Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Verifikasi Oh Verifikasi: Solusi Penyelesaian Dispute Claim

13 Februari 2016   06:47 Diperbarui: 13 Februari 2016   09:37 1427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Alur Penyelesaian Masalah Klinik dalam JKN"][/caption]

Sebagaimana tergambar dalam tulisan sebelumnya tentang Romantika Dokter & Koding, Proses Verifikasi maupun Berapa lama proses verifikasi, salah satu diskursus hangat dalam JKN adalah klaim yang tertunda. Di lapangan sering disebut pending claim tetapi ada yang lebih nyaman menyebutnya dispute claim. Yang jelas, kondisi tersebut tidak menyenangkan dalam proses pelayanan JKN sehingga diharapkan segera dapat diselesaikan. Dalam satu informasi, klaim yang tertunda itu bahkan nilainya sampai mencapai angka triliun.  

Dalam regulasi JKN, pemahaman penulis ada jalur untuk penyelesaian masalah tersebut. Wadahnya melalui Tim Kendali Mutu Kendali Biaya (TKMKB) secara berjenjang sejak di tingkat paling bawah. Bila tidak terselesaikan atau disepakati di suatu jenjang, maka dibawa ke jenjang yang lebih tinggi. Pada titik akhir, bila tetap tidak sepakat, maka diselesaikan oleh Dewan Pertimbangan Klinis yang dibentuk oleh Kemenkes (Pasal 26 ayat 3 Permenkes 71/2013). 

[caption caption="Pasal 26 Permenkes 71/2013"]

[/caption]

Pada akhir Juni kemarin, Kemkes menerbitkan SE 03.03/X/1185/2015 terkait solusi penyelesaian beberapa kasus yang klaim nya mengalami penundaan. Awalnya, BPJSK melaporkan sekitar 500 kasus yang menimbulkan pertanyaan di lapangan karena belum ada kejelasan aturan kodingnya. Langkah mengajukan 500 poin ini perlu dihargai sebagai upaya positif bersama-sama memperbaiki pelaksanaan JKN.

Terhadap kasus-kasus tersebut, kemudian dibahas oleh Kemkes dengan menghadirkan Organisasi Profesi termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis terkait. Penulis mendengar, dinamika diskusinya cukup hangat sebelum kemudian dapat disepakati 36 poin dalam SE dimaksud.

[caption caption="SE Menkes 1185/2015 tentang Penyelesaian Klaim yang tertunda"]

[/caption]

Di dalamnya diuraikan kesepakatan solusi untuk 36 poin perbedaan pendapat agar tidak lagi terjadi pending klaim. Termasuk diagnosis anemia yang menjadi perdebatan:

[caption caption="Lampiran SE 1185/2015"]

[/caption]

Di lapangan, masih terjadi beberapa kesalah pahaman, mengingat dari ajuan sekitar 500 poin, belum semua dapat terselesaikan dengan SE tersebut. Verifikator BPJSK berpendapat, masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab dengan SE tersebut, sehingga memunculkan beda pendapat dengan penyedia layanan. Adanya ajuan 500 poin ini juga dapat menjadi kajian bersama untuk dapat dijadikan pelajaran ke depan dalam usaha bersama-sama memperbaiki JKN. 

Pada akhir Januari 2016 kemarin, kembali Menkes menerbitkan SE nomor 03.03/MENKES/63/2016. Seperti sebelumnya, SE ini memuat solusi atas perbedaan pendapat pada 36 kasus terkait klinis, 21 kasus terkait koding, dan 1 masalah administrasi. 

[caption caption="SE Menkes 63/2016"]

[/caption]

Pelibatan organisasi profesi dalam penyusunan SE ini adalah wujud dari tugas Dewan Pertimbangan Klinis (DPK) sesuai pasal 26 ayat 3 Permenkes 71/2013. Siapa saja anggotanya? 

[caption caption="Pasal 35 Permenkes 71/2013"]

[/caption]

Bila masih ada dirasa kurang tepat, maka arah pertanyaan adalah ke Kemenkes dan Perhimpunan Profesi. Juga, bia di lapangan masih ada perbedaan pendapat, seyogyanya dikembalikan lagi kepada alur penyelesaian masalah tadi. Sebaiknya dihindari adanya ketegangan bila ada perbedaan pendapat dalam proses verifikasi. Segera saja dibawa dan dibahas di TKMKB sejak jenjang terbawah. Penyelesaian di TKMKB ini lebih bermartabat dan maslahat daripada saling tegang di lapangan. 

Di dalam TKMKB terdapat unsur organisasi profesi serta Akademisi dan Pakar Klinis yang hemat penulis dapat menjalankan fungsi Dewan Pertimbangan Klinis itu sejak jenjang terbawah di Kabupaten/Kota. Pernah memang ada paparan rencana Kemkes untuk membentuk semacam DPK itu sampai ke tingkat propinsi. Dalam rencana tersebut disertakan juga Tim Pencegahan Kecurangan sebagaimana amanah Permenkes 36/2015. Tentu rencana ini bertujuan baik. Hanya hemat penulis, langkah itu justru kurang efisien, karena toh sudah ada unsur Organisasi Profesi, Akademisi dan Pakar Klinis dalam TKMKB. 

[caption caption="Draft Alur Penyelesaian Masalah JKN"]

[/caption]

Yang perlu direvisi adalah pembentukan TKMKB seyogyanya oleh Kemenkes agar lebih mudah menjalankan tugasnya secara independen. Kita berharap sekali, Kemenkes menata ulang dan mengambil alih (kembali) komando atas berbagai Tim dalam JKN agar efisien dan benar-benar dirasakan keberadaanya oleh masyarakat, termasuk para penyedia layanan. 

Sebelum revisi itu dijalankan, perlu ditekankan bahwa BPJSK memfasilitasi kegiatan dan kerja TKMKB dengan uang rakyat. Sehingga sebenarnya tidak perlu ada hambatan untuk bersikap independen. Apalagi sebenarnya hemat penulis, dalam JKN ini BPJSK adalah KITA, bukan orang lain seperti era sebelumnya. 

#SalamKawalJKN
Gambar dokpri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun