Mohon tunggu...
Thomas Jan Bernadus
Thomas Jan Bernadus Mohon Tunggu... Penulis - A Freelance Blogger

blogger free lance

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penguasaan 51% Saham Freeport, Bukan Seperti Beli Gorengan

19 Oktober 2018   16:02 Diperbarui: 19 Oktober 2018   16:16 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hari lalu, atau Rabu 17 Oktober 2018, melalui website resmi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, terungkap bahwa hingga saat ini (hari ketika berita tersebut ditulis), belum ada pembayaran ataupun ada transaksi satu Rupiah pun yang dilakukan oleh PT Inalum sebagai wakil dari pemerintah dalam pembelian 51% saham PT Freeport.

Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Dirut Inalum, dan Dirut Freeport Indonesia. Kemudian ini menjadi ramai. Media sosial sudah dibuat riuh, dan orang memperbincangkan bahwa Indonesia sudah menguasai 51 persen saham Freeport.

Saya sebenarnya, salah satu orang yang tergelitik, dan mencari tahu sebenarnya bagaimana sih? Beberapa bulan lalu, saya mengikuti sebuah acara diskusi, namanya Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Kementrian Kominfo. Saya pun menuliskan mengenai penguasaan saham freeport sebesar 51 persen tersebut.

Selama bertahun-tahun, Indonesia memang hanya memiliki 9,36 persen saham. Bertahun-tahun freeport menambang dari tanah Indonesia, tapi saham tidak sampai 10 persen alias sepersepuluh dari total saham. Miris nggak sih?

Awalnya, sebelum 27 September lalu, momen dimana disebut Pemerintah Indonesia akhirnya diberitakan "sah menguasai 51 persen saham Freeport" ada yang namanya Head of Agreement (HoA). Kalau nggak paham soal Head of Agreement ini, biasanya disebut juga dengan Letter of Intent (LoI).

Dalam Head of Agreement, ini seperti dirilis oleh media online kompas, dijelaskan secara detil tahapan yang ditempuh agar Indonesia bisa memiliki saham mayoritas PTFI 51 persen. Salah satu tahapannya adalah pembayaran 3,85 miliar dollar AS oleh Inalum sebagai proses untuk menguasai saham 51 persen.

Oh iya, PT Inalum ini sendiri, merupakan BUMN yang mewakili pemerintah Indonesia untuk menguasai 51% Saham Freeport. Head of Agreement ini, bukanlah proses akhir atau kalau bisa dibilang, pembelian saham sudah selesai, dan Indonesia sudah menjadi pemegang saham terbanyak di freeport.

Tidak! HoA ini ini merupakan salah satu tahap dan juga tahap awal untuk menguasai 51% saham freeport. Inalum juga, harus menyiapkan dana 3,85 miliar dolar AS untuk menguasai saham ini. 3,85 milyar dolar ini jumlah yang tidak sedikit. Inalum, setidaknya harus mencari pembiayaan melalui perbankan untuk bisa membeli saham.

Dalam HoA ini, ada tiga kesepakatan. Yang pertama adalah perjanjian pengikatan jual beli atau sales and purchase agreement (SPA), selanjutnya adalah shareholders agreement atau seperti perjanjian kesepakatan antara pemegang saham dengan pemegang saham baru.

Yang ketiga adalah exchange agreement atau pertukaran informasi antara pemegang sahan baru dan pemegang saham lama. Bagaimana dengan kondisi keuangan Inalum sendiri? 

Mengacu laporan keuangan PT Inalum per 31 Desember 2017, BUMN Holding tambang tersebut memiliki kas tunai sekira Rp 16 triliun. Bahkan pada kuartal pertama tahun 2018 diperkirakan pendapatan perseroan naik menjadi Rp20 triliun.

Dengan kekuatan finansial Inalum jelas mampu melunasi utang untuk membeli saham 51% Freeport ini. Alternatif yang dilakukan adalah dengan pembiayaan melalui Bank Asing. Lah kenapa harus bank Asing? Ini agar bisa menghindari terjadinya fluktuasi rupiah, yang bisa saja terjadi bila pendanaan dilakukan oleh perbankan nasional. 

Setelah HoA ini, kemudian proses berlanjut ke Bulan September 2018 dimana dilakukan penandatanganan sejumlah perjanjian sebagai kelanjutan dari Pokok-Pokok Perjanjian (Head of Agreement) terkait penjualan saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia(PTFI) ke Inalum. Namanya adalah Sale and Purchase Agreement (SPA)

Penandatanganan ini dilakukan oleh  Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero), Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto  di Kantor Kementerian ESDM, Kamis 27 September 2018.

Apa saja perjanjian yang ditandatangani tersebut? Perjanjian tersebut meliputi Perjanjian Divestasi PTFI, Perjanjian Jual Beli Saham PT Rio Tinto Indonesia (PTRTI), Perjanjian Pemegang Saham PTFI, yang dilengkapi dengan Services Agreement dan Economic Replacement Agreement, serta Perjanjian Pengambilan Saham PTFI.

Jadi, setelah HoA, kemudian SPA ini ditandatangani. Kalau HoA itu dikatakan bahwa sudah melihat secercah cahaya dalam sebuah terowongan, SPA ini, cahaya tersebut semakin nyata. Iya semakin nyata.

Kalau kita ibaratkan membeli sesuatu barang, ingat ini hanya ibarat ya, tahapan ini sudah ada di tahap setuju untuk melakukan jual beli. Misalnya kalau kita beli tanah, bisa diibaratkan sudah menandatangani akta jual beli, tapi belum melakukan transaksi uang.

Simpelnya gini, saya dan penjual barang sudah menandatangani pembelian barang, tapi saya sebagai pembeli belum melakukan pembayaran karena nilainya yang tidak sedikit dan ada upaya-upaya lainnya.

Apa langkah selanjutnya? Ya bayar 3,85 Milyar Dolar AS Tersebut. Kalau dirupiahkan, nilainya sebanyak kurang lebih 56 trilyun. Bukan nilai yang tidak sedikit kan?

Inalum, akan menyelesaikan pendanaan untuk pembelian saham sebesar 51 persen tersebut. Rencananya adalah bulan November nanti penyelesaian pendanaan ini. Setelah pendanaan selesai, berarti langkah selanjutnya adalah pembayaran.

Saya kembali mengibaratkannya dengan membeli barang. Saya sudah sepakat membeli barang, tapi dananya belum siap. Saya memiliki dana tapi masih kurang lah begitu. Saya kemudian mencari pendanaan, dan saya akhirnya mendapatkan pendanaan.

Setelah dana ini sudah cair, berarti saya siap untuk membayar kan? 

Begitu juga dengan pembayaran saham oleh Inalum ini. Ketika dana sudah siap, menurut rencana pada bulan Desember nanti, pembayaran dilakukan. Dan ini berarti bukan hanya melihat cahaya dalam terowongan saja, tetapi sudah keluar dari terowongan panjang pembelian saham ini.

Beli saham ini, seperti judul yang saya tulis, tidaklah seperti membeli gorengan. Kita tinggal tanya harga dan serahkan uang kemudian gorengan diberikan kepada kita.

 Beli saham ini tentunya akan ada proses, yang cukup panjang dan tidak mudah. Tapi setidaknya sudah berjalan seperti rencana.

Indonesia sudah sah memiliki 51% saham? Sudah sah. Perjanjian jual beli sudah ditandatangani. Tinggal perubahan kepemilikannya saja. Kita tunggu saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun