Mohon tunggu...
Mas Tommy
Mas Tommy Mohon Tunggu... Wiraswasta - I don't have to tell

Sorry, this page isn't available...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sedikit Fakta Tambahan tentang Ibu Guru Retno Ambarwati via Telepon

10 Oktober 2013   23:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:42 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang penulis awam yang baru berkecimpung di Kompasiana ini, terus terang saya pribadi merasa kaget dan terharu atas begitu banyaknya terhadap respon baik terhadap artikel saya yang berjudul "Ibu Guru Ini Terpaksa Menggendong Anaknya yang Lumpuh ketika Mengajar" di blog keroyokan ini beberapa hari silam. Ada perasaan bahagia ketika begitu banyak tanggapan positif berkenaan kisah ibu guru tersebut. Bukan sekadar komen, banyak dukungan doa, rasa iba, simpati hingga tidak sedikit pula yang secara spontan berniat menyumbang kepada beliau.

Sejak dari situ, ada kemudian terbesit perasaan "agak terbebani" secara moril berkaitan pengaruh dari tulisan tersebut. Apa kelanjutannya? Atau sudah hingga sampai di sini saja ---sekadar menjadi sebuah tulisan belaka tentang salah satu gambaran kehidupan masyarakat kecil; Atau ada hikmah baik reaksi dari kisah hidupnya tersebut? Kenyataan ini yang membuat saya tergerak hati untuk menghubungi teman saya kembali --Achmad Nurulyadi-- yang saya anggap pertama kali mengangkat kisah Retno Ambarwati itu. Alhasil, saya akhirnya diberikan sebuah nomor kontak untuk menghubungi ibu guru itu secara pribadi.

Saya pun kemudian menelepon dan bisa berbicara langsung dengan ibunda dari Fakhri tersebut. Saya mengenalkan diri sebagai seseorang awam yang hanya "iseng" menulis ulang tentang beliau di Kompasiana serta menceritakan bagaimana reaksi positif dari pembacanya. "Kompasiana itu semacam tulisan yang dibuat di internet", ujar saya menjelaskan kepada beliau ketika bertanya tentang Kompasiana. "Oh tapi bukan wartawan ya pak?" tanya beliau ragu-ragu. "Bukan bu, saya bukan wartawan kok!", jawab saya lagi. Setelah itu beliau terdengar mulai santai ketika berbicara di telepon.

Dari nada dan gaya berbicaranya, memang terkesan sekali beliau adalah orang yang jujur, lugu dan berkata apa adanya. Dari situ pula saya mengetahui fakta bagaimana awalnya kisah hidupnya itu dapat terekspos ke media. Menurutnya, hal ini bermula ketika seorang wartawan yang datang meliput beliau setelah dikenalkan dari seseorang yang bekerja di Kantor Dinas Kesehatan Purwodadi pada tanggal 2 Oktober 2013 silam. Selang beberapa hari kemudian, Retno mengaku telah didatangi silih berganti beberapa wartawan yang datang untuk meliputnya lagi.

Awalnya ibu Retno merasa biasa saja dan tidak ada masalah jika ada wartawan datang. Namun sejak "sang suami" mengetahui isi pemberitaan media tentang dirinya yang dianggap miring dan mengusik hubungan rumah tangganya dengan beliau, tentu saja hal itu membuat sang suami marah. Keadaan ini yang kemudian membuat beliau merasa kurang nyaman dan khawatir jika ada wartawan datang dan menulis tidak sesuai kenyataan. Memang, meskipun antara ibu Retno dan sang suami masih terikat dalam perkawinan yang sah, tetapi beberapa bulan terakhir ini, mereka "bersepakat" untuk hidup terpisah dan tidak tinggal serumah dulu lantaran ada perbedaan sikap yang tidak sejalan.

Di lain pembicaraan, saya sempat bertanya lagi mengapa beliau sekarang membawa putra kesayangannya itu ke sekolah. "Saya kasihan dengan Fakhri, dia tidak mau minum susu jika bukan saya yang memberi", ujarnya lagi. Ia menambahkan kalau dulu beliau harus bolak-balik pulang dari sekolah ke rumah dan kembali lagi ke sekolah hanya untuk sekadar meminumkan susu kepada anaknya tersebut. "Tapi lama-lama saya kasihan juga dengan murid di sekolah, karena harus saya tinggal beberapa saat", katanya lagi ketika menjelaskan kenapa kini beliau harus membawa Fakhri ke sekolah bersamanya.

Demikian kira-kira sekelumit pembicaraan singkat saya dengan ibunda dari Fakhri tersebut. Jika ada pembaca yang sekadar ingin turut meringankan beban hidup beliau dan keluarganya secara langsung, dapat ditransfer ke Rekening BNI a.n. Retno Ambarwati No. 0251693893. Atau secara terkoordinir, melalui Dompet Peduli Fakhri yang difasilitasi oleh Yayasan Solo Peduli Umat.

Sekali lagi, saya mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Kompasioner sekalian. Tak lupa beliau menitipkan salam terima kasih atas dukungan doa, simpati dan niat baik teman sekalian. "Sampaikan terima kasih ya pak buat teman-temannya yang sudah peduli kepada saya", kata Retno ketika mengakhiri pembicaraan per telepon sore tanggal 10 Oktober 2013 ini.

Salam Kompasiana!

(Tak lupa saya pribadi mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Lukman Hakim dan Bpk. Achmad Nurulyadi dari karimuntoday.com atas bantuannya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun