Mohon tunggu...
TOMY PERUCHO
TOMY PERUCHO Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Perbankan, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Agama : Islam. Pengalaman kerja : 1994-2020 di Perbankan. Aktif menulis di dalam perusahaan dan aktif mengajar (trainer di internal perusahaan) dan di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dua Kaki dengan Seribu Pasang Sepatu

17 Juni 2020   15:20 Diperbarui: 18 Juni 2020   09:22 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

SEMUANYA BERBATAS, TAPI SAYANGNYA KEINGINAN DAN AMBISI KITA LUPA BATAS...

Normalnya kita makan sehari tiga kali, mengenakan sepatu juga hanya sepasang, berkendara juga hanya satu kendaraan, dst...yang lainnya hanya disimpan sebagai koleksi dan menunggu di rumah saja...dan tidak satupun yang akan menyertai kita ketika kita kembali kelak...

Artikel ini membawa pesan agar kita tidak berlebihan dan senantiasa menyukuri yang kita miliki.

Suatu ketika di sebuah pusat perbelanjaan "pa, sneakers ini keren ya. itu yang sudah lama aku incar selama ini. "Oh begitu nak, coba papa lihat harganya? "Wah, mahal harganya nak. bukannya sepatumu masih bagus dan masih ada satu lagi (cadangannya) kan? "Iya pa, tapi aku suka dan kepingin banget". 

"Buat apa kita punya sepatu banyak-banyak nak, orang lain untuk beli sepasang sepatu saja harus susah payah, boro-boro mereka bisa beli sepatu yang branded. Kita syukuri apa yang kita punya ya nak, nanti lain waktu saja ya bila nilai rapor mu bagus papa belikan ya". iya pa, si anak mengangguk tanda mengerti. 

Teringat kisah mantan ibu negara dari negara tetangga yang terusir dan terpaksa meninggalkan negaranya sendiri karena kasus korupsi yang dilakukan sang suami yang sudah meninggal lebih dahulu. 

Ketika meninggalkan negaranya iapun harus meninggalkan seluruh harta kekayaaanya termasuk salah satu diantaranya adalah 1.500 pasang sepatu koleksinya! mengambil hikmah dari 2 kisah tadi, sepasang kaki kita ternyata tidak memerlukan demikian banyak pasang sepatu. 

Hiduplah sesuai kebutuhan bukan menuruti keinginan sekalipun kita memiliki kemampuan. Memperturutkan keinginan laksana memperturutkan ambisi yang tanpa batas, membuat kita lupa diri dan akan membuat diri kita tergelincir, jatuh dan hancur dalam keserakahan karena kita ingin memiliki semuanya. Kita lupa bersyukur dan lupa bahwa semua ada batasnya.

Demikian pula ketika kita makan, orang normal biasanya makan 3 kali sehari dan ia tahu batasnya. 

Saat lapar, makan sepiring nasi akan memberikan kepuasan yang maksimal, namun ketika sudah kenyang bila ia tambah porsi dan makan lagi maka kepuasannya akan semakin menurun, ketika orang memberinya sepiring lagi maka ia akan menolaknya karena kekenyangan kapasitas perutnya sudah maksimal dan kepuasannya menjadi nol! 

Ia mengerti prinsip hidup mengapa ia harus makan. Hidup bukan untuk makan, namun agar bisa hidup ia perlu makan. Ia hanya makan makanan yang baik, dari dan cara yang baik. makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang. Ia paham The law of diminishing return, kepuasan yang terus menurun dan apa yang dimakannya akan mempengaruhi karakternya.

Berbagai kasus fraud, korupsi, dan sebagainya yang terjadi selama ini karena ambisi dan keinginan yang tak terkendali, hilangnya kendali diri dan lupa bersyukur.

Bila saja kita mengerti bahwa Tuhan telah menetapkan umur, jodoh dan rezeki setiap orang, niscaya hati kita tidak akan resah, gelisah apalagi serakah. 

Hendaknya kita pandai mengendalikan diri dan ambisi, hidup bersahaja tanpa jumawa. Sadar sepenuhnya bahwa hidup ini sementara saja dan apa yang dimilikinya hanya sekedar titipan yang akan ditinggalkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun