Mohon tunggu...
Muhammad Fatkhurrozi
Muhammad Fatkhurrozi Mohon Tunggu... Insinyur - fantashiru fil ardh

Pengamat politik

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Refleksi 1 Abad ITB, Jalan Panjang Keinsinyuran Indonesia

3 Juli 2020   01:05 Diperbarui: 4 Juli 2020   01:42 2108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atau lebih parah, proyek dipegang oleh orang-orang yang tidak pernah bertemu, yang bekerja dalam hirarki yang sulit dipahami. Anggaran sering habis di ranah manajemen, yang mengorbankan kualitas substansi.

Lewat 70 tahun merdeka, kita masih berjuang mewujudkan pemerintah yang bersih dan transparan. Politik kita belum cukup berkualitas untuk menyelenggarakan pekerjaan keinsinyuran yang bermutu.

Posisi strategis di dinas sering diisi orang-orang yang bukan di bidangnya. Proyek konsultasi sering hanya sebagai sarana untuk menghabiskan anggaran, yang manfaatnya belum jelas bagi negara. 

Studi kelayakan dibuat, namun hanya untuk melayani kepentingan tertentu. Hasil akhirnya bisa dibuat layak atau tidak layak, bergantung pada selera yang lebih bekuasa.

Suatu ruas jalan diukur, didata, diobservasi, dan didesainkan solusi. Setelah tiga tahun, kondisinya masih sama, tetap macet dan tetap banjir. Alasannya, anggaran pekerjaan fisik atau pembebasan lahan tidak tersedia.

Doktor dan pakar teknik belum cukup 'dipakai' dalam mengakselerasi perbaikan keinsinyuran. Dosen teknik sering terlibat proyek-proyek, yang kadang-kadang hanya kerjaan remeh, sehingga overkompeten. Pekerjaan dibahas seminggu penuh bersama pakar dan pensiunan kementerian yang pada akhirnya hanya menghasilkan solusi-solusi yang tidak substansial.

Sebabnya, anggaran pekerjaan fisik atau pembebasan lahan jarang di-asese. Memang manfaat finansialnya sangat dirasa, namun para suhu tersebut mestinya bisa dipakai di kegiatan lain yang sesuai levelnya.

Lulusan-lulusan teknik dari kampus ternama juga sebenarnya bisa bersaing dengan asing. Banyak juga kan, alumni ITB, UI, ITS, dan UGM yang kerja di luar negeri. Tapi mestinya kita lah yang harus menangkap potensi itu.

Penguasa mesti sediakan imbalan dan suasana long-life learning yang layak buat lulusan yang prestasinya spesial. Hari ini, orang-orang keren itu lagi-lagi terpaksa dipakai sama Chevron, Exxon, Freeport, atau Deloitte.

Sedang kini kita dikageti dengan Industri 4.0. Di dunia konstruksi, mulai dipakai teknologi 'awan-awanan', biar informasi proyek cepat dipahami oleh masing-masing stakeholder. Tapi tetap, yang panen cuan adalah Bentley, Trimble, CSi, dan Autodesk.

Mestinya, kita bisa anggarkan sejak dulu-dulu, untuk mendanai software developer atau inovator-inovator lainnya. Angkanya mungkin tidak sampai puluhan milyar dan manfaat kemandiriannya akan jelas terasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun