Begitu Gus Dur mengenang masa-masa ia sempat tinggal, belajar dan bekerja di Mesir. Mas Isman mengambil peran dalam penggemblengan Gus Dur era itu. Mas Isman tentu mengetahui bahwa Gus Dur memiliki potensi yang besar, diluar dari Gus Dur yang merupakan cucu dari pendiri Nadhlatul Ulama K.H Hasyim Asy'ari dan putra dari Menteri Agama Wahid Hasyim era orde lama. Sama dengan mahasiswa lainnya, Mas Isman mendidik Gus Dur tak ubah seperti anak sendiri dengan satu motif, yaitu untuk memastikan mahasiswa Indonesia dapat menjalani tugas pendidikannya dengan aman, lancar sehingga dapat pulang ke Indonesia dan memberikan kontribusi terbaik dalam pembangunan Indonesia.
Â
Mas Isman adalah Duta Besar Indonesia LBBP untuk RPA/Mesir yang terakhir dalam penunjukann era pemerintah Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia, secara teritori, Mas Isman tidak hanya bertugas di Mesir, akan tetapi RPA pada waktu itu wilayahnya mencakup Lebanon dan Sudan.
Dalam sejarah hubungan Indonesia dan Mesir, Mas Isman mengetahui dalam sejarahnya bahwa Hubungan resmi Indonesia-Mesir terjadi pada tanggal 14 September 1923 ketika Pemerintah Mesir memberikan surat izin resmi No. 323 kepada mahasiswa Indonesia untuk mendirikan sebuah perhimpunan yang bergerak di bidang sosial dan politik. Selanjutnya, dalam pergerakan kemerdekaan, para mahasiswa diperbolehkan menerbitkan majalah politis, seperti Seruan Al-Azhar, Pilihan Timur, Merdeka, dan Usaha Pemuda. Kemudian, didirikan Persatuan Pemuda Indonesia-Malaya (Perpindom) di bawah pimpinan Ismail Banda yang bergerak khusus di bidang politik. Aksi yang dilakukan adalah menolak kerja sama dengan penjajah dan mempunyai kesadaran rumpun bangsa Indonesia-Malaya.
Kebangkitan nasionalisme Indonesia di kalangan pelajar dan mahasiwa Indonesia di Mesir disebabkan oleh kuatnya pengaruh nasionalisme Arab dan pengaruh gerakan reformasi Islam yang telah diperkenalkan, antara lain, oleh Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghani, dan Mohammad Abduh. Nasionalisme Indonesia dan nasionalisme Arab dalam permulaan abad ke-20 itu merupakan dua mata cincin dari rantai panjangnya kebangkitan Nasionalisme di selurh benua Asia dan Afrika. Sebelum kemerdekaan, berita tentang Indonesia diterima di negaranegara Arab dan telah disebarluaskan melalui berbagai media, baik lisan maupun tulis. Hal itu mendapat perhatian khalayak umum di Mesir, baik kalangan partai, perkumpulan agama, maupun rakyat biasa. Dalam tahap perlawanan tersebut, para mahasiswa menghadapi masa-masa sulit karena perang dan putusnya hubungan antara mahasiswa dan keluarga di Indonesia. Sementara itu, Kedutaan Belanda di Mesir tidak mau memberi bantuan keuangan kepada para mahasiswa. Setelah protes mahasiswa yang mendapat dukungan polisi Mesir, akhirnya Kedutaan Besar Belanda mengabulkan permintaan mahasiswa dengan memberikan bantuan keuangan yang sangat kecil. Akan tetapi, mahasiswa tidak mau menerima bantuan itu sebagai "pemberian", tetapi hanya sebagai "utang". Sikap ini menjadi cemoohan Duta Besar Belanda di Mesir yang menyatakan, dalam laporannya kepada Menteri Luar Negeri Belanda, bahwa kebanggaan nasional mahasiswa Indonesia yang disebarluaskan dalam laporan pers itu tidak mampu bertahan terhadap kebutuhan dunia.
Sejarah panjang hubungan Indonesia dan Mesir khususnya dalam bidang pendidikan itulah yang menjadi refrensi mendasar kerja-kerja Mas Isman sebagai Duta Besar Indonesia untuk RPA), sehingga penting bagi Mas Isman untuk meningkatkan kesadaran para Mahasiswa, paling tidak Mas Isman berharap agar para Mahasiswa itu minimal menjaga sikap dan etika agar tidak membuat malu nama Indonesia di Mesir.
Semasa menjabat sebagai Duta Besar, kerap kali Mas Isman melakukan diskusi rutin dengan para Mahasiswa, membahas situasi dalam Negeri hingga memuncak terjadinya pemberontakan Gerakan 30 September PKI (G30SPKI), situasi dalam negeri Indonesia mengalami dinamika dan badai Politik. Mas Isman sebagai Duta Besar Indonesia di RPA mendapatkan tugas oleh Mayjend Soeharto yang menangani situasi di Jakarta meminta kepada Mas Isman untuk melakukan pendataan ulang Mahasiswa Indonesia di Mesir dan menjelaskan secara detail tentang aspirasi sosial dan politiknya dalam upaya pemberantasan komunis yang sedang dilakukan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Perintah ini secara resmi diberikan tanggung jawabnya oleh Mas Isman kepada Gus Dur, yang ditugaskan menulis laporan. peristiwa itulah kejadian Politik yang melibatkan seorang Abdurahman Wahid untuk pertama kali, Mas Isman adalah pintu masuk Gus Dur kedalam dunia Politik hinga menjadi Presiden Indonesia pada saatnya.
Refrensi :
1. Barton, Greg (2002). Abdurrahman Wahid: Muslim Democrat, Indonesian President. Singapore: UNSW Press.
2. Detik.Com, Gus Dur Banyak Meninggalkan Kenangan di Mesir, diakses pada Januari 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H