Mundurnya Ridwal Kamil alias RK alias Kang Emil dari pertarungan DKI-1 ditanggapi oleh beberapa pihak. Ada yang memuji, ada yang senang, ada juga yang kecewa. Kita pun tahu pihak-pihak mana saja yang menanggapi mundurnya Kang Emil dari pertarungan memperebutkan kursi panas menjadi seorang gubernur di DKI. Saya sendiri secara pribadi menyebut mundurnya Kang Emil adalah sebuah keputusan yang elegan, indah, dan terpuji.
Saya bukanlah warga Bandung, dan saya tidak kenal Kang Emil secara pribadi. Hasil kerja sang walikota Bandung itu pun saya tidak tahu seperti apa, karena saya memang tidak tinggal di Bandung. Tapi bukan berarti saya tidak suka dengan Kang Emil. Saya hanya membaca dari berbagai media, literatur, referensi, dan lain-lain, mengenai sosok Kang Emil, sang walikota Bandung. Kang Emil adalah sosok pemimpin yang bagus, tegas, santun, disiplin, dan tentu saja ganteng (jika saya seorang wanita). Banyak pihak pun menilai kepemimpinan Kang Emil di Bandung cukup bagus mengalahkan bosnya, gubernur Jawa Barat, H. Ahmad Heryawan, bahkan wakil gubernur yang juga (mantan) artis papan atas, Deddy Mizwar.
Dan sudah sewajarnya Kang Emil meneruskan kepemimpinannya hingga masa tugasnya selesai, yaitu tahun 2018. Dan saya berdoa agar Kang Emil terpilih lagi pada periode berikutnya, atau bahkan menjadi Jabar-1. Insya Allah.
Mundurnya Kang Emil dari pertarungan perebutan DKI-1 tidaklah tiba-tiba. Beliau pasti sudah memikirkan dengan matang, dengan meminta pertimbangan berbagai pihak dari keluarga, masyarakat Bandung, tokoh masyarakat, para ulama, bahkan presiden Jokowi sendiri. Dan presiden Jokowi sendiri secara tidak langsung menganggap Kang Emil adalah salah seorang pemimpin terbaik bagi daerahnya (Bandung) di antara beberapa pemimpin daerah lainnya yang juga terbaik. Karena itu, biarlah para pemimpin terbaik tersebut bekerja untuk daerahnya masing-masing, jangan berkumpul semua di Jakarta, agar Indonesia bisa menjadi negara yang maju.
Kasihan jika dipaksakan bertarung di DKI lalu kalah, maka orang baik menjadi tidak bekerja lagi. Ditambah lagi perkataan tulus Kang Emil bahwa Indonesia bukan hanya milik Jakarta, tetapi juga milik Bandung, dan kota-kota lainnya. Jika negara ingin maju, majukanlah semua daerah, jangan cuma Jakarta. Pemikiran yang luar biasa bijaksana dan penuh kerendahan hati. Dan hal-hal itulah yang membuat Kang Emil mengambil keputusan untuk tetap menjalankan tugas di kota Bandung. Hidup Kang Emil.
Yang menggelikan bagi saya, adalah ngototnya Adhyaksa Dault (AD) dan Yusril Ihza Mahendra (YIM) untuk tetap maju di pertarungan DKI-1 hanya karena ingin mengalahkan sang petahana, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Di samping dua nama itu, ada beberapa calon lain yang juga ikut maju menantang Ahok. Partai Gerindra saja mengantongi 8 nama calon yang kata Taufik, semuanya memiliki kapasitas yang bagus sebagai penantang Ahok (oh iya...???). Namun saya secara khusus menyoroti dua nama tersebut di atas, yakni AD dan YIM.
Ibarat seorang eksekutif sebuah perusahaan multinasional, mantan direktur memperebutkan posisi seorang manajer. Bukankah itu namanya turut derajat? Bisa saja mungkin karena sedang menganggur dan butuh duit untuk makan, maka rela untuk menjadi apa saja walaupun harus turun derajat (downgrade) sekalipun. Dan itulah yang sekarang sedang dilakukan oleh AD dan YIM.
Kita semua tahu, AD dan YIM masing-masing adalah mantan menteri. AD yang mantan Menteri Pemuda Olah Raga di era presiden SBY, YIM mantan Menteri Kehakiman dan HAM di era presiden Megawati Soekarnoputri, dan pernah menjadi Mensesneg di era SBY. Dan setelah keduanya tidak menjabat apa-apa di pemerintahan, mereka maju bersama-sama ikut bertarung demi DKI-1 hanya untuk “mengalahkan” seorang yang dianggap kafir dan arogan, Ahok. (Yeee... beraninya main keroyokan).
Yang mengherankan, bagaimana seorang AD yang adalah mantan menpora, yang harusnya menjadi teladan bagi para pemuda dan olahragawan, menjunjung tinggi sportivitas dalam bertanding, bersikap saling menghargai dan menghormati, tidak membeda-bedakan suku, agama, dan antargolongan, eehhh.. ini malahan melontarkan isu agama dengan mengatakan, “Jika Ahok ingin terpilih kembali, lebih baik bagi Ahok untuk memeluk agama Islam.” Hal yang sangat konyol diucapkan olah seorang AD. Gagal paham...
Begitu pun seorang YIM, mantan menteri bidang hukum, dan profesor pula, ngotot maju untuk menghadang laju Ahok. Lagi-lagi menggunakan senjata agama, dengan mengatakan, “Jika ingin mengalahkan Ahok, umat Islam harus bersatu untuk tidak memilih Ahok.” (artinya, dia mau mengatakan, “ayo pilih gue dong.” ). Iihhh lebay deh lu!). YIM kan orang Bangka Belitung, jangan-jangan dalam pikiran dia, “Memang Cuma Ahok doang orang Belitung yang bisa jadi gubernur, gue juga bisa kaleee..” (Hey ngaca dong... elu harusnya bertarung jadi RI-1, jangan DKI-1, gak berani ya...)
Saya curiga, mereka berdua jadi budak partai politik (terutama Partai Gerindra) yang gerah melihat tingkah laku Ahok selama menjabat jadi gubernur DKI. Pertama, Gerindra kesal dengan pengkhianatan Ahok keluar dari partainya, kedua, banyak kebijakan demi kepentingan partai dkk, tidak digubris bahkan dibabat habis oleh Ahok. Makanya Gerindra berniat menghancurkan Ahok dengan menggagalkan Ahok tampil untuk kedua kalinya. Namun apa lacur, mereka tak punya kekuatan dan kemampuan untuk melakukannya. Jalan satu-satunya adalah dengan mencari “siapa” dapat dijadikan “kuda yang dapat dicucuk hidungnya”. Maka terdapatlah 8 calon yang menurut Taufik, punya kemampuan hebat dapat mengalahkan Ahok, seperti Sandiaga Uno, Ahmad Dhani, Ridwan Kamil (namun akhirnya mundur). Kita lihat saja.
Saya malah heran dan bertanya, AD dan YIM jika memang hebat (kan mantan menteri), kenapa mereka tidak berani menantang Ahok secara independen pula? Kenapa harus lewat partai? Akh... jangan-jangan mereka memang tidak punya kemampuan menantang dan kapabilitas menjadi gubernur. Mereka hanya memiliki kemampuan dijadikan “budak” oleh partai politik. Kasihan ya mereka berdua...
Semua orang (warga) Jakarta tahu apa yang sudah dikerjakan pemimpinnya selama ini walaupun tidak semua, karena masih perlu waktu untuk membereskan semuanya. Tapi setidaknya sudah kelihatan hasilnya. Contoh terbaru adalah Jakarta tidak lagi jadi lautan banjir sejak ada relokasi Kampung Pulo, para PPSU yang bekerja siang malam demi Jakarta bersih, pasukan oranye yang cekatan masuk keluar lubang got dan saluran air kotor, memunguti sampah, agar Jakarta terbebas dari sampah. Dan itu pun terlihat hasilnya. Semua karena dilakukan oleh seorang Ahok, sang petahana DKI-1. Semua warga senang dan memuji (kecuali Ahok haters).
Sebaliknya, bagi dua orang itu AD dan YIM, saya bisa membayangkan, saat mereka melintas di jalan melihat perubahan kota Jakarta, pikiran mereka, “Akh Ahok cuma segini doang. Ini mah biasa aja kaleee, gue bisa lebih hebat dari dia.”
Helloowww, terutama warga Jakarta, kalian mau pilih siapa? Yang sudah ada hasilnya atau yang baru mau maju dan belum tau mau ngapa2in? Hati nurani kalian yang memutuskan. Salah pilih, menyesal selama 5 tahun. Ingat itu!
Bagi AD dan YIM, selamat bertarung! Tunjukkan bahwa kalian bisa karena kalian mampu! Jangan main SARA, gak laku coy di Jakarta!
Salam sejahtera bagi DKI...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H