Mohon tunggu...
TOMY PERUCHO
TOMY PERUCHO Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Perbankan, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Agama : Islam. Pengalaman kerja : 1994-2020 di Perbankan. Aktif menulis di dalam perusahaan dan aktif mengajar (trainer di internal perusahaan) dan di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budaya Sungkan Vs Sopan

3 Juli 2020   23:00 Diperbarui: 3 Juli 2020   23:16 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bangsa Indonesia selama ini telah dikenal sebagai Bangsa yang memiliki budaya sopan santun yang mengakar di setiap penduduknya. Budaya sopan santun ini menjadi ciri khas rakyat Indonesia di mata dunia dan selalu menjadi kebanggaan kita semua. Hanya saja, masih banyak dari kita yang belum dapat memisahkan budaya sopan tersebut dengan budaya sungkan.

"Ayo silahkan duduk di depan ...tempat duduk di barisan depan masih banyak yang kosong, sayang lho kalo duduk di belakang nanti suara dan gambar/slide nya kurang jelas sehingga informasi yang disampaikan tidak terserap dengan baik...", demikian ajakan seorang pembicara pada suatu acara sosialisasi/training.

 "Kenapa anda tidak mengingatkan saya?..." begitu komentar seorang atasan kepada anak buahnya yang sungkan menegur atasannya ketika mengetahui atasannya melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan.

"Waktu meeting tadi sebetulnya saya ada beberapa masukan dan ide bagus Pak untuk memecahkan masalah tersebut... tapi tidak jadi saya sampaikan Pak, karena saya sungkan yang hadir level nya jauh lebih senior dari saya..." demikian yang diucapkan seorang staff kepada atasannya setelah selesai menghadiri suatu pertemuan/meeting.

Ketiga contoh tersebut di atas, seringkali terjadi dan kerap kita temui dalam aktivitas sehari-hari, di mana merupakan contoh dari Budaya Sungkan. Banyak ide-ide, pemikiran dan gagasan cermelang tidak tersampaikan karena adanya rasa sungkan dalam diri seseorang. 

Ide-ide, pemikiran dan gagasan cemerlang tadi, seharusnya bisa memberikan nilai tambah bagi orang lain atau untuk perusahaan, namun terpendam dan hilang dalam sekejap oleh karena tidak tersampaikan. Demikian pula halnya dengan upaya penyelesaian masalah sering tidak terpecahkan secara efektif oleh karena rasa sungkan dalam berpendapat.

Bila kita cermati lebih jauh makna dari sepatah kata "Sungkan", ternyata bahwa kata tersebut memiliki pengaruh dan dampak yang besar bagi kemajuan organisasi dan bisnis perusahaan, di mana sungkan juga dapat menjadi salah satu pemicu munculnya potensi risiko operasional di mana karyawan menjadi enggan untuk melakukan eskalasi atas kejadian pelanggaran operasional.

" Sungkan "menurut kamus, adalah rasa Enggan atau Segan. Beberapa contoh kesungkanan antara lain :

Sungkan bertanya, akan berdampak terhadap bisnis berupa  : tidak memperoleh & tidak menguasai informasi penting, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, tidak dapat memberikan penjelasan, tidak sanggup mengambil keputusan

Sungkan mengatakan / menyampaikan pendapat, akan berdampak terhadap bisnis berupa : keputusan yang tidak jelas / mengambang, tidak diperolehnya umpan balik, dapat memicu kesalahpahaman.

Sungkan mengambil tindakan, akan berdampak terhadap bisnis berupa : masalah akan meluas atau semakin parah, memicu masalah baru, hilangnya peluang bisnis.

Beberapa alasan yang mendasari munculnya Budaya Sungkan terjadi, antara lain karena takut menyinggung perasaan orang lain, menghindari konflik, menghindar dari tanggung jawab, merasa tidak kompeten atau tidak berdaya, takut akan suatu perubahan, dan lain-lain.

Rasa sungkan yang terkelola dengan baik (wajar) akan berdampak positif bagi individu yang bersangkutan dan bagi organisasi secara keseluruhan, namun apabila berlebihan maka dampaknya akan menjadi negatif, khususnya terhadap kemajuan organisasi & bisnis perusahaan serta terhadap potensi risiko operasional perusahaan. 

Untuk dapat menjadi organisasi/perusahaan yang kompetitif kita harus berpikir dan bertindak secara cepat, cermat dan tepat, di mana pemberdayaan karyawan (empowerment) harus dilakukan secara optimal. 

Oleh karena itu, untuk mendukung tercapainya kinerja terbaik perusahaan, maka "Budaya Sungkan" dalam menyampaikan pendapat pribadi yang bersifat positif haruslah segera disingkirkan dan harus mulai dikedepankan "Budaya Sopan namun Proaktif".  

Agar menjadi organisasi yang bijak dan terpercaya, tentunya memilih sikap dan "Budaya Sopan namun Proaktif". Kitapun sebagai individu akan menjadi lebih sukses apabila dapat memupuk kebiasaan untuk menjadi proaktif. 

Melalui budaya kerja sopan namun proaktif dari individu maupun organisasi akan menjadi organisasi yang kuat, yang dapat mendukung kemajuan negara kita. Ayo jangan sungkan dan tetaplah Sopan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun