Memandang konflik Palestina mungkin bisa dilihat dari banyak prespektif. Entah itu sejarah, politik internal mereka (Fatah atau Hamas), ekonomi, konspirasi dan banyak lainnya.Â
Namun sebagai muslim yang "dangkal" melihat Palestina sepertinya tidak perlu melalui perspektif macam-macam itu. Terlebih bagi muslim di Indonesia.
Bagi muslim sendiri, dewasa ini mungkin juga memandang Palestina dari banyak perspektif. Yang kemudian berkembang menjadi perdebatan "tingkat tinggi" sesama mereka. Namun tidak jarang ditemui bahwa perdebatan tingkat tinggi ini melupakan perihal paling mendasar dari bagaimana memandang Palestina, iman !!! Itu saja. Setidaknya hal mendasar itu sudah cukup bagi seorang muslim untuk menentukan sikapnya terhadap penderitaan Palestina. Terlepas apakah ia muslim yang baik atau bukan, selama ia mengucapkan dan meyakini dua kalimat syahadat, maka sudah sepantasnya ia bersikap.
Sebagai penulis artikel ini, saya tidak mengatakan bahwa saya adalah muslim yang paling peduli dengan agama, sangat taat dan sebagainya. Bahkan saya sangat jauh dari predikat itu.Â
Namun saya rasa penting untuk menunjukan sikap dimana kita berdiri, kemana kita memihak yang diwujudkan melalui upaya yang bisa dilakukan.Â
Bersikap apatis dengan alasan bahwa "Palestina terlalu jauh", "itu urusan bilateral", "bicara Palestina lha shalat Jumat saja sering lewat", tidak ada hubungannya dengan sikap yang diambil terhadap Palestina. Karena seperti yang dituliskan sebelumnya, ini bukan soal alim atau tidak, tapi soal iman.
Ridwan Saidi pada salah satu video pernah menggambarkan sikap orang Betawi. Dan bagi saya itu menarik. Dia menyampaikan bahwa "dikatain maling, tukang kawin, goblok" adalah hal yang biasa dalam gurauan Betawi. Tapi dikatakan kafir, adalah sebuah pantangan bagi orang Betawi. Kenapa ? Karena itu soal Iman. Setiap orang yang memiliki pendirian akan tegas dengan yang satu ini. Karena ini bukanlah soal pilihan atau keperpihakan politik seorang ASN dalam Pilkada misalnya yang harus dilakukan sembunyi-sembunyi. Ini adalah sikap yang harus ditunjukan dengan lantang.
Kenyataan soal Palestina bagi seorang muslim adalah kami memiliki one on common, faith !!! Kita boleh sangat berbeda dalam pekerjaan, pandangan atau aliran politik, warna kulit, kewarganegaraan dan banyak lainnya yang bisa jadi sangat berbeda. Tapi dalam satu hal ini, keyakinan, aqidah, kami satu. Dan satu persamaan itu sudah lebih dari cukup untuk mengatasi perbedaan yang ada menyangkut pandangan kita terhadap Palestina. Sudah cukup untuk menunjukan di pihak mana kita berdiri.
Saya meyakini setiap pihak yang melihat Palestina sebagai saudara seiman, berupaya melakukan hal terbaik sesuai dengan profesi dan keahlian mereka masing-masing dalam membantu tempat suci itu. Para pejuang dengan serangan-serangannya, para jurnalis dengan liputan-liputannya, diplomat dengan diplomasi-diplomasi tingkat tingginya, politisi dengan lobi-lobi politiknya, pengusaha dengan bantuan dananya, orang shaleh dengan doa-doanya di sepertiga malamnya.
Jika kita adalah seorang die hard akan sebuah aliran politik, maka menyangkut Palestina sudah sepatutnya kita die harder. Tidak peduli apakah sesorang muslim kader Gerindra, PKS, PPP, PBB, Golkar atau PDI-P sekalipun, menyangkut Palestina kita satu. Bagi orang-orang muslim yang berkuasa, gunakanlah kekuasaan itu untuk membantu Palestina. Bagi yang memiliki kelapangan rezeki, sisihkanlah sebagiannya untuk membantu Palestina. Bagi yang pas-pasan cukuplah untuk tidak mengkonsumsi produk-produk yang terafiliasi kepada penjajah di Palestina. Itu hanyalah hal kecil, namun setidaknya sudah menunjukan dimana kita berdiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H