Mengikuti Lava Tour di Lereng Gunung Merapi, bagi saya merupakan pengalaman pertama. Meskipun, datang ke Yogyakarta, bukan baru kali ini bagi saya. Saya yang berkuliah di Salatiga, Jawa Tengah, kerap mendatangi Yogyakarta, meskipun hanya seputaran Malioboro dan Kota Yogyakarta.
Bulan November ketika saya bersama sejumlah teman Bloggger datang ke Yogyakarta, kami mengunjungi sebuah kawasan wisata baru bernama "Kampoeng Mataraman" di Kawasan Bantul.
Ketika, sebuah tugas "mengharuskan" saya untuk ke Yogyakarta pertengahan Februari ini, ternyata saya mendapatkan pengalaman baru. Mengikuti yang namanya Lava Tour. Awalnya, saya datang ke Yogyakarta, saya pikir, hanya sekedar datang untuk mengikuti sebuah acara workshop. Ternyata ada Lava Tournya.
Dari hotel tempat saya menginap di Kawasan Jalan Sudirman, Yogyakarta, saya dan teman-teman berangkat dengan menggunakan bus. Waktu menunjukkan sekitar jam 06.45 pagi.
Perjalanan menuju ke kawasan Kaliurang tempat starting point dari Lava Tour ini. Perjalanan kami tempuh dengan waktu kurang lebih satu jam. Tidak terlampau jauh.
Sesampai di lokasi, saya melihat sekumpulan mobil jeep, yang sudah bersiap menunggu kami untuk berangkat. Yang saya lihat, jeep yang kami tumpangi berbeda. Kalau di Bromo, pertengahan Januari lalu, kami dan rombongan menggunakan Toyota Land Cruiser, di Lava Tour ini kami menggunakan jeep legendaris. Willys.
Sebelum berangkat, saya seperti biasa, menyempatkan diri untuk foto. Kenang-kenangan karena baru pertama kali mengikuti Lava Tour ini.
Rute pertama yang akan kami tempuh adalah ke titik wisata pertama. Saya benar-benar merasakan "offroad" berbeda dengan di Bromo yang sebelum ke lautan pasir lebih banyak melewati jalan yang beraspal.
Titik Pertama, Museum Sisa Hartaku
Kurang lebih 15 menit, saya dan rombongan tiba di Museum Sisa Hartaku. Ini adalah titik pertama dari tiga titik yang akan kami singgahi di Lava Tour ini. Museum Sisa Hartaku ini berada di Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Dusun ini merupakan salah satu Dusun yang tersapu awan panas atau Wedhus Gembel ketika gunung merapi meletus tahun 2010. Di dusun ini, kita bisa melihat tulang hewan lembu atau sapi yang menjadi korban letusan.
Ada juga sisa atau rangka sepeda motor, dan perabotan milik warga yang masih tersisa. Tidak hanya itu juga, jam yang menunjukkan waktu letusan juga ada. Bahkan rumah dari dusun ini meskipun sudah dipugar dengan diberi atap, masih terlihat sisa-sisa dampak letusan Gunung Merapi.
Batu Alien
Perjalanan kami lanjutkan ke titik ke-2. Perjalanan ke titik ke-2 ini medan yang kami lalu mulai lebih offroad. Goncangan di mobil semakin terasa. Kami melalu jalanan berbatu dan berpasir. Titik ke-2 yang kami akan kunjungi ini adalah Batu Alien.
Sesampai di Batu Alien, kami hanya sekedar berfoto. Dinamakan batu Alien karena memang batu berukuran besar dan berbentuk seperti kepala alien.
Sebenarnya dari Batu Alien ini kita bisa melihat "the mighty Merapi", tapi karena cuaca yang berkabut, tidak terlihat. Saya hanya menyempatkan berfoto dengan latar belakang gunung merapi yang tertutup kabut dan pertambahan pasir serta Lereng Merapi.
Bunker Kaliadem
Perjalanan ke Bunker Kaliadem ini kami tempuh dengan waktu sekitar 15 menit. Jalan yang kami lalui jalan berbatu dan pasir. Sensasinya masih sama karena benar-benar offroad.
Tiba di Bunker Kaliadem, kami melihat Bunker yang berfungsi untuk tempat berlindung ketika terjadi letusan. Tapi menurut tour guide, bunker ini sudah tidak dipakai lagi karena ada pengungsi yang masuk ke dalam bunker ini tahun 2010, tetapi tetap tewas karena kepanasan.
Sekali lagi, di tempat ini kami berfoto dan saya juga sempat berfoto untuk kenang-kenangan pernah datang ke sini. Sebenarnya juga, Gunung Merapi terlihat dari sini, tapi masih tertutup kabut. Saya tidak masuk ke dalam bunker, dan hanya foto di signage bertuliskan Bunker Kaliadem. Biasalah, buat di Media Sosial.
Di kawasan Bunker Kaliadem ini juga saya melihat ada sejumlah kios atau gerai yang menjual suvenir. Suvenir yang dijual pada dasarnya sama, tapi yang menarik perhatian saya ada suvenir berupa bunga edelweiss atau bunga abadi.
Selesai dari Bunker Kaliadem ini, kami kembali ke tempat kami berangkat. Dan ternyata, jarak dari Bunker Kaliadem ini ke tempat kami berkumpul sebelum berangkat, hanya dekat. Kurang lebih 10 menit.
Sebuah tour yang saya rasakan ini, adalah tour yang benar-benar berbeda. Kenapa? Karena benar-benar offroad. Dan sensasi yang berbeda dengan berpetualan dengan Toyota Hardtop Landcruiser di Bromo.
Sepertinya saya akan kembali satu saat nanti.
Tulisan ini juga bisa dibaca di blog saya, bacirita.id
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H