Mohon tunggu...
Tommy Tan
Tommy Tan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review Film Pendek "Cheng Cheng Po"

22 Desember 2016   15:37 Diperbarui: 22 Desember 2016   15:46 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kita melihat film-film yang diproduksi oleh Indonesia saat ini, masih ada yang terdapat film yang tidak memiliki makna dari sisi moral dan etika, namun ada juga film produksi Indonesia yang memiliki sisi moral dan etika. Namun perfilman di Indonesia juga sulit berkembang dengan adanya film yang Impor dari luar yang banyak tidak memiliki sisi moral dan etika. Semakin sulitnya persaingan dalam dunia perfilman membuat Indonesia sulit untuk maju kearah yang lebih baik. Namun ada seorang sutradara film dari Indonesia yang telah menghasilkan sebuah film pendek yang memiliki sisi moral dan etikanya, beliau adalah B.W. Purbanegara dalam filmnya yang berjudul “Cheng Cheng Po”.

Film “Cheng Cheng Po” merupakan film pendek dengan durasi 18 menit. Film tersebut intinya bercerita tentang masalah Multicultural dalam hidup ini. Hal tersebut terlihat saat ada beberapa adegan film di mana ada orang tua yang tidak setuju anaknya bergaul dengan orang Tiongkok. Di film tersebut sangat jelas memperlihatkan banyak orang yang memiliki suku dan Agama yang berbeda, namun tidak menjadikan mereka tidak bersatu. Aktor dan Aktris dalam film tersebut menunjukkan hubungan yang baik meskipun saling berbeda satu sama lain. Adapun pemeran utama dalam film tersebut adalah Markus, Tyara, Tohir, dan Han.

Dalam film tersebut, Markus, Tyara, Tohir, dan Han adalah sahabat dekat meskipun mereka memiliki suku dan Agama yang berbeda. Di sini Markus diceritakan sebagai anak Papua dan ayahnya bekerja di bengkel sebagai tukang reparasi motor. Tyara merupakan anak yang berasal dari Jawa perkotaan. Han adalah anak dari keturunan Tiongkok, dan orang tuanya bekerja sebagai penjual bakpao yang sedang sepi. Menjelang ujian sekolah, Han dipanggil guru dan diberi tahu bahwa agar ia dapat ikut ujian ia harus melunasi uang sekolah. 

Tetapi orang tua Han tidak memiliki uang. Melihat hal itu, teman-teman Han ingin membantu dengan minta tolong orang tua masing-masing. Sayangnya orang tua Markus dan Tohir juga bukan orang kaya. Sementara orang tua Tyara cenderung memiliki sikap negatif pada etnis lain, salah satunya Tiongkok. Akhirnya muncul ide untuk membuat barongsai. Keempat orang ini akhirnya membuat barongsai dari barang-barang yang mereka jumpai, misalnya kurungan ayam, cat bekas, kain, dsb. Pertunjukan barongsai dilakukan di dekat tempat ibu Han jualan bakpao. Penjaga masjid pun turut membantu dengan memberi ketukan menggunakan bedug. Akhirnya bakpao ibu Han laris dan Han bisa membayar uang sekolah.  

Film tersebut merupakan film yang sangat bagus menurut saya, hal tersebut terbukti karena film ini telah memenangkan Piala Citra untuk kategori Film Pendek Terbaik di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2008, dan Audience Award dalam Festival Film Pendek Konfiden 2007. Namun yang kurang dari film tersebut hanya dari kualitas suara dan kualitas gambarnya saja dikarenakan menggunakan alat yang seadanya saja. Namun untuk ratingnya sendiri, dari nomor 1-10 saya memilih nomor 8 karena didukung oleh jalan cerita dan latarnya. Bagi yang belum nonton film tersebut, bisa diliat di video berikut ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun