Mohon tunggu...
Tommy Tan
Tommy Tan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Hati untuk Jakarta

15 Desember 2016   14:06 Diperbarui: 15 Desember 2016   14:41 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: agenswisderm.com

TUNTUTLAH ILMU SEKALIPUN KE NEGERI CINA.” – Pepatah kuno

Aku dibesarkan di kota Pekanbaru, di mana kota tersebut terkenal dengan hasil pertambangan dan minyak buminya. Kebiasaanku di kota Pekanbaru membuatku banyak tidak mengetahui suatu hal tentang budaya dan perkembangan di Jakarta. Kota Jakarta yang banyak disebut-sebut oleh teman di daerahku seolah membuatku berasumsi Jakarta adalah kota yang jauh lebih indah daripada Kota lainnya. Ternyata memang benar, setelah menjalani kehidupan di Jakarta, banyak hal yang bisa aku ketahui, dari cara berbicara, tempat-tempatnya, dan teknologi. Wajar saja, Jakarta adalah Ibu Kota negara Indonesia, bagaimanapun segala sesuatunya harus ada di sana. Namun hidup di Jakarta ternyata tidaklah mudah.

Kehidupanku di Jakarta ini hanyalah sebatas numpang untuk menuntut Ilmu dan bekerja. Saat ini aku sedang kuliah di STIKOM London School of Public Relations – Jakarta atau yang sering disebut  LSPR, di mana jurusan kuliah di sini adalah Ilmu Komunikasi. Untuk melatih kemampuanku dalam bidang komunikasi, aku memilih untuk bergabung dengan sebuah club di LSPR, namanya adalah London School Radio. Pada awalnya memang hanya sebatas melatih kemampuan komunikasiku, namun ternyata di London School Radio menawarkan sebuah pekerjaan sebagai seorang Trainee yang tentunya dibayar setiap bulannya. Dari situlah pekerjaan pertamaku dimulai. Meskipun awalnya senang karena mendapatkan gaji pertama, namun tetap aja, tidak ada pekerjaan yang mudah untuk dijalani.

Ada senang dan sedih ketika merasakan perbedaan antara kehidupan saat bekerja dan kehidupan saat SMA. Kehidupan ini perlahan memaksaku untuk merubah cara berpikirku, siap menerima tanggung jawab yang lebih besar, dan hati yang tahan terhadap hal-hal yang tidak nyaman untuk didengar maupun dirasakan. Kesenangan yang saat ini kuingat adalah ketika ibuku senang mendengarku telah bekerja di Jakarta, lalu aku mengeluh betapa tidak menyenangkan bekerja, dan betapa tidak nyamannya aku tinggal di Jakarta dengan keadaan uang yang terus menghantuiku.

Lalu kuingat Ibuku berkata dalam percakapan telepon yang sangat sederhana namun mengharukan, “Mau gimanapun keadaan kamu Tom, Mama siap bantuin kamu. Kerja tuh memang ga ada yang enak, tapi kalau kamu udah terbiasa, dan cara berpikir kamu udah makin  dewasa, kamu pasti semakin pintar nantinya. Pokoknya apapun pilihan kamu, Mama selalu dukung.” Sekilas aku merasa seperti anak kecil yang dinasehati oleh orang tuanya, kemudian aku menangis sebagai seorang lelaki yang seharusnya tidak boleh menangis.

Pernah terpikirkan olehku sebuah pertanyaan, apakah hidupku hanya bekerja di Radio setiap harinya? Lalu pernah juga salah satu temanku di kampus menanyakan hal yang sama sekaligus mengejek sambil bercanda. Kemudian aku membalas dengan bercanda, “Iya nih, lagi sibuk dulu belum ada waktu ngambil cuti. Lu katanya udah senang-senang sekarang, tapi kok mata itam semua? Abis begadang lukan ngurusin design di kantor?”. Perlahan-lahan sampai sekarang, aku menikmati kerjaku sebagai seorang Trainee di Radio.

Jakarta menurutku tidaklah buruk, bahkan tinggal di Jakarta adalah suatu hal yang bagus dan banyak hal yang mungkin bisa didapatkan. Misalnya saja relasi, mengingat Jakarta ini banyak sekali orang luar dan berbagai macam perusahaan besar ada di Kota tersebut, tidaklah menutup kemungkinan bahwa kita bisa lebih sukses dengan banyaknya cara dan relasi yang ada.

Saat bekerja di Jakarta, perlahan-lahan aku seperti melupakan keluargaku sendiri bahkan ibuku karena terlalu sibuknya. Kadang saat tidak sibukpun, aku juga terbawa suasana untuk menghibur diri sendiri dengan mendengarkan musik dan video apapun di internet, sampai aku ditegur oleh orang tuaku sendiri bahwa aku seperti tidak mempunyai keluarga. Akupun meminta maaf kepada orang tuaku dan berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Selain masalah keluarga, dalam kehidupanku saat bekerja, aku menemukan konflik lainnya yang di mana itu adalah ketelodaranku selama bekerja.

Awalnya mungkin aku dinilai sangat bagus dalam bekerja, namun tidak tahu bagaimana aku semakin kehilangan fokusku. Banyak hal yang harus kuingat, ketika aku harus mengerjakan satu hal, tiba-tiba pekerjaan yang lain terlupakan. Ketika aku harus mengerjakan pekerjaan lainnya, tiba-tiba ada saja pekerjaan mendadak yang seharusnya dikerjakan oleh orang lain terpaksa aku yang menyelesaikannya. Aku telah menerima hinaan dari belakang, dan teman 1 timku terlihat mulai tidak menyukaiku. Aku bingung harus bagaimana mengatasi masalahku, bahkan akupun bingung harus memulainya darimana lagi.

Aku mulai dianggap sebagai seorang pelupa, kasar, dan sombong karena sebuah jabatan yang diberikan kepadaku. Aku tidak pernah membela diriku karna mungkin itulah yang terlihat di mata mereka bukan seperti apa yang aku lihat. Terkadang aku berpikir, ambisi untuk menjadi seseorang yang lebih baik daripada yang lain membuat kita malah semakin jatuh karena tidak bisa mengendalikan suasana. Contohnya saja ketika aku mencoba untuk bersikap professional, namun malah dianggap aneh dan menyebalkan. Terkadang kita harus mempelajari banyak hal dari pengalaman kita dan berusaha untuk tetap tidak berlebihan.

Namun perlahan-lahan keadaan sudah berubah, pekerjaanku semakin bisa diatur waktunya dan keadaan teman rekan kerja juga sudah mulai baik kepadaku. Namun tetap saja terkadang aku kesulitan untuk mengatasi pekerjaan yang datang kepadaku, dan aku masih harus menyesuaikan keadaannya agar semua pekerjaan bisa teratasi. Jadi dimanapun kita ingin mencoba untuk belajar, pelajarilah dengan sepenuh hatimu. Selalu ada masalah yang akan datang padamu, namun tantangannya adalah bagaimana cara kamu mengatasinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun