Mohon tunggu...
Tomi
Tomi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PPKn

Newbie

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena Golput: Refleksi Demokrasi dan Partisipasi Pemilih Pilkada 2024

4 Desember 2024   06:30 Diperbarui: 4 Desember 2024   14:00 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia, demokrasi telah melewati perjalanan panjang dengan banyak dinamika yang mengiringinya. Partisipasi masyarakat dalam proses politik, termasuk pemilihan umum, adalah salah satu indikator utama keberhasilan demokrasi. Pilkada, yang merupakan momentum penting bagi masyarakat untuk memilih pemimpin daerah, memiliki peran strategis dalam meningkatkan kualitas kehidupan di tingkat lokal. Namun, Pilkada sering kali diwarnai oleh tingginya angka golput (golongan putih), yaitu masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Menurut data yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada terakhir hanya 68,16%, jauh lebih rendah dari tingkat partisipasi 81,78% pada Pemilu 2024. Penurunan ini menimbulkan pertanyaan penting: apa yang menyebabkan rendahnya minat masyarakat dalam Pilkada, dan bagaimana fenomena ini memengaruhi kualitas demokrasi lokal?

Fakta bahwa banyak orang tidak mengambil bagian dalam Pilkada bukanlah masalah teknis, tetapi juga menunjukkan sejumlah masalah penting dalam demokrasi Indonesia, seperti ketidakpercayaan terhadap sistem politik, apatis masyarakat, dan masalah struktural yang menghambat partisipasi. Fenomena ini memengaruhi hubungan antara masyarakat lokal dan pemerintah, serta demokrasi lokal.

Golput sebagai Cerminan Dinamika Demokrasi Lokal

Ketidakpuasan masyarakat terhadap proses politik lokal sering dianggap sebagai penyebab fenomena golput dalam Pilkada. Hanya 68,16% orang berpartisipasi, menunjukkan bahwa sebagian besar orang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Ini dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti ketidakpercayaan terhadap kandidat, apatis politik, atau masalah teknis yang menghalangi proses Pilkada.

Ketidakaktifan masyarakat dalam berpartisipasi politik dapat menunjukkan lemahnya hubungan antara sistem politik dan kebutuhan rakyat. Banyak kali, golput merupakan bentuk protes terhadap situasi politik yang dianggap tidak memberikan perubahan signifikan bagi kehidupan orang selain menjadi bentuk ketidakpedulian.

Fenomena ini bisa dilihat dari dua sisi:

Golput sebagai Protes Politik

Sebagian orang sengaja tidak memilih untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap sistem politik atau kandidat yang mereka anggap tidak dapat memenuhi aspirasi mereka. Masyarakat percaya bahwa suara mereka tidak akan membawa perubahan besar dalam pilkada, di mana pilihan kandidat sering kali terbatas.

Golput sebagai Tanda Apatisme

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun