Keberadaan Komisi Informasi sejak tahun 2014 di Sumatera Barat pernah menjadi angin segar bagi keterbukaan informasi publik di Sumatera Barat. Namun sepanjang perjalanan Komisi Informasi di Sumatera Barat, tingkat pelayanan keterbukaan informasi publik di Sumatera Barat tentunya masih bisa berada di level yang jauh lebih menjanjikan, lebih benar-benar terbuka, dan lebih ramah publik.Â
Sebagai Lembaga independen, Komisi Informasi jelas memiliki kewenangan yang luar biasa besar dan "khas" dalam memfasilitasi publik terkait keterbukaan informasi. Tidak saja informasi yang bersumber dari lembaga pemerintah, namun juga informasi dari seluruh stakeholder yang terdapat di Sumatera Barat.Â
Namun faktanya masih terdapat ketidakpuasan publik terkait keterbukaan informasi tersebut. Tentunya bukan hal mudah bagi Komisi Informasi Sumatera Barat untuk menjawab keluh, kesah dan kritikan masyarakat tersebut. Setidaknya terdapat tiga faktor yang "menghambat" kinerja Komisi Informasi Sumatera Barat dalam pelayanan Keterbukaan Informasi Publik ini, yaitu :Â
Pertama, keberadaan Komisi Informasi sebagai lembaga yang masih "setengah" independen. Kenapa dikatakan setengah independen, tidak lain dan tidak bukan karena sistem penganggaran Komisi Informasi Sumatera Barat yang masih bergantung kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dianggap memiliki irisan tugas terdekat dengan Komisi Informasi, yaitu Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik.Â
Dengan anggaran yang masih "dititipkan" kepada Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Sumatera Barat, berarti sebelum menjalankan kewajibannya sebagai lembaga yang menjamin keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2008, Komisi Informasi terlebih dahulu harus menyelesaikan urusan penganggarannya dengan Organisasi Perangkat Daerah yang mewakili pemerintahan eksekutif. Sepanjang perjalanan Komisi Informasi Sumatera Barat, hal ini sudah dibuktikan bukan persoalan mudah.Â
Keberadaan Komisi Informasi yang semestinya menjadi lembaga independen yang merdeka dari kepentingan pihak mana pun, kecuali kepentingan publik, menjadi layak untuk dipertanyakan. Kewenangan penyusunan anggaran, baik melalui APBD murni ataupun perubahan, telah terbukti menjadi tantangan tersendiri bagi eksistensi dan keberadaan independensi Komisi Informasi Sumatera Barat.Â
Dengan kondisi semacam itu, masih layakah Komisi Informasi Sumatera Barat dikatakan sebagai lembaga independen ? Atau Komisi Informasi Sumatera Barat sejatinya hanya semacam Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Sumatera Barat ? Semoga kelak pertanyaan ini bisa dijawab secara de facto, karena secara de jure, jelas Komisi Informasi Sumatera Barat adalah lembaga independen.Â
Kedua, sebagai lembaga yang sama-sama membawa nama negara dan pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya, ternyata masih banyak unsur pemerintah eksekutif yang tidak memahami roh dari keterbukaan informasi publik.Â
Masih banyak lembaga pemerintah yang menganggap publik tidak perlu tahu apa yang mereka lakukan dengan uang pajak yang dikumpulkan itu. Sehingga mayoritas organisasi perangkat daerah cenderung baru menjawab ketika informasi publik itu diminta oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Biasanya permintaan informasi publik ini akan datang dari lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).Â
Masih sangat sedikit OPD yang menyadari bahwa menyediakan informasi publik itu adalah kewajiban pemerintah terhadap publik, terhadap rakyat. Sehingga semestinya, baik diminta atau tidak, mereka harus menyajikan daftar informasi publik itu secara teratur.Â
Walaupun juga ada OPD-OPD yang menyajikan daftar informasi publik mereka dengan sangat baik, tapi persentasenya mungkin belum terlalu menggembirakan. Lebih jauh lagi, juga masih cukup banyak OPD yang belum mengetahui mana informasi yang tergolong ke dalam informasi publik, dan mana jenis informasi yang tergolong kepada non publik atau dikecualikan.Â