Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Masih tentang Jasa Pelayanan di Era JKN

4 Juni 2016   08:51 Diperbarui: 4 Juni 2016   10:10 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di luar Kepmenkes, ada beberapa model remunerasi yang dikembangkan. Masing-masing menawarkan model yang juga tetap harus diakomodasi dan diadaptasikan di tempat masing-masing. Ada juga yang menawarkan kombinasi, termasuk dengan menggunakan usulan PB IDI tentang proporsi jasa medis antar spesialis sebagai perbandingan poin agar lebih mendekati harapan. Walaupun tentu saja, besaran sebagaimana usulan PB IDi, belum tentu bisa dicapai. Tetapi minimal proporsi perbandingannya sudah masuk dalam perhitungan. 

Poin pentingnya, sistem remunerasi memang masih terus mencari bentuk, dan jelas bahwa masing-masing Faskes akan memiliki keunikan sendiri. Dalam proses mencari yang semakin sesuai itulah, sangat diperlukan saling keterbukaan. Proses perbaikan juga selalu membutuhkan "pengorbanan" karena merubah sistem remunerasi yang akan diterapkan di sebuah faskes, tidak seperti kita merubah resep masakan di warung. Perubahan resep itu langsung akan berpengaruh dan berefek pada hari itu. Namun perubahan sistem remunerasi di sebuah faskes bergerak simultan dengan proses yang terus berjalan. Karena itu, selalu ada ruang yang mengharuskan pengorbanan dan pengertian dari seluruh yang ada di faskes tersebut. 

Harus kita akui, sejauh ini, suara-suara yang muncul lebih pada saling "meminta" tetapi belum banyak saling "memberi". Mari kita bergerak maju, mari bergerak saling mendekat. Untuk dapat saling mendekat, maka tentu diperlukan pemahaman dan kesepahaman. Untuk bisa menuju ke pemahaman yang sama, tentu saja diperlukan bekal pemahaman awal yang cukup dan mengikuti perkembangan. Untuk bisa paham dan mengikut perkembangan, berarti harus ada kesediaan untuk belajar dari awal. Tanpa itu, maka upaya saling mendekat tentu menjadi berat. 

Bila upaya saling mendekat itu masih berat, maka tidak jarang ujung-ujungnya kita lebih mudah mencari "pelampiasan sesaat" dengan menudingkannya ke banyak arah termasuk ke Program JKN maupun BPJSK sebagai penyebab masalah. Padahal dalam hal pembagian jaspel, seharusnyalah justru BPJSK tidak perlu turut campur dan jangan sampai turut campur. Biarlah itu tetap menjadi wilayah internal dalam rumah tangga faskes sebagai penyedia layanan. 

Mari Move On!

#SalamKawalJKN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun