Pemuda seni itu suka berkarya, dan pastinya ingin karyanya diapresiasi, bagaimanapun bentuk apresiasi itu. Mereka sangat ingin adanya perhatian dari dari semua pihak, terlebih dari pemerintah setempat agar mereka difasilitasi dalam berkarya.Â
Tanpa adanya dukungan, sangat sulit bagi kawan-kawan pegiat seni dalam mengembangkan bakatnya, menyalurkan karyanya, dan mengekspresikan isi hatinya. Bukan tidak bisa, hanya saja sangat terbatas ruang geraknya. Dalam keterbatasan mereka tetap bisa berkarya.
Aku teringat beberapa tahun yang lalu, banyak kegiatan-kegiatan kesenian di Labuhanbatu Selatan, baik itu festival band, tari-tarian, puisi, dan berbagai macam karya seni lainnya.Â
Dalam satu tahun, pasti ada saja event-event yang dilaksanakan, baik yang berskala kecil, maupun yang besar. Namun kini, kita tahu sendirilah kawan-kawan, silahkan merenung, bertanya dan bergumam dalam hati.
Akan sangat jarang anda melihat ada event, festival, atau sejenisnya yang bukan formalitas semata, yang memanfaatkan karya dan kreativitas pegiat seni Labuhanbatu Selatan. Kalaupun ada, itu dilaksanakan mandiri oleh komunitas-komunitas seni yang ada.
Bahkan ada cerita dari salah seorang kawanku, pada saat di nge-MC di acara HUT Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang Ke-10 Tahun, tidak dibayar sama sekali, untuk minum saja harus beli sendiri. Kejam atau keren ? Bahkan dari diskusi dengan mereka, sangat sedikit talenta-talenta dari kawan-kawan seniman Labusel yang ditampilkan di malam puncak, rata-rata masih ngimpor artis. Ada apa?
Kita tidak bisa menafikkan, bahwa tetap ada bantuan dan dukungan Pemkab Labusel bagi kawan-kawan seniman/artis yang sudah bisa menembus audisi-audisi sejumlah ajang pencarian bakat yang diselenggarakan stasiun televisi-televisi. Namun untuk pembinaan dari bawah, aku belum melihat adanya perhatian dan pembinaan serius. Padahal, itulah yang paling penting, pembinaan sejak dini. Maka dalam hal ini, kita apresiasi yang sudah dilakukan Pemkab Labusel sekaligus mengingatkan yang belum diperhatikan, bukan hanya menyalahkan, tapi beri solusi.
Saat ini Pemuda Seni Labusel diambang "kepunahan". Mereka tak tau kemana mengekspresikan karyanya. Cafe-cafe yang mau menampung karya mereka masih terbatas, Pemkab pun seakan tutup mata, belum memperhatikan mereka. Semangat mereka berkarya menurun, beriringan dengan hilangnya panggung mereka. Nasib mereka seperti di ujung tanduk, miris.
Tapi Pak Penguasa, mereka mulai bangkit lagi, mereka mulai bergairah lagi, senyum mereka mulai sumringah. Mereka mulai galang persatuan, bersilaturahmi, dan mulai membangun komunikasi antara satu dengan yang lain, komunikasi antara satu komunitas seni dengan komunitas yang lain.Â
Dukunglah mereka, berilah mereka keleluasaan dalam berkarya, berikan mereka panggung untuk berekspresi. Cukuplah main-mainnya, jangan biarkan nasib mereka buyar tak tentu arah.Â
Semoga kalian semakin waras, Pak.