Di lapangan, arahan BPJSK ini dianggap menimbulkan masalah karena “mempersulit pelayanan”. Salah satu yang sering menjadi laporan: kemampuan layanan yang ada tidak selalu sesuai dengan klasifikasi RS yang disematkan. Salah satu contoh pada pertanyaan tadi: RS tipe C tetapi tidak memiliki fasilitas pelayanan intensif.
Boleh jadi juga maksudnya adalah kekurangan tempat, karena sudah penuh. Pemahaman penuh ini pun sering menimbulkan salah paham. Padahal justru tempat tidur di RS itu tidak boleh penuh 100%, harus ada yang memang dikosongkan, atau terpaksa kosong karena masih proses desinfektasi (simak selengkapnya di RS berbohong soal tempat tidur penuh?).
Jadilah kemudian lagi-lagi BPJSK yang menjadi sasaran “tudingan negatif”. Bagaimana seharusnya? Permenkes 1/2012 jelas menyatakan bahwa sebenarnya tanggung jawab pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang ada pada Dinkes dan Organisasi Profesi:
Mudah dipahami bahwa Dinkes adalah lembaga yang seharusnya paling tahu tentang peta kapasitas layanan sekaligus kebutuhan layanan kesehatan di wilayahnya. Dengan data tersebut, akan memudahkan pembentukan jejaring layanan agar efektif dan efisien. Demikian secara berjenjang dari Dinkes Kabupaten/Kota, Propinsi sampai ke Kemkes. Secara nasional, Kemkes telah menyusun konsep Pelayanan Rujukan secara berjenjang:
Sementara organisasi profesi berperan dalam mengatur peta sumber daya manusia sesuai kompetensinya. Ada satu pertanyaan besar sebenarnya: apa beda kualifikasi seorang Dokter Spesialis di RS tipe D, C, B dan A? Atau juga antara RS A dan B umum dengan RS A dan B Pendidikan? Jelas rasanya harus ada beda, karena kalau sama, lantas apa bedanya layanan antar tipe RS? Hal ini sesuai dengan amanah UU Praktek Kedokteran 29/2004. Wujud dari pasal itu diturunkan dalam Permenkes 1438/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
Ini salah satu pertanyaan mendasar untuk dapat memahami mengapa harus ada beda tarif untuk satu tindakan yang sama antara di tipe D, C, B dan A. Sangat jelas bahwa itu sebenarnya berkaitan erat dengan kemampuan layanan dan kualifikasi Dokter Spesialis di tiap-tiap tipe RS.
Langkah yang elegan, tentu kedua lembaga tersebut yang mengambil alih, menerapkan, mengawasi bahkan menindak bila ada rujukan berjenjang yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Lebih elegan bahwa BPJSK menjalankan apa yang ditetapkan dan diterapkan oleh Dinkes dan Organisasi Profesi. Tidak perlu BPJSK terpaksa terlibat terlalu dalam menentukan pelaksanaan sistem rujukan berjenjang di suatu daerah selama Dinkes dan Organisasi Profesi sudah menjalankannya.
Mari bercermin bersama untuk mengawal JKN!
@ Menjelang Shubuh 3/10/2015