2. Pengalihan aset BPJSK (hasil pengalihan dari PT Askes saat dilikuidasi di 31 Desember 2013 menjadi BPJSK pada 1 Januari 2014) menjadi Dana JKN.
3. Dana talangan (atau apapun nama yang digunakan) oleh pemerintah untuk menjaga Saldo Dana JKN tetap positif.
Dalam beberapa hari terakhir diberitakan bahwa Pada semester I 2017 iuran peserta hanya Rp35,96 triliun sementara klaim Rp41,18 triliun. Artinya rasio klaim 114%. Per Agustus 2017 defisit BPJS Kesehatan Rp8,52 triliun dan hingga akhir tahun ini diperkirakan melebihi Rp10 triliun.
Padahal estimasi di APNB 2017, besaran defisit terbesar pada angka 8,3 T. Besaran itu berbasis asumsi cakupan kepesertaan sesuai target, klaim rasio 99-104%, kolektabilitas iuran 95% untuk PBI dan PPU serta 65-90% untuk PBPU. Kalau di Agustus saja sudah mencapai 8,52 T maka pertanyaan mendasarnya: dimana melesetnya estimasi tersebut? Cakupannya? Kolektabilitasnya? Klaim rasionya?
Kalau klaim rasio, kita kembali bertanya soal serangkaian aturan yang sudah disusun. Hemat penulis, dalam hal ini, jelas tidak mutlak salahnya penyedia layanan. Tetapi lebih pada kenyataan kondisi di lapangan. Soal ketersediaan faskes dan nakes, sesuai dengan standar dan baku mutu, adalah tanggung jawab Pemerintah dan Pemda (UU SJSN dan Perpres JKN). Jelas tidak tepat bisa disandarkan pada semata-mata penyedia pelayanan.
Soal cakupan dan kolektabilitas? Sekali lagi, sebaiknya ini disampaikan terbuka daripada menjadi prasangka.
Saat ini, masalah yang sudah jelas di depan mata adalah menjaga ketersediaan, kelancaran dan kesinambungan JKN untuk akhir tahun 2017. Bila tidak dijaga, maka kepercayaan terhadap program JKN akan terancam.
Selanjutnya, mari bersama perbaiki agar tahun depan tidak terulang lagi terjadinya defisit atau mencegah risiko defisit bertambah berat.
Jadi kuncinya: mari saling terbuka, untuk bersama berbenah diri.
Selamat Hari Kesehatan 12 November 2017.