Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penempatan Kelompok PBI Harus di Puskesmas?

9 Maret 2016   14:34 Diperbarui: 9 Maret 2016   15:25 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Berita KPK"][/caption](Ditulis pertama kali 28 Agustus 2015)

Sejak sebelum dan semakin mengemuka sejak penerapan Norma Kapitasi 2015, muncul pertanyaan "mengapa peserta PBI hanya boleh di puskesmas sehingga klinik dan dokkel kesulitan mencari peserta kapitasi?"

Dari penelusuran diperoleh informasi bahwa dari 9.799 Puskesmas yang tercatat pada Maret 2014, masih ada 4 ribu lebih puskesmas yang memiliki jumlah peserta kapitasi lebih dari 10.000 jiwa. Bahkan ada yang diantaranya lebih dari 30.000 jiwa. Rasio rata-rata adalah 1 dokter untuk 8.860 jiwa. 

[caption caption="KPK 1"]

[/caption] 

Sesuai Permenkes 75/2014 tentang puskesmas, standar SDM menyatakan ada dua dokter umum dan satu dokter gigi. Arah penguatannya adalah rekomendasi rasio 1 dokter untuk 5000 jiwa pada akhir 2014. Ini sesuai road map penguatan faskes primer, yang nantinya diharapkan pada tahun 2019, bisa mendekati 1:3000 (masih lebih tinggi daripada rekomendasi WHO 1:2500). 

Angka 1:5000 ini juga berdasar. Pada perhitungan pelayanan yang diharapkan, angka kunjungan adalah 15% sehingga mendapatkan angka 750 kunjungan per bulan. Bila hari kerja dihitung pada 25 hari, berarti rata-rata adalah 30 pasien per hari. Sesuai KODEKI waktu yang diharapkan untuk pelayanan satu pasien adalah 10 menit (referensi). Berarti diperlukan 300 menit per hari.

[caption caption="KPK 2"]

[/caption]

Menuju Desember 2014, ada target untuk mengurangi jumlah peserta kapitasi puskesmas menuju rasio 1:5000. Dalam proses itu diperlukan re-distribusi sebanyak 51 juta peserta dari Puskesmas ke FKTP lainnya. Untuk menampungnya, diperlukan penambahan 6 ribuan faskes primer. Maka diupayakan perpindahan tersebut. Informasinya, untuk tahap awal pada 2014, dipatok target perpindahan sekitar 20% dari 86,4 juta PBI ke klinik dan dokkel. Tidak pasti berapa yang dicapai, namun nampaknya tidak banyak berhasil. 

Namun, hasil observasi KPK pada akhir tahun 2014 mendapatkan 4 kelemahan pengelolaan kapitasi. Salah satu temuannya adalah: efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan masih rendah. Padahal dana yang disalurkan sangat besar, yakni hampir 8 triliun rupiah per tahun. Namun, perubahan kualitas layanan puskesmas secara keseluruhan belum terlihat secara nyata.

[caption caption="Berita KPK"]

[/caption]

Kedua, aspek pembiayaan. KPK menemukan adanya potensi fraud atas diperbolehkannya perpindahan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari puskesmas ke FKTP swasta. Kasus yang ditemukan KPK, oknum petugas puskesmas mendirikan FKTP swasta. Pasien yang datang, tidak dilayani dengan baik dengan berbagai alasan, tapi justru diarahkan ke FKTP swasta miliknya atau yang berafiliasi dengannya. Ada juga informasi bahwa itu berkaitan dengan penggunaan anggaran negara yang disalurkan kepada kelompok PBI. Kemudian di beberapa daerah, dipahami bahwa peserta PBI tidak boleh pindah ke Faskes di luar Puskesmas. 

[caption caption="Rekomendasi KPK"]

[/caption] 

Rincian rekomendasi KPK itu terbagi dua: kepada Kemkes dan kepada BPJS Kesehatan. Untuk menindak lanjutinya, dari sisi Kemkes, terbit Permenkes 24/2015 tentang Penilaian FKTP Berprestasi. Terbit pada 13 Maret 2015 diundangkan pada 8 April 2015. Dari sisi BPJSK Kesehatan, terbit Peraturan BPJSK 2/2015 tentang Norma Kapitasi 2015 dan Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan. Terbit pada 27 Juli 2015 diundangkan pada 28 Juli 2015. Tentang hal ini sudah dibahas lengkap pada catatan sebelumnya.  

[caption caption="UKP-1"]

[/caption]

[caption caption="UKP-2"]

[/caption]

Pada kedua aturan tersebut, ditargetkan pencapaian rasio dokter:pasien sebesar 1:500. Kemudian dijadikan salah satu dasar untuk penetapan besaran kapitasi. Diharapkan, indikator kinerja tersebut akan mendorong dan mempermudah perpindahan peserta kapitasi dari Puskesmas ke klinik dan dokkel.

Sementara ini, Norma Kapitasi 2015 baru "terasa" pada Puskesmas dan Klinik. Sedangkan untuk Dokkel, belum ada perubahan. Dugaannya, karena Permenkes 24/2015 juga baru memiliki instrumen untuk Puskesmas dan Klinik. Walaupun sebenarnya Instrumen Akreditasi FKTP telah tersusun untuk Puskesmas, Klinik maupun Dokkel. Dugaanya, ke depan memang diarahkan semua FKTP akan membuka pelayanan 24 jam. Nampaknya Dokkel akan diarahkan juga untuk praktek bersama, sehingga mampu mengelola pelayanan 24 jam. Pada perkembanganya, ada penundaan pelaksanaannya, sesuai Peraturan BPJSK nomor 3/2015. 

Dalam pandangan penulis, dengan adanya tindak lanjut dari Kemenkes dan BPJSK tersebut, maka rekomendasi KPK tersebut telah dipenuhi, tentu bila sudah dilaksanakan dengan baik. Tetapi memang ada masalah lain bahwa pada regulasi yang sekarang berlaku, BPJSK tidak berwenang memindahkan peserta kecuali atas permintaan peserta. Pada Permenkes 99/2015 sebagai revisi terhadap Permenkes 71/2013, sudah mulai ada ketentuan bahwa BPJSK berhak menentukan tempat terdaftar bagi seorang peerta baru dengan syarat berkoordinsai dengan Dinkes dan Asosiasi Faskes. Pertimbangannya adalah penyebaran peserta agar tercapai pelayanan yang optimal. Dengan pertimbangan yang sama, pada draft revisi Perpres 12/2013, diusulkan ada mekanisme bagi BPJSK untuk dapat memindahkan seorang peserta meski tanpa permintaan dari peserta. Proses ini tetap harus dengan koordinasi bersama Dinkes dan Asosiasi Faskes. 

Sisi lain, informasi yang penulis peroleh, memang saat ini BPJSK didorong oleh Kemkeu untuk merekrut peserta PPU dari Badan Usaha dan Non-PNS, serta peserta PBPU (Mandiri). Itu pula alasan bahwa Kemkeu melihat bahwa usulan besaran premi belum bisa dipenuhi sesuai usulan BPJSK karena dianggap belum maksimal berusaha merekrut peserta di luar PBI dan PPU (PNS, TNI, Polri). 

Mari kawal JKN!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun