Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

JKN: Subsidi Silang dan Efisiensi?

16 Januari 2016   17:35 Diperbarui: 17 Januari 2016   05:14 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa kok tetap ditarik urun biaya padahal RS sudah untung? Karena regulasinya memang demikian di Permenkes 28/2014: bila naik kelas sampai ke kelas I, maka pasien menanggung selisih tarif INA-CBGs antara kelas yang ditempati dengan hak kelasnya. Sedangkan bila naik ke kelas VIP, maka pasien menanggung selisih tarif VIP tersebut dikurangi tarif INA-CBGs hak kelasnya. 

Tidak selalu memang naik kelas VIP itu harus "urun biaya". Kok bisa? Lha wong naik kelas I saja malah tombok kok? Karena bisa saja walau sudah ke kelas VIP, ternyata tarif INA-CBGs tetap lebih tinggi daripada tarif di RS. Jadi sesuai dan tergantung kasusnya, tidak bisa disamaratakan.  

Prinsip dasarnya, harus efisien. Era sebelum JKN, ringkasnya: semakin lama dirawat, semakin banyak obat, semakin banyak tindakan, maka semakin besar juga "yang diterima". Tetapi dalam era JKN, justru harus efisiensi: memberikan yang memang dibutuhkan, merawat selama memang dibutuhkan. Hal ini untuk mengendalikan agar tidak terjadi "pemborosan". 

Berarti RS untung besar dong? Dalam kasus yang dicontohkan tadi memang RS mendapatkan sisa lebih. Sebaliknya, ada juga kasus lain dimana RS harus menanggung beban defisit. Berikut contoh yang sering dibahas pada kasus persalinan per abdominal (umum dikenal sebagai SC). Dua foto pertama berikut ini menunjukkan tarif INA CBGs untuk tindakan SC baik tanpa (foto pertama) atau dengan penyulit (foto 2): Rp. 3.699.700 Tarifnya memang demikian. 

Dua foto berikut menunjukkan biaya yang dihitung berbasis tarif RS untuk kasus yang sama dengan dua foto sebelumnya. Karena beda kasus, ada penyulit di kasus kedua, maka biayanya juga berbeda: Rp. Rp. 9.564.014 dan Rp. 10.709.280. Tetapi memang dalam klausul tarif INA-CBGs, keduanya mendapatkan pencairan klaim yang sama. 

 

Jadi RS rugi dong? Risiko itu ada. Yang diharapkan adalah risiko rugi itu tertutupi oleh potensi surplus seperti contoh kasus sebelumnya. Tinggal sekarang bagaimana proporsi kasus-kasus tersebut? Masalahnya, provider (RS dalam hal ini), tidak pernah tahu grup mana dan apa saja daftar kasus apa saja yang masuk ke dalam suatu grup. Tentu saja ini bermaksud menghindarkan kecenderungan untuk "pilah-pilih kasus" (creamy scheming): pilih yang biayanya rendah dan menolak atau merujuk saja yang biayanya tinggi diantara kasus dalam satu grup.

Jawabannya tentu adalah efisiensi RS agar mendapatkan titik impas positif. Utilization Review (UR) sebagai metode analisisnya untuk mendapatkan gambaran efisiensi. Itulah tantangan berat bagi RS sat ini (dan panjang ceritanya soal ini). 

Lantas bagaimana dengan kasus-kasus "besar" seperti transplantasi hati atau ginjal itu? Atau seperti yang disampaikan "masuk NICU 2 bulan habis 255 juta tapi gratis tis tis" itu? Sama saja. RS juga mendapatkan penggantian sesuai tarif INA-CBGs. Jadi bukan total sebesar itu. Maka tentu kita maklum bahwa untuk kasus-kasus seperti itu, biasanya didapatkan di RS pemerintah. Statusnya membuat ada tugas dari pemerintah untuk menangani walau dengan tarif INA-CBGs yang relatif "jauh". Tentu ada mekanisme lain bagi pemerintah untuk memberikan bantuan khusus karena kasusnya memang khusus. Karena itu, penanganan kasus-kasus khusus seperti itu, sebaiknya di RS pemerintah. 

Bagi masyarakat, pemahaman ini penting untuk:

1. Tidak curiga kepada RS bila masih ada yang mengeluh, karena memang mencapai efisiensi adalah tantangan berat, dengan perubahan pola pembayaran ini. Semua pihak sedang belajar, dan perlu waktu untuk menjadi lebih mampu. Termasuk RS yang harus belajar banyak dengan perubahan. Mohon semua pihak juga saling memberi waktu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun