Mohon tunggu...
Tomy Aditya
Tomy Aditya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Puisi Fadli Zon Kembali Tuai Kontroversi

6 Februari 2019   17:19 Diperbarui: 6 Februari 2019   17:32 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tingkah Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, kembali menuai kontroversi. Wakil Ketua Umum Gerindra ini kembali menciptakan puisi. Kali ini, puisinya diberi judul "Doa yang Ditukar",  terinspirasi dari hebohnya insiden Kiai Haji Maimun Zubair alias Mbah Moen yang salah menyebut nama saat berdoa di samping Capres nomor urut 1.

Dalam puisi yang ditulis di Bogor itu, Fadli Zon menyinggung soal doa yang sakral, agama yang diobral hingga kepemimpinan.

"Doa sakral, seenaknya kau begal, disulam tambal, tak punya moral, agama diobral, "begitu bunyi bait pertama pada puisi Fadli Zon itu.

Pada bait kedua, Fadli Zon menuliskan kata 'kau' dalam puisi tersebut.

"Doa sakral, kenapa kau tukar, direvisi sang bandar, dibisiki kacung makelar, skenario berantakan bubar, pertunjukan dagelan vulgar," lanjut Fadli.

Kata 'kau' di bait kedua inilah yang memantik beberapa komentar dari warganet, termasuk para tokoh nasional. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Maruf Amin, Arsul Sani menilai puisi berjudul 'Doa yang Ditukar' yang dibuat Fadli Zon merugikan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. 

Menurutnya, puisi Fadli Zon tersebut membuat warga Nahdlatul Ulama (NU) yang disebut Nahdliyin menjauh dari pasangan Prabowo-Sandi dan lebih menguntungkan pasangan Jokowi-Ma'ruf.

 Sekjen PPP itu menerangkan, kerugian itu karena puisi Fadli Zon bertentangan dengan kultur dan kekhasan NU.

Pada kesempatan lain, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M. Romahurmuziy juga merespons puisi karangan Fadli Zon lewat akun media sosial Twitter miliknya, Rabu (5/2). 

Romi menyindir lawan politiknya sebagai pihak yang berteriak bela ulama, belakangan justru malah merendahkan ulama. Dia pun menyindir lawan agar tidak membawa-bawa nama Tuhan sementara syariat Islam, yakni sholat lima waktu dan puasa Ramadan ditinggalkan.

"Hentikan semua narasi, seolah kau paling suci. Karena pemimpin dalam Islam sudah jelas ukurannya, bukan penghina ulama dan menakut-takuti rakyatnya" demikian kata Romi.

Fadli pun merespons pertanyaan Lukman itu lewat akun twitternya kemarin. Dia menyatakan bahwa yang ia maksud dengan kata ganti 'Kau' bukanlah Kiai Maimoen Zubaer (Mbah Moen), melainkan 'penguasa dan makelar doa'.

Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin langsung mengklarifikasi siapakah sosok 'kau' pada puisi Fadli Zon tersebut melalui akun twitternya.

Putri Gus Dur, Alissa Wahidpun tidak luput dari rasa geram dengan puisi Fadli Zon tersebut. Hal tersebut tampak pada akun twitter @AlissaWahid pada Selasa (5/2/2019). 

Alissa mengaku bahwa dirinya tidak pernah mengomentari Fadli Zon sebelum puisi tersebut. Namun menurutnya, Fadli Zon sudah keterlaluan jika kata "Kau" dalam puisi itu yang dimaksud adalah Mbah Moen.

Meskipun Fadli Zon telah menjawab bahwa sosok "Kau" dalam puisinya bukanlah Mbah Moen, ada baiknya jika ia tidak melakukan sesuatu yang dapat memperkeruh dan memperpanas suasana, terlebih saat menjelang Pilpres 2019. 

Sebagai wakil rakyat sekaligus tokoh politik yang juga berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat, hendaklah Fadli meliterasi publik dengan materi -- materi yang menenangkan dan membawa kedamaian serta persatuan rakyat. Jangan justru memancing keributan yang dapat mengganggu pelaksanaan Pemilu.

Kesalahan yang diucapkan Kiai Maimun Zubair atau Mbah Moen saat memanjaatkan doa seharusnya tidak perlu dipolitisasi atau bahkan ditanggapi dengan puisi nyinyir yang terkesan melecehkan seorang ulama. 

Karena bagaimanapun juga, selain sebagai guru dan tauladan, kiai adalah simbol kehormatan para santri. Kiai tidak hanya simbol kehormatan, tapi juga spirit bahkan jiwanya para santri. Banyak santri kecewa dan marah jika kiainya dilecehkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun