Mohon tunggu...
Tomy Michael
Tomy Michael Mohon Tunggu... Dosen - --

Nec scire fast est omnia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pemudan dan Predasi

30 Mei 2024   13:54 Diperbarui: 30 Mei 2024   14:21 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Di dalam kegiatan menata negara dibutuhkan kepemimpinan yang memiliki perspektif paradigma berbeda. Kegiatan menata negara yaitu menjalankan kekuasaan melalui pemisahan kekuasaan dalam berbagai lembaga negara. Secara teori ilmu hukum, pemisahan kekuasan merupakan alternatif yang diikuti banyak negara berasal dari perancsi untuk mengatasi kekuasaan mutlak. Kekuasaan raja dipisah menjadi kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial sehingga terdapat pemenuhan legitimasi dari masyarakat.[1]

Pemisahan kekuasaan setelah reformasi cenderung pada penyempurnaan karena tujuan bernegara yaitu menjaga konsistensi kelembagaan negara yang ada. Menurut KC Wheare bahwa perubahan kekuasaan dalam konstitusi pada prinsipnya adalah produk resultante berdasarkan situasi politik, sosial, dan ekonomi pada saat dibuat.[2] Pemisahan kekuasaan identik dengan menjaga etika dari masing-masing lembaga negara sehingga saling melengkapi demi tujuan hukum tertinggi yaitu keadilan hukum. Kekuasaan sesungguhnya ada pada semua aspek kehidupan masyarakat seperti kuasa orang tua pada anaknya, kuasa guru atas murid-muridnya, kuasa ketua suatu perkumpulan atas anggota-anggotanya dan lain sebagainya.[3]

Ketika lembaga negara telah menjadi stabil maka peranan orang muda dibutuhkan. Mengacu pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan termaktub bahwa "Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun". Definisi demikian menunjukkan bahwa pembatasan sangatlah penting dan di Pasal 1 angka 2 termaktub juga "kepemudaan adalah berbagai hal yang berkaitan dengan potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda". Bunyi pasal demikian harus didukung dengan etika yang dimiliki oleh pemuda.

 

Pembahasan

Ungkapan homo homini lupus sebetulnya bisa menjadi pijakan para pemuda dalam menjalakan etika politik. Ketika negara ingin pemisahan kekuasaan menjadi pembagian kekuasan berjalan baik maka predasi pemuda dibutuhkan. Etika dalam konteks hukum seringkali dikaitkan dengan kepatuhan hukum. Bagaimana seseorang bisa menjadi subjek hukum yang beretika ketika  norma hukum selalu dikesampingkan. Persetujuan dalam menghasilkan norma hukum merupakan alternatif yang diberikan negara agar siapapun patuh. Pihak yang terkait perlu secara cermat memberikan hasil analisanya akan regulasi dan kebijakan sehingga muncul kepatuhan yang baik.[4] 

Pemuda harus memiliki etika secara alamiah, artinya ketika terjadi secara alamiah maka etika menjadi murni sehingga memberikan dampak yang baik. Seperti yang dikatakan Durbin bahwa pemimpin sebagai individu yang menunjukkan semangat, hasrat, dan memberi inspirasi untuk kinerja yang lebih baik, bergantung pada perilaku dan tindakan yang tepat, bukan hanya ciri pribadi dan keterampilan.[5] Etika secara alamiah dapat memberikan pemahaman yang baik bagi lingkungan sekitar akan hukum itu sendiri dan pada akhirnya terjadi dukungan kuat untuk menunjukkan kekuasaan. Dalam pemenuhan ini, pemuda menjadi lebih peduli karena apa yang terbentuk dalam dirinya menjadikan tingkat kepatuhan akan hukum menjadi lebih tinggi. 

Hal pendukung lainnya yaitu kemudahan dalam berpolitik menjadikan etika tidak bisa dipegang secara utuh. Etika politik dan etika hukum secara ketatanegaraan merupakan hal berbeda. Etika politik tidak lepas dari prinsip-prinsip moral yang ada dalam diri seseorang, yang mengajarkan langsung tentang bagaimana orang seharusnya. Ia dimaknai sebagai refleksi sistematis mengenai pendapat dan istilah moral dimana etika merupakan upaya manusia untuk beradaptasi. Tindakan terhadap aturan yang berlaku di suatu daerah. Kepemimpinan tidak terlepas dari bagaimana seorang individu mempunyai nilai-nilai moral yang baik, kepemimpinannya untuk melaksanakan kebijakan dan program yang lebih baik dari sebelumnya.[6] Sedangkan etika hukum merupakan bagian dari ilmu hukum yang sifatnya sui generis. Kekhususan yang membedakan dengan ilmu lainnya sehingga ilmu hukum adalah ilmu hukum itu sendiri dengan sifat preskriptif dan terapan.

Adanya paksaan menjadikan etika hukum mengarah pada keterikatan sanksi yang mengikutinya. Nilai teori tersebut terletak pada praktik-praktik yang ada (bahkan yang diratifikasi oleh undang-undang) untuk mempertanyakan asumsi-asumsi penguasa dan bergulat dengan apa yang seharusnya diperbolehkan secara ideal.[7] Butuh penyatuan keilmuan karena hukum tanpa politik tidak dapat dijalankan begitu juga sebaliknya. Terjadi keberuntungan karena adanya politik membuat pelaksanaan norma hukum menjadi lebih luwes. Peolitik pada akhirnya bisa mempengaruhi penguasa hanya saja harus dibatasi dengan etika. Seperti contohnya dalam Pasal 24C ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) termaktub bahwa "Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden". Sidang Mahkamah Konstitusi yang terjadi setelah pemilihan umum tahun 2024 menunjukkan adanya pergulatan etika politik dann etika hukum didalamnya. Kekuasaan hakim yang merdeka untuk memberikan yurisprudensi menjadi etrhambat karena ada kekuasaan non yudisial didalamnya. Lantas etika politik menjadi ajang pembuktian untuk mengalahkan etika hukum. 

 

Enigma konstitusi harus diselesaikan secara tepat karena seperti diketahui ada batasan umur minimal untuk menjadi Hakim Konstitusi. Semangat kepemudaan tidak bisa masuk ke dalamnya kecuali ia sebagai pihak yang dirugikan secara langsung (bagian pengujian undang-undang). Namun dalam memberikan hasil putusan harus dibatasi dengan syarat-syarat konstitutif. Pembatasan ini sebaiknya tidak menjadikan penguasaan etika politik lebih kacau karena ketika ada pembatasan terhadap subjek hukum maka disitulah peran etika terlihat. Etika politik dan etika hukum harus berjalan secara bersamaan namun harus dikuasai dengan baik. Sebagai contoh ketika seorang menjadi hakim maka ia bisa saja menemukan etika hukum yang sesuai namun etika politik menjadi lemah. Sebaliknya ketika hakim tidak lagi berperkara maka etika politik cenderung lebuh kuat daripada etika hukum karena tidak ada keterikatan kasus yang ditangani secara moral. Pembahasan etika termaktub dalam Pasal 24B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa "Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak bercela". Etika politik bisa saja memberikan makna dari kepribadian tidak bercela apabila seseorang melakukan hal diluar keinginannya. Namun bagaimana etika hukum bisa memberikan definisi akan makna kepribadian tidak bercela? Jawabannya melalui kebijaksanaan dari seorang penegak hukum. Pola pemikiran demikian harus menjadi pencerahan bagi pemuda agar etika tetap menjadi terdepan ketika terjadi pembatasan keterlibatan oleh penguasa.

 

Kesimpulan     

 

Pemuda harus memiliki dan mempelajari etika politik dan etika hukum. Mempelajari tidak sekadar tahu namun bagaimana bisa menunjukkan argumentasi ketika menyampaikan dalam publik. Hal ini penting sebagai kekuatan agar entitas pemuda dapat menjadi peran faktual bagi negara. Peran serta pemuda tidak lagi sekadar pelengkap orang tua namun ia harus secara mandiri sebagai pemberi solusi yang beretika. Pemuda bukan lagi memihak pada subjek hukum yang berada namun cenderung pada bagaimana keadilan hukum dapat tercipta dengan baik. Etika yang baik tidak bertentangan dengan konstitusi dan kebenaran universal dilandai keyakinan akan iman pada Tuhan.

 

Daftar Pustaka

 

Amirudin, Dede, Christian Christian, Samsudin Nurseha, and Abdul Musyfiq Al-aytami. "Power and Law in The Context of Separation of Powers: A Qualitative Study of The Relationship Between The Executive and The Judiciary." International Journal of Social Service and Research 4, no. 02 (February 25, 2024): 682--89. https://doi.org/10.46799/ijssr.v4i02.737.

 

Fabre, Ccile. "Espionage, Ethics, and Law: From Philosophy to Practice." Criminal Law and Philosophy, 2024. https://doi.org/10.1007/s11572-024-09719-6.

 

Fadhlurrohman, Muhammad Iqbal, Tengku Imam Syarifuddin, and Etika Khairina. "Political Ethics in Leadership: Impact of Behaviour Ethics Implementation of Regional Heads in Indonesia." Journal of Government and Political Issues 1, no. 1 (July 23, 2021). https://doi.org/10.53341/jgpi.v1i1.10.

 

Hardenta, Alif Duta, and Tariq Hidayat Pangestu. "Penataan Kewenangan Kelembagaan Dan Pemberian Batasan Konstitusional Sebagai Upaya Penataan Proses Legislasi Pasca Amandemen UUD NRI Tahun 1945." Jurist-Diction 4, no. 2 (March 5, 2021): 455. https://doi.org/10.20473/jd.v4i2.25748.

 

Isnaeni, Belly. "Trias Politica Dan Implikasinya Dalam Struktur Kelembagaan Negara Dalam UUD 1945 Pasca Amandemen." Jurnal Magister Ilmu Hukum 6, no. 2 (August 24, 2021): 78. https://doi.org/10.36722/jmih.v6i2.839.

 

MUHAMAD ADI SANTOSO, and MUHAMAD NUR SOPIN. "KETIDAKPASTIAN HUKUM DAN MITIGASI RISIKO." JURNAL MULTIDISIPLIN ILMU AKADEMIK 1, no. 1 (February 1, 2024): 1--9. https://doi.org/10.61722/jmia.v1i1.941.

 

Zendrato, Viktor Bastian, Eliyunus Waruwu, Fatolosa Hulu, and Syah Abadi Mendrofa. "Strategi Kepemimpinan Dalam Pengamanan Pemilu Di Wilayah Hukum Polres Nias." Tuhenori: Jurnal Ilmiah Multidisiplin 2, no. 1 (February 23, 2024): 1--13. https://doi.org/10.62138/tuhenori.v2i1.22.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun