Mohon tunggu...
Tomi Syavitra
Tomi Syavitra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Chief Executive Officer - Aurelindo

Tomi Syavitra adalah Tokoh muda Minangkabau, berprofesi sebagai Founder & CEO Scaleup Business Consulting Aurelindo, Dosen di Perbanas Institute. @Scaleupbisnis 62811901299

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Kenapa Kita Harus Beralih ke Mobil Listrik?

19 Mei 2024   19:29 Diperbarui: 19 Mei 2024   20:13 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Sejak tahun 1996 hingga 2023, impor minyak Indonesia terus meningkat, membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga 19%. Meskipun Indonesia merupakan produsen minyak mentah, ketidakmampuan kilang domestik untuk memproses seluruh produksi minyak menyebabkan ketergantungan pada impor, terutama dari Singapura. Artikel ini mengeksplorasi alasan di balik ketergantungan ini dan mengusulkan mobil listrik sebagai solusi potensial.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan analisis data sekunder dari berbagai sumber online, termasuk laporan industri, data pemerintah, dan publikasi akademik. Data kuantitatif mengenai impor minyak dan penjualan mobil listrik di Indonesia dianalisis untuk mengidentifikasi tren dan potensi masa depan.

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Impor BBM

Impor minyak Indonesia terus meningkat dari 9.3499 ribu ton minyak mentah dan 10.1338 ribu ton hasil minyak pada tahun 1996 menjadi 17.8355 ribu ton minyak mentah dan 27.3738 ribu ton hasil minyak pada tahun 2023. Total impor minyak tahun 2023 mencapai US$3583 miliar atau Rp 57618 triliun, membebani hampir 19% APBN.

Alasan Ketergantungan pada Impor BBM

Meskipun memiliki sumber daya minyak yang melimpah, kilang minyak Indonesia tidak mampu memproses seluruh produksi minyak domestik. Akibatnya, minyak mentah dijual ke Singapura, diolah di sana, dan diimpor kembali ke Indonesia. Kilang-kilang besar di Singapura, seperti Shell Pulau Bukom Refinery dan ExxonMobil Jurong Island Refinery, memiliki kapasitas yang jauh lebih besar dibandingkan kilang di Indonesia.

Potensi Mobil Listrik sebagai Solusi

Mobil listrik menawarkan efisiensi yang lebih tinggi dan biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan mobil berbahan bakar minyak. Sebagai contoh, 1 kilowatt-hour (kWh) listrik dapat menempuh jarak 85 kilometer, sementara 1 liter bensin hanya dapat menempuh 10 kilometer. Dengan tarif listrik sekitar Rp 2.500/kWh di SPKLU, biaya untuk menempuh 10 kilometer dengan mobil listrik hanya Rp 3.000, jauh lebih murah dibandingkan Rp 13.500 untuk 1 liter bensin.

Perkembangan Mobil Listrik di Indonesia

Sejak 2012, perkembangan mobil listrik di Indonesia mengalami hambatan infrastruktur dan harga. Namun, minat masyarakat mulai tumbuh seiring dengan keunggulan mobil listrik dalam hal lingkungan, efisiensi, dan insentif pemerintah. Data menunjukkan peningkatan signifikan penjualan mobil listrik dari 121 unit pada 2020 hingga hampir 70% lebih pada Mei 2021.

Investasi Produsen Mobil Listrik: Studi Kasus Hyundai

Hyundai melakukan investasi besar di Indonesia dengan membangun dua pabrik baterai di Cikarang dan Karawang. Investasi ini mencerminkan komitmen Hyundai untuk memperkenalkan mobil listrik baru setiap tahun, mempercepat penetrasi elektrifikasi di Indonesia. Model seperti Hyundai Ioniq 5 dan Kona Electric telah menjadi pilihan populer di pasar domestik.

Perubahan Mindset Produsen dan Konsumen

Penjualan mobil listrik di Indonesia masih menghadapi tantangan harga yang tinggi dan preferensi konsumen terhadap mobil MPV dengan kapasitas 7 penumpang. Studi menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung melihat mobil sebagai "Investment through Lifestyle," di mana mobil dianggap sebagai simbol status sosial dan investasi jangka panjang.

Kesimpulan

Transisi ke mobil listrik menawarkan solusi potensial untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak dan beban anggaran negara. Namun, untuk mencapai adopsi yang lebih luas, diperlukan perubahan mindset baik dari produsen maupun konsumen. Produsen seperti Hyundai perlu mengembangkan mobil listrik yang sesuai dengan preferensi pasar domestik, sementara konsumen perlu lebih menyadari keuntungan ekonomi dan lingkungan dari mobil listrik.

Referensi

  • Data impor minyak Indonesia (1996-2023)
  • Laporan penjualan mobil listrik di Indonesia (2020-2023)
  • Studi "The Road to Southeast Asia: A Study of Consumer Perceptions and Market Opportunities for Chinese Automotive Brands"
  • Publikasi dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun