Mohon tunggu...
Tomy Sitorus
Tomy Sitorus Mohon Tunggu... Penulis - Sekreraris Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Depok 2018-2021, Co Founder Generasi Z Society, Pemerhati Pedagang Kaki Lima Indonesia

Aktif menjadi aktivis kemahasiswaan, mendirikan organisasi pergerakan seperti Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat IBI KOSGORO 1957 Cabang Depok hingga menjadi Sekretaris Umum Cabang, mendirikan forum yang mengedepankan pengembangkan sumberdaya manusia generasi Z dengan ditandai sebagai Co-Founder Generasi z Society, Aktif mengadvokasi isu pengembangan pedagang kaki lima, bentuk konsistensi sebagai Sarjana pada bidang Ekonomi, Telah mebulis lebih dari 5 Buku

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gagalnya Depok Menjadi Kota Ramah Pedagang Kaki Lima

22 Juni 2023   02:32 Diperbarui: 22 Juni 2023   02:41 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tepat setahun, Penulis senang dengan hadirnya usulan Komisi B DPRD Kota Depok tentang perda penataan dan pembinaan PKL, namun hingga kini tidak ada perkembangan apapun, mandegnya raperda itu ibarat angin yang berlalu begitu saja, nada nya dikuping singkat lalu pergi entah kemana, usulan itu penulis iira seperti oase bagi para PKL, ternyata tidak ada 0engaruh apapun. Isi tulisan dibawah ini akan menjadi fefleksi bagi semua, penulis sebenarnya muak akhir-akhir ini memandang peristiwa politik di negeri jenaka bernama Indonesia, banyak pihak seolah tak tahu bahwa dibalik konpleksitasnya problem bangsa ini, ada diruang tersendiri persoalan PKL, persoalan yang tidak bisa dipandang remeh.

Penulis masih bertahan pada argument dari PKL ekonomi kita susun kembali, bukan penulis tidak paham soal ekonomi yang agak repot dengan segala kemakroannya, tapi penulis berpandang lain dari banyak pihak. Demikianlah tulisan dibawah menjadi refleksi, selamat membaca!

Beberapa waktu lalu, penulis mendapatkan informasi lewat media elektronik tentang usulan Komisi B DPRD Kota Depok tentang Raperda pemberdayaan dan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL), Tentu ini adalah angin segar bagi para PKL, pelaku pejuang ekonomi kerakyatan sejati. Betapa tidak, tanpa Peraturan Daerah atau payung hukum yang mengaturnya PKL tak ubahnya seperti anak ayam yang kehilangan induknya, mencoba bertahan atas situasi sulit kehidupan namun tak terperhatikan oleh tuan di negerinya sendiri. 

Penulis sempat diundang oleh DPRD Kota Depok pada Februari 2020 silam mewakili organisasi PPKLI (Persatuan Pedagang Kaki Lima Indonesia) ketika DPRD melaksanakan rapat kerja untuk melakukan Evaluasi terhadap beberapa perda, salah satu perda yang ingin di evaluasi adalah terkait ketertiban umum dan guru honorer berlokasi di salah satu hotel Cibubur. Entah mengapa organisasi PKL diundang dalam rapat kerja tersebut, mungkin saja PKL dianggp kelompok masyarakat yang paling sering melanggar persoalan ketertiban umum.

Kepada pimpinan rapat waktu itu Bang Ikravany sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan saya sampaikan, persoalan menertibkan adalah hal yang mudah, pemerintah memiliki alat untuk menertibkan PKL, jangankan PKL sebagai kelompok masyarakat bawah dan lemah, Masyarakat yang memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar saja pemerintah bisa menertibkan nya.

Jadi soal nya bukan hanya melibatkan masalah penertiban terhadap PKl, tapi masalah pembinaan, pemberdayaan kepada para PKL, saya sebagai perwakilan organisasi PKL mengusulkan agar jangan hanya melakukan evaluasi terhadap perda ketertiban umum, tapi harus ada usulan mengenai perda ysng membahas persoalan pembinaan dan pemberdayaan dan penataan PKL di Kota Depok. 

*PENGGUSURAN PKL DAN PERLAWANAN NYA* 

Ketika mendengar usulan dari Komisi B DPRD Kota Depok tersebut, memori penulis kembali diingatkan pada peristiwa November 2015 silam, ketika melakukan pendampingan 500 Pedagang Kaki Lima di sepanjang Jl. Raya Bogor (dari Simpangan Depok - Perbatasan Cibinong) bagi para PKL, mereka mendapatkan surat dari Satpol PP Kota Depok yang menginstruksikan PKL untuk dapat mangkat dari tempatnya mencari nafkah, Waktu itu Walikota Depok adalah pak Nurmahmudi Ismail dan Kasatpol PP Kota Depok Ibu Nina Suzana. 

Berbulan-bulan lamanya penulis melakukan pendampingan untuk para PKL, bersama dengan PKL dan PPKLI melakukan perlawanan kepada pemerintah, mencoba mencari solusi terbaik selain pengfusuran, meski ditengah kesibukan sebagai seorang Mahasiswa Fakultas Ekonomi di sebuah Perguruan Tinggi yang ada di Jakarta, Akhirnya kita harus menerima kenyataan pahit dan kalah pada keadaan bahwa ada 500 kepala keluarga yang kehilangan mata pencaharian dan ada ribuan nyawa yang terancam keberlangsungan hidupnya akibat penggusuran tersebut. mengapa demikian? 

Bayangkan saja jika masing-masing dari 500 orang PKL tersebut memiliki satu istri dan dua orang anak, ada 2000 nyawa yang hidup dan mati nya dipertaruhkan lewat usaha dan pekerjaan sebagai seorang Pedagang Kaki Lima. Dalam peristiwa ini, bijaknya kita tidak menyalahkan siapa-siapa, sebab PKL tidak memiliki payung hukum yang kuat saat berusaha dilahan yang bukan kepemilikannya (Lahan Negara), sayangnya juga pemerintah tidak terlalu peka untuk mengatasi fenomena sosial masyarakat yang terjadi semacam ini. 

Saat itu hingga bahkan sampai sekarang Depok juga belum memiliki Perda tentang pembinaan, pemberdayaan dan penataan untuk para PKL, dan Satpol PP sebagai garda terdepan pemerintah dalam persoalan ketentraman dan ketertiban Masyarakat yangg mendapat perintah oleh pimpinan terpaksa mengeksekusi PKL disepanjang JL. Raya Bogor tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun