Hal itu juga sesuai dengan Peraturan BPS no 1/2014 pasal 62:
(1) Peserta dapat meningkatkan kelas ruang perawatan lebih tinggi dari yang menjadi haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan berdasarkan tarif INA-CBG’s dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
(2) Peningkatkan kelas ruang perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan.
Hal yang sensitif, yang harus dibayar oleh pasien adalah "selisih antara tarif INA-CBGs dengan biaya yang harus dibayar karena peningkatan kelas perawatan". Jadi bukan selisih tarif INA-CBGs antar kelas yang termuat dalam Permenkes 69/2013. Perbedaan biaya ketika naik kelas, sangat ditentukan oleh kebijakan di dalam masing-masing RS.
(Catatan: klausul ini kemudian direvisi pada Permenkes 28/2014 terbit 3 Juni 2014, selengkapnya di sini).Â
Prinsip kendali menyatakan bahwa "standar tetap harus dipenuhi secara sama di semua kelas perawatan. Mudahnya, apa yang dinyatakan dalam Standar terapi dan sesuai isi Fornas, tetap harus diberikan di kelas perawatan terendah sekalipun. Peningkatan biaya terjadi karena perbedaan manfaat akomodasi atau non medis.
Tapi, kok ada pasien yang mendapatkan "obat beda" sehingga harus tombok ketika naik kelas? Sebenarnya, tidak harus naik kelas pun, bisa terjadi perbedaan dalam hal ini. Standar tetap harus dipatuhi. Tetapi ada ruang untuk perbedaan yang di luar standar, karena ada klausul permintaan pasien.
Klausul lain itu adalah pasien menghendaki yang di luar ("melebihi") standar. Pasal 22 UU SJSN 40/2004 menyatakan:
(2) Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya.
(3) Ketentuan mengenai pelayanan kesehatan dan urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Dalam penjelasan pasal tersebut, disebutkan: