Sekira dua bulan lalu, saya yang sedang mempersiapkan acara nonton bareng film anak-anak di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak atau RPTRA, mendatangi RPTRA Sungai Bambu. Sudah pasti untuk persiapan acara nonton bareng.
Seperti yang sudah saya ceritakan di blog saya (bacirita.id), waktu itu ada kurang lebih 30 ibu-ibu sedang belajar atau ikut pelatihan membuat kue dan roti. Pelatihan tersebut merupakan pelatihan terakhir setelah selama empat bulan (sekali dalam sebulan) mereka belajar membuat kue.
Dua bulan berselang, saya yang biasanya suka lewat depan RPTRA Sungai Bambu, tiba-tiba melihat di RPTRA tersebut sedang ramai. Ibu-ibu sedang berkumpul. Ada apakah gerangan? Kalau pelatihan membuat kue kok tidak ada kompor dan oven.
Usai memarkir sepeda motor, saya kemudian langsung menuju ke dalam RPTRA. Setelah melihat spanduk yang dipasang, ternyata, ibu-ibu sedang ikut pelatihan merajut dasar. Bukan merajut cinta merenda kasih yang jelas.
Sejenak saya mengambil foto. Dan usai mengambil foto saya menuju ke ruang pengelola RPTRA. Mau nanya-nanya. Untuk liputan blog saya dong pastinya.
Usai memanen kangkung, saya kemudian bertanya-tanya ke pengelola RPTRA. Tapi di dalam ruang pengelola saya bertemu dengan dua orang staff kantor pengelola jalan tol lingkar dalam atau tol dalam kota Jakarta. Rupanya ini bagian dari CSR mereka.
"Ada 100 orang ibu-ibu yang ikut pelatihan ini mas"
"Dari mana saja ibu-ibu ini?"
"Dari Dua kecamatan. Tanjung Priok dan Pademangan"
Begitu bincang-bincang saya dengan Mas Fahrizal, yang merupakan staff dari pengelola jalan tol dalam kota Jakarta. Mas Fahrizal menjelaskan, kantornya menyiapkan Benang dan Jarum atau alat rajut. Untuk instrukturnya mereka membayar tenaga ahli.
Saya pun berbincang dengan ibu yang setelah saya tanya namanya adalah Ari Asih Pratiwi. Saya ingin bertanya apa materi yang diberikan kepada ibu-ibu ini.
"Mereka diajari merajut dasar dengan membuat dompet atau tas kecil"
Wah, mantap juga ya. Ibu Ari menambahkan, kalau sudah diberikan pelatihan seperti ini, nantinya ibu-ibu ini bisa sembari iseng daripada bengong di rumah, bisa membuat rajutan. Satu saat mereka bisa membuat baju atau tas yang lebih besar.
Mas Fahrizal menambahkan, pelatihan ini dilakukan sehari saja. Setelah pelatihan, para ibu-ibu diberikan angket atau kuisioner. Nantinya dari kuisioner atau angket ini, bisa diketahui apakah perlu dilakukan pelatihan lanjutan.
Usai berbincang dengan Mas Fahrizal dan Ibu Ari Asih, saya kembali ke ruang serbaguna RPTRA. Mau melihat hasil rajutan dari ibu-ibu PKK ini. Kebetulan salah seorang ibu (yang saya tidak tanya namanya) sudah menyelesaikan rajutannya berbentuk dompet.