Pada kondisi yang belum jelas itu, barulah pada Permenkes 28/2014 pada akhir Juni 2014 yang menyatakan bahwa:
1. RS BLUD, mengikuti aturan BLUD.
2. RS Swasta diserahkan kepada pengelolanya
3. RS Pemerintah: jasa pelayanan berkisar 30-50% dari nilai klaim.
Tetap saja regulasi itu belum menjawab dengan tepat, berapa besaran jasa operasional bagi masing-masing tenaga kesehatan. Salah satu alternatif, sebenarnya pada tahun 2010, Kemkes telah menyusun Panduan Remunerasi pada Kepmenkes 625/2010. Artinya, terhadap besaran jasa pelayanan yang akan dibagi, diperhitungkan dengan sistem remunerasi tersebut yang mencakup sisi Dokter, Non-Dokter maupun Manajemen. Namun di lapangan, ada berbagai ragam cara. Apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman tentang “makna tarif INA-CBGs”. Pembahasannya akan menjadi makin panjang.
Minimal penjelasan ini menegaskan kembali bahwa BPJSK tidak terlibat dalam hal pengaturan berapa besaran jasa bagi Dokter dalam skema pelayanan JKN. Regulasi yang ada itu justru ditetapkan agar ada batasan minimal (kalimatnya 30-50%, bukan lagi sebesar-besarnya sekian persen).
Semoga tulisan ini dapat memperjelas duduk masalahnya. Dengan melengkapi informasi ini, jelas bahwa “Perang Kata” itu adalah tidak bermanfaat. Dua-dua pihak harus bisa menahan diri dengan lebih dulu saling memahami. Harus tetap kita ingat, ada empat jari yang menunjuk balik ke diri kita sendiri, ketika telunjuk kita menuding ke pihak lain.
Mari saling berintrospeksi.
Salam Kawal JKN!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H