hari? Target yang dicanangkan Kemenkes adalah pemeriksaan terhadap 1 orang per 1000 penduduk per minggu. Dengan kapasitas itu, baru tergambar benar pola dinamika kasusnya.

Saat ini, jumlah penduduk adalah 273.492.454 (berbasis estimasi BPS). Anggap saja 280 juta. Berarti targetnya 280 ribu pemeriksaan per minggu atau 40 ribu per hari. Itu SALAH SATU syarat untuk bisa masuk ke "new normal". Salah satu, karena masih ada syarat lain. Pekan kemarin, tanggal 30 Juni - 6 Juli 2020, baru 3 propinsi yang mencapainya: DKI (3.659), Sumbar (1.484) dan Bali (1.144).

Target tersebut, ada versi lain, yaitu 10 ribu PCR per 1 juta penduduk secara kumulatif. Dengan parameter ini, untuk nasional, baru tercapai 3.627. Diantara propinsi, baru DKI Jakarta yang mencapainya (26.527).

Dari sisi ini saja, maaf, harus kita akui, belum saatnya kita masuk ke "new normal".

Hari-hari ini, rata-rata kapasitas pemeriksaan 20-22 ribu per hari. Jumlah laporan kasus harian meningkat. Persentase positif nya ternyata juga meningkat. Bahkan sempat menyentuh angka 17% dan 21%. Sekarang di kisaran 13-14%. Padahal targetnya di bawah 5%. Belum nampak kecenderungan menurun yang terjaga stabil. Jadi peningkatan tersebut, bukan hanya karena peningkatan kapasitas pemeriksaan. Itu memang konsekuensi logis yang harus kita terima karena pelonggaran.

Tapi kita juga sadar, aspek lain juga harus diperhatikan. Maka kemudian diambil keputusan pahit dan sulit: masuk ke new normal. Harus diakui bersama-sama, bahwa ini TIDAK BERARTI pandemi sudah selesai.

Kenyataan tersebut sebaiknya disampaikan pemerintah secara apa adanya. Bahwa dalam satu syarat saja tentang kapasitas pemeriksaan, kita belum memenuhinya. Belum lagi syarat-syarat yang lain.

Bukan untuk mengendorkan semangat, atau untuk menyudutkan pemerintah. Tapi dengan menerima kenyataan tersebut, lebih mudah bagi kita untuk bersama-sama merumuskan langkah menghadapi new normal dalam kondisi yang sebenarnya belum siap.

Karena itu, salah satu syarat masuk new normal adalah: pastikan masyarakat mematuhi protokol kesehatan berupa sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, pakai masker kain 3 lapis, dan jaga jarak minimal 1 meter. Ini berlaku dalam level individu, kelompok bahkan masyarakat.

Artinya? Kita harus pastikan bersama-sama: sepakat masuk new normal WALAU sadar benar bahwa syaratnya belum terpenuhi. Karena itu saling menjaga agar KEPATUHAN protokol kesehatan dipatuhi semua orang. TERMASUK dan TERUTAMA adalah Para Pejabat dan Tokoh Publik.

Dengan menyampaikan apa adanya, kemudian mengajak dan memberi contoh, maka akan menjadi mudah dalam hal menjaga dan memastikan kepatuhan masyarakat menerapkan protokol kesehatan.

Mangga.

@TDA 12/7/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun