Siang itu, saya sedang tour bersama dengan peserta event SAIK 2018 di Tangerang, dan rombongan kami melintas di sebuah jembatan di Kota Tangerang. Jembatan tersebut berada di jalan Daan Mogot yang menghubungkan antara Kota Tangerang dan Jakarta Barat.
"Ini adalah bagian dari jalan Anyer Panarukan"
Begitu cerita pemandu kami di dalam bus. Ingatan saya pun menerawang ke lebih dari 300 tahun lalu. Gubernur Jenderal Belanda Herman Willem Daendels, selanjutnya saya sebut dengan Daendels saja yang membangun jalan pos sepanjang kurang lebih 1000 kilometer.
Jalan pos ini, menurut catatan sejarah yang saya telusuri, dibangun selama tiga tahun. Mulai dari 1808 hingga 1811. Meskipun ada catatan buruk dalam pembangunan jalan Anyer Panarukan ini, pembangunan jalan ini membututhkan waktu yang relatif singkat. Hanya Tiga tahun.
Apa tujuan Daendels membangun jalan pos dari Anyer ke Panarukan ini? Untuk kepentingan ekonomi dan juga pertahanan dari serangan Inggris kala itu. Selain kepentingan ekonomi, jalan ini disebut jalan pos karena setiap 4,5 kilometer, ada pos untuk tempat penghentian dan penghubung pengiriman surat.
Berdasarkan catatan sejarah juga, awalnya Daendels hanya ingin menghubungkan Anyer dan Jakarta saja. Namun, setelah kunjungannya ke Surabaya, dia kemudian merasa perlu agar dibangun sampai Panarukan.
Tiga ratus tahun berselang, lebih tepatnya 317 tahun, antara Barat dan Timur pulau Jawa tersambungkan dengan jalan tol. Presiden Joko Widodo hari ini meresmikan tujuh ruas tol Trans Jawa yang menghubungkan antara Merak dan Surabaya.
Pembangunan jalan tol ini sendiri, bukan hanya dilakukan di era Presiden Jokowi saja. 242 Kikometer dibangun periode 1978-2014, 75 Kilometer pada tahun 2005-2014 dan terakhir 616 kilometer dibangun pada 2015-2018.
Kalau membandingkan antara pembangunan Anyer Panarukan hanya selama tiga tahun, merampungkan tol Trans Jawa ini lebih lama. Situasi memang berbeda. Jaman dahulu mungkin tidak ada pembebasan lahan. Apalagi itu era kolonial.