Mohon tunggu...
Tomi Nur Diyana
Tomi Nur Diyana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa, Freelance Shopkeeper

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Aturan Lepas Hijab Bagi Paskibraka 2024: Isu Islamofobia dan Tantangan Toleransi di Indonesia

15 Agustus 2024   09:56 Diperbarui: 15 Agustus 2024   10:11 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik mengenai aturan lepas hijab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 telah menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan sengit di masyarakat. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini mewajibkan anggota Paskibraka perempuan yang biasa mengenakan hijab untuk melepasnya saat upacara pengukuhan. Kontroversi ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan mengenai implikasi sosial dan agama, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam menjaga toleransi beragama di Indonesia.

Kebijakan Baru BPIP

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, anggota Paskibraka putri diharuskan mengenakan pakaian seragam yang tidak mencantumkan pilihan berhijab. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana anggota Paskibraka diperbolehkan menggunakan hijab dalam upacara pengukuhan maupun pengibaran bendera pada 17 Agustus.

Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, menjelaskan bahwa pelepasan hijab bagi sejumlah anggota Paskibraka 2024 bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera. Namun, kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menganggapnya sebagai bentuk diskriminasi dan intoleransi terhadap umat Islam.

Polemik dan Reaksi Masyarakat

  • Kontroversi di Media Sosial

Kontroversi ini mencuat setelah pengukuhan Paskibraka oleh Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, pada Selasa (13/8/2024), di mana sebanyak 18 anggota Paskibraka putri yang biasa menggunakan hijab tiba-tiba tidak mengenakan hijab saat upacara pengukuhan. Banyak netizen di media sosial yang mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan ini, dengan beberapa di antaranya menganggapnya sebagai bentuk penyerangan terhadap identitas agama.

Peristiwa ini disayangkan oleh para anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) yang menilai ada tekanan kepada 18 anggota Paskibraka putri untuk melepas hijabnya saat pengukuhan. PPI mendesak BPIP agar meluruskan kontroversi ini supaya ke-76 anggota Paskibraka bisa bertugas dengan baik di Ibu Kota Nusantara (IKN) nanti

Respon Dari Organisasi Agama

Muhammadiyah menyayangkan adanya dugaan larangan berjilbab bagi Paskibraka muslimah dan meminta agar larangan itu dicabut jika benar adanya. Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menilai dugaan larangan berjilbab itu sebagai tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan Pancasila, kebebasan beragama, dan hak asasi manusia.

PBNU juga meminta aturan yang melarang penggunaan jilbab bagi Paskibraka dikoreksi, karena penggunaan hijab tidak mengganggu penampilan seragam Paskibraka. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta BPIP agar meninjau ulang surat keputusan standar pakaian Paskibraka karena berpotensi melanggar hak anak dan diskriminasi.

Isu Islamofobia dan Tantangan Toleransi

Kebijakan BPIP ini dianggap oleh banyak pihak sebagai langkah menuju sekularisme yang ekstrem, di mana identitas religius individu, khususnya Muslimah, diabaikan. Kritikus berpendapat bahwa pemaksaan untuk melepas hijab merupakan bentuk intoleransi dan diskriminasi terhadap umat Islam yang mencerminkan sikap islamofobia yang berkembang dalam institusi negara.

Sejumlah aktivis hukum dan organisasi masyarakat sipil menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi melanggar hak asasi manusia serta prinsip nondiskriminasi yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. KPAI juga mengingatkan bahwa pemaksaan melepas jilbab dapat melanggar hak anak, mengingat banyak dari mereka telah mengenakan hijab sebagai bagian dari identitas dan praktik agama mereka sejak kecil.

Dampak Psikologis dan Sosial

  • Pengaruh terhadap Identitas Diri

Aturan lepas hijab bagi Paskibraka 2024 tidak hanya berdampak pada aspek hukum dan agama, tetapi juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan sosial para anggota Paskibraka. Bagi sebagian besar dari mereka, hijab merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas diri dan praktik keagamaan yang telah mereka jalani sejak kecil. Pemaksaan untuk melepas hijab dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, cemas, dan bahkan trauma bagi para anggota Paskibraka putri. Hal ini dapat mempengaruhi konsentrasi dan performa mereka dalam menjalankan tugas-tugas sebagai pasukan pengibar bendera. 

  • Rasa Malu dan Rendah Diri

Selain itu, peristiwa ini juga dapat menimbulkan rasa malu dan rendah diri bagi para anggota Paskibraka yang terpaksa melepas hijab di depan publik. Mereka mungkin merasa bahwa identitas mereka sebagai Muslimah tidak dihargai dan diabaikan oleh institusi yang seharusnya melindungi hak-hak mereka. Rasa rendah diri ini dapat berlanjut ke aspek lain dalam kehidupan mereka, seperti interaksi sosial dan akademis.

  • Ketegangan Sosial

Secara sosial, aturan ini dapat memicu ketegangan dan konflik di antara masyarakat yang memiliki latar belakang agama berbeda. Umat Islam, khususnya kaum perempuan, dapat merasa tersinggung dan tidak dihargai atas identitas keagamaan mereka. Hal ini dapat menimbulkan rasa kecurigaan dan permusuhan antar-kelompok agama, yang pada akhirnya dapat mengancam kerukunan dan persatuan bangsa.

Pentingnya Menjaga Toleransi Beragama

  • Konteks Keberagaman Indonesia

Polemik mengenai aturan lepas hijab bagi Paskibraka 2024 mengingatkan kita akan pentingnya menjaga toleransi beragama di Indonesia. Sebagai negara dengan keberagaman agama, budaya, dan etnis, Indonesia harus mampu menjadi contoh dalam mempromosikan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan. 

  • Peran Pemerintah

Pemerintah, dalam hal ini BPIP, perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan yang diskriminatif dan intoleran tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi juga dapat merusak citra Indonesia di mata dunia internasional sebagai negara yang menjunjung tinggi keberagaman.

  • Dialog dan Musyawarah

Selain itu, masyarakat juga perlu memupuk sikap saling memahami dan menghargai perbedaan agama. Perdebatan mengenai aturan lepas hijab Paskibraka harus diselesaikan melalui dialog dan musyawarah, bukan dengan cara-cara yang dapat memicu konflik dan perpecahan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, termasuk dalam menyikapi isu-isu sensitif terkait agama.

Analisis Hukum dan Hak Asasi Manusia

  • Hak Beragama

Dalam konteks hukum, pemaksaan untuk melepas hijab dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak beragama. Pasal 29 UUD 1945 menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya. Dengan demikian, kebijakan yang mengharuskan anggota Paskibraka perempuan untuk melepas hijab dapat dianggap melanggar hak asasi manusia.

  • Konvensi Internasional

Indonesia juga merupakan negara yang telah meratifikasi berbagai konvensi internasional mengenai hak asasi manusia, termasuk Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras dan Etnis (ICERD) dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Kedua konvensi ini menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak individu, termasuk hak untuk beragama dan mengekspresikan identitas budaya.

  • Upaya Hukum

Jika kebijakan ini tetap dilaksanakan, ada kemungkinan bahwa beberapa pihak akan mengajukan gugatan hukum terhadap BPIP. Masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia dapat berperan aktif dalam mengadvokasi hak-hak individu yang terlanggar dan mendorong pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan yang diskriminatif.

Membangun Kesadaran dan Pendidikan Toleransi

  • Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural perlu diperkuat di semua jenjang pendidikan di Indonesia. Kurikulum yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, penghormatan terhadap perbedaan, dan pemahaman antaragama sangat penting untuk membangun kesadaran di kalangan generasi muda. Dengan pendidikan yang baik, diharapkan mereka dapat tumbuh menjadi individu yang menghargai keberagaman dan mampu menyelesaikan konflik dengan cara yang damai.

  • Peran Media

Media juga memiliki peran penting dalam membangun kesadaran akan pentingnya toleransi. Melalui pemberitaan yang berimbang dan edukatif, media dapat membantu masyarakat memahami isu-isu sensitif dengan lebih baik dan mengurangi stigma negatif terhadap kelompok tertentu. Media sosial, yang sering kali menjadi tempat penyebaran informasi yang tidak akurat, juga perlu dikelola dengan baik agar tidak menambah ketegangan di masyarakat.

Kesimpulan

Polemik mengenai aturan lepas hijab bagi Paskibraka 2024 mencerminkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara identitas agama dan nilai-nilai kebangsaan di Indonesia. Kebijakan ini tidak hanya berpotensi menimbulkan diskriminasi, tetapi juga dapat merusak prinsip-prinsip Pancasila yang seharusnya mengedepankan toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman.

Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan suara masyarakat dan mempertimbangkan kembali kebijakan yang dapat mempengaruhi hak-hak individu dan keberagaman di Indonesia. Paskibraka harus menjadi simbol persatuan yang mencerminkan keberagaman, bukan keseragaman yang membatasi kebebasan beragama.

Polemik ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga sikap toleran dan menghargai perbedaan, khususnya dalam hal agama. Sebagai negara dengan keragaman budaya dan agama, Indonesia harus mampu menjadi contoh dalam mempromosikan toleransi dan menghindari sikap islamofobia yang dapat memecah belah persatuan bangsa.

Dengan demikian, mari kita bersama-sama membangun Indonesia yang lebih inklusif, di mana setiap individu dapat mengekspresikan identitas mereka tanpa rasa takut atau tekanan. Hanya dengan cara ini, kita dapat mewujudkan cita-cita bangsa yang adil, makmur, dan berkeadilan bagi semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun