Mohon tunggu...
Tommy Tampenawas
Tommy Tampenawas Mohon Tunggu... -

tommytampenawas.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pendeta dan PSK

22 Februari 2012   10:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:19 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada anakku di perantauan,

Bagaimana kabarmu sekarang, nak? Apa masih tidak baik, seperti yang kamu tulis di dalam suratmu? Papa tebak, saat ini kamu baru saja membuka lipatan surat papa dan membacanya sambil bersandar di bawah beringin rindang di depan gubuk kayumu yang lebih tua dari umurmu. Dari bawah pohon tempat kamu duduk, bisa papa bayangkan sinar matahari mengintip dari celah-celah dedaunan dan akhirnya jatuh di tanah, di bawah kakimu. Burung-burung nuri pun mengintipmu, melompat dari satu dahan ke dahan lain sambil melantunkan kicauan musik alam yang terdengar merdu di telinga.

Papa masih ingat itu semua, karena setahun lalu saat papa berkunjung ke tempatmu, itu adalah memori yang tidak bisa papa lupakan; tentang kamu, gubukmu, desamu, dan hutan belantara yang membelah desa-desa.

Papa telah membaca suratmu dan inilah balasan papa. Anakku sayang, papa dulu pernah mengalami pergumulan yang sama dengan apa yang kamu alami, ketika papa seumurmu. Tapi maaf, papa tidak bisa memberikan solusinya, karena kamu sendirilah yang harus menemukannya. Papa cuma bisa mengingatkan kamu akan nasihat papa 7 tahun lalu sebelum kamu mendaftar di seminari? Papa bilang pendeta itu sama seperti PSK! Dan itu papa bilang tegas sekali padamu. Saat itu kamu bilang bahwa papa mengada-ada; papa berdosa karena ngomong seperti itu. Akhirnya kamu tetap mendaftar di seminari, kuliah, lulus dan sekarang ditempatkan di tempat terpencil ini. Sekarang, setelah apa yang kamu alami, mungkin kamu baru mengerti arti dari perumpamaan papa tersebut.

Anakku sayang, mungkin saat ini kamu ingin lari dari panggilanmu. Mungkin saat ini badanmu bagai tulang dibalut kulit. Wajahmu yang dulu manja, kini tampak lebih tegas. Dahimu bergaris akibat banyak memikirkan warga desa. Rambutmu yang hitam kini panjang sepundak; kusut tak ada shampoo, hanya kamu sisir dengan jari tanganmu yang kukunya hitam kotor. Betismu yang dulu putih halus dan ramping, kini sekeras dahan pohon di atas kepalamu, karena seringnya kamu menerobos hutan dan menyeberangi sungai untuk melayani desa-desa. Kamu tidak terbiasa dengan ini semua nak, karena kamu adalah anak kota, bukan anak desa. Mulutmu ingin mengeluh, tapi tidak tahu pada siapa, hingga kamu menitikkan air mata di atas suratmu.

Anakku sayang, papa ingatkan sekali lagi, pendeta itu layaknya seorang PSK cantik. Kamu harus rela meladeni banyak orang dengan senyuman manis, walau terpaksa. PSK saja siap digilir sepanjang malam hanya untuk mendapatkan sesuatu. Karena itu kamu juga adalah seorang PSK. PSK yang harus rela digilir sepanjang hari oleh Tuan-mu dan pengikut-Nya. Tubuhmu harus rela kamu berikan kepada mereka setiap hari. Tapi menurutmu apa yang telah kamu dapatkan?

Mungkin kamu mengatakan bahwa kamu bukan PSK. Papa setuju itu, nak. Tapi itu hanya karena tugasmu lebih berat dari seorang PSK. PSK bisa mendapatkan upah yang lebih besar, sedangkan kamu hanya dapat ucapan terima kasih. PSK bisa makan enak sehabis melayani, tapi kamu makan dari apa yang kamu tanam di halaman gubukmu, atau dari kemurahan tangan warga desa. PSK bisa ke salon, tapi jarimu lah satu-satunya alat kecantikanmu. PSK bisa istirahat di siang hari, tapi kamu harus siap 24 jam.

Anakku sayang, temukanlah solusi atas pergumulanmu sendiri. Papa percaya kamu akan menemukannya, sehingga kamu akan menikmati tugasmu di sana. Papa ingatkan sekali lagi! Sebesar apapun upah seorang PSK, tidak ada artinya dengan upah yang akan diberikan oleh Tuan-mu nanti. Mungkin sekarang Dia masih berhutang padamu. Banyak sekali! Tapi percayalah Dia akan melunasinya suatu saat dan kamu akan mendapatkan "orgasme" terbesarmu bersama-Nya.



22 February 2012

Papa selalu mendoakanmu, nak

Salam cinta dari papa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun