Mohon tunggu...
Muhammad Fatkhurrozi
Muhammad Fatkhurrozi Mohon Tunggu... Insinyur - fantashiru fil ardh

Pengamat politik

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Problem "Overload" di Jalan dan Perspektif Sistem

2 Oktober 2018   08:19 Diperbarui: 2 Oktober 2018   12:22 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementeri Perhubungan, di awal tahun 2018, tercatat 78% dari angkutan truk memuat melebihi kapasitas yang diizinkan. Dampaknya, kerusakan jalan di banyak tempat menjadi tidak terhindarkan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Apakah hanya soal pengawasan jembatan timbang saja? Atau ada masalah lain?

Muatan vs Jalan

Untuk mengukur ketidakrataan jalan, dapat digunakan berbagai metode, salah satunya IRI (International Roughness Index). Nilai IRI merepresentasikan panjang kumulatif turun-naiknya permukaan per satuan panjang, yang dinyatakan dalam meter per kilometer panjang jalan (m/km). 

Jika nilai IRI = 10 m/km, artinya akumulasi amplitude (naik dan turun) permukaan jalan adalah sebesar 10 m dalam tiap 1 km panjang jalan. Semakin besar nilai IRI-nya, maka semakin buruk keadaan permukaan perkerasan jalan [1]. 

Nilai IRI diperoleh dengan memacu mobil yang dipasangi satu set alat Hawkeye[2] atau dengan ponsel pintar yang terinstal aplikasi mobile RoadDroid [3]. Kategorisasi kondisi perkerasan jalan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga ditampilkan pada Tabel 1.

ilustrasi pribadi
ilustrasi pribadi
 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengklaim 90% total jalan nasional berstatus mantap (2017)[5]. Artinya, mayoritas kondisi jalan nasional kita adalah dalam kondisi baik atau sedang. Jika dikuantifikasi, nilai IRI-nya adalah kurang dari 8 m/km. Namun, capaian tersebut belum dapat dikatakan memuaskan, mengingat masih terdapat sekitar 10% jalan dengan kondisi rusak ringan dan rusak berat. 

Kondisi demikian berarti jalan tersebut memiliki lubang dan bahkan belum diberi lapisan perkerasan. Disamping itu, ketidakrataan dan gelombang (yang masuk dalam kondisi "sedang") juga masih fenomena umum di jalan nasional. Sedangkan jalan provinsi dan jalan kabupaten/ kota kondisinya juga kurang lebih sama.

Idealnya, jalan didesain untuk dapat menahan muatan rencana untuk usia layan tertentu, bisa 10 atau 20 tahun. Jalan yang mendekati batas usia layan, maka kondisinya akan memburuk. 

Permukaannya akan bergelombang dan bahkan lubang akan terbentuk. Usia layan dapat berkurang jika kualitas konstruksinya jelek atau kendaraan yang melintas, utamanya truk/ kendaraan berat, terjadi kelebihan muatan (overload).

 Untuk kendaraan truk, total bobotnya bervariasi dari 12 ton hingga 43 ton. Berat kendaraan dan muatannya ditransfer ke jalan melalui sumbu roda. Beban sumbu roda inilah yang diperhitungan sebagai beban yang diterima oleh struktur jalan. 

Terdapat beberapa kelas jalan berdasarkan beban sumbu maksimum yang diijinkan pada jalan yang disebut muatan sumbu terberat (MST). Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Jalan. 

Menurut UU tersebut, untuk jalan kelas I, MST yang diizinkan adalah maksimal 10 ton. Kelas di bawahnya, kelas II dan kelas III, MST nya adalah maksimal 8 ton.

Rugi Akibat Overload

 Idealnya, setiap kendaraan dapat mematuhi jumlah berat yang diizinkan (JBI). JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui. Namun realitasnya, begitu banyak kendaraan berat yang muatannya berlebih. 

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementeri Perhubungan, Budi Setiyadi, di awal tahun 2018, tercatat 78% dari angkutan truk yang melintasi jalan tol maupun non tol memuat melebihi kapasitas yang diizinkan [6]. Dinas Perhubungan Jawa Timur mencatat 52% kendaraan angkutan barang yang melintas di jalan arteri primer melebihi batas muatan yang diperkenankan[7].

 Sebuah studi pengukuran bobot kendaraan dengan metode weight in motion pada 2007 hingga 2013 mengungkap bahwa kelebihan muatan di jalur Pantura berkisar antara 20% sampai dengan 100% dari beban standar [8]. 

Di lokasi lain, di suatu ruas jalan di Kabupaten Bogor, dari data yang didapatkan di jembatan timbang, MST truk trailer normal dalam keadaan overload mencapai 19 ton, dari keadaan normalnya 15 ton [9].

 Overload berdampak pada kerusakan perkerasan jalan yang berarti pengurangan usia layan jalan. Angka pengurangan usia tersebut bermacam-macam untuk setiap ruas jalan. Tergantung kondisi awal (initial condition) dan pertumbuhan beban lalu lintas. Sebagai contoh, kasus overload kendaraan di ruas Jalan Pahlawan di Kabupaten Bogor menurut studi Zainal dkk. (2016). Umur perkerasan jalan Pahlawan tersebut dengan kondisi beban normal adalah 1,61 tahun. 

Dalam keadaan overload, umurnya menjadi 0,51 tahun[10]. Sedangkan menurut studi Yudo dkk. (2017), pengurangan usia layan akibat kendaraan overload di Jalan Solo-Yogya mencapai 2 tahun[11]. 

Kerusakan perkerasan jalan tersebut berarti kerugian bagi negara. Kemenhub memperkirakan kerugian material yang ditimbulkan akibat kerusakan jalan mencapai 43 triliun rupiah per tahun [12].

Disamping itu, overload juga berdampak pada menurunnya tingkat keselamatan di jalan. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyebut bahwa 63% kecelakaan di jalan tol disebabkan oleh kendaraan berat yang overload. Selain itu, kendaraan berat yang overload menjadi penyebab pengurangan kecepatan kendaraan yang lain. Dampaknya waktu tempuh perjalanan menjadi bertambah[13].

 Tidak hanya memperburuk kondisi jalan dan mengurangi nilai keselamatan di jalan, beban berlebih pada kendaraan juga berdampak pada kerusakan jembatan. Kasus yang terbaru, pada pertengahan April tahun ini, jembatan yang menghubungkan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Tuban, yang disebut sebagai "Jembatan Widang" ambrol. Hal itu membuat tiga truk dan satu motor tercebur ke sungai [14]. 

Menurut pakar dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Ir. Chomaedhi, seharusnya jembatan tersebut melayani beban 45 ton dengan rasio toleransi 1,5, yang berarti mampu menahan beban hingga 70 ton. Namun waktu itu, satu dump truck dan dua truk tronton melintas, sehingga jelas terjadi overload [15].

Akibat Perburuan Rente 

Langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk mengurangi tindak kejahatan overload tersebut salah satunya adalah dengan jembatan timbang. Jembatan timbang dioperasikan oleh Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang berada di bawah Kementerian Perhubungan. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 134 tahun 2015, UPPKB memiliki fungsi pengawasan, penindakan, dan pencatatan.

Namun seperti yang sudah menjadi stigma masyarakat hari ini, jembatan timbang merupakan sarang perburuan rente. Menurut pantauan Kompas, jembatan timbang sering menerima pungutan liar yang sulit diberantas. Seperti yang terjadi di Jembatan Timbang Sarang, Rembang, Jawa Tengah, petugasnya sering meminta uang dari nominal 40 ribu hingga 50 ribu rupiah. Menurut salah seorang sopir, pungutan tersebut adalah pungutan termahal. Di tempat lain, pungutannya hanya 20 ribu rupiah. Di tempat tersebut, sopir sering mengelabui petugas dengan memberi uang 20 rb lalu tancap gas [16].

Pengoperasian jembatan timbang hari ini memang dapat dikatakan belum maksimal, meski sudah ada regulasinya, baik di nasional maupun daerah. Di Jawa Timur misalnya, aturan mengenai pengendalian muatan berlebih sebenarnya sudah dimuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2012. 

Ketentuannya, berat kendaraan harus kurang dari kelebihan JBI 5%. Jika kendaraan tersebut memiliki kelebihan berat 5% sampai 25% dari JBI, maka akan diberikan sanksi denda, sedangkan kelebihan muatan lebih dari 25% akan dikenakan sanksi tilang dan pengembalian kendaraan ke tempat asal atau penurunan muatan. Untuk dapat mengetahui ketentuan JBI tiap kendaraan, setiap sopir harus membawa buku uji [17].

Namun dalam pelaksanaan aturan tersebut, masih terdapat banyak kekurangan. Untuk studi kasus di Jembatan Timbang Mojoagung Jombang misalnya, terjadi masalah-masalah seperti:  1) sopir yang tidak membawa buku uji kendaraan masih bisa lolos, 2) suap dari sopir tidak bisa dicegah, 3) pemeriksaan kelaikan jalan kendaraan tidak secara mendetail, hanya pada bagian-bagian yang kasat mata saja. 

Sistem sanksi juga belum terimplementasikan dengan tegas. Dalam hal pelanggaran yang mengharuskan sidang, para pemilik kendaraan lebih memilih untuk mangkir. 

Pemilik kendaraan lebih suka untuk membeli buku KIR baru karena mudah dan murah. Kemudian soal kendaraan yang kelebihan muatan lebih dari 25%, pelaksanaan sanksi berupa pengembalian kendaraan ke tempat asal hanya pada jam-jam tertentu saja, yaitu pada jam 12.00 sampai pukul 13.00 WIB. Untuk penurunan muatan, itu juga belum dapat dilaksanakan. Penyebabnya adalah belum adanya tempat penurunan dan gudang barang serta SDM di lapangan yang terbatas [18].

 Sebelumnya, pengelolaan jembatan timbang berada pada kewenangan pemerintah provinsi. Namun sejak berlakunya UU Nomor 23 tahun 2014, pengelolaannya diserahkan ke pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan. 

Persiapan perpindahan pengelolaan tersebut masih berlangsung hingga hari ini, sehingga wajar bila banyak ditemui jembatan timbang yang tidak beroperasi. 

Rencananya, pada tahun 2018 ini, 43 jembatan timbang dapat beroperasi, baik yang baru maupun lama. Jembatan timbang tersebut diharapkan dapat menertibkan kendaraan yang over dimensi dan overload (ODOL) dengan tegas. Sanksi untuk truk dengan muatan lebih 100 persen akan ditilang dengan potensi denda hingga Rp 500 ribu per kendaraan. Sementara untuk truk yang membawa sembako mendapat keringanan, yaitu baru mendapat tilang saat muatan melebihi 50 persen[19].

 Kemenhub berkomitmen untuk menindak tegas kendaraan yang overload pada 1 Agustus 2018. Truk yang kedapatan membawa muatan melebihi 100% kapasitasnya akan langsung diturunkan muatannya. Dalam upaya pemberantasan truk nakal tersebut, Kemenhub telah bekerja sama dengan BUMN [20].

Masalah Sistemis

Persaingan dunia usaha pengiriman barang hari ini memang terlampau ketat. Pelaku usaha terpaksa "mengefisienkan" penggunaan kendaraan pengangkut. 

Melebihkan muatan di atas yang diizinkan adalah bentuk penghematan. Mereka mengungkapkan bahwa JBI yang dikeluarkan pemerintah terlalu kecil. Akibatnya, banyak pelaku usaha yang membawa barang dengan muatan di atas standar (overload). Pihaknya mengakui jika perusahannya mengikuti ketentuan yang ada, maka akan kalah bersaing[21].

Perlu disadari juga bahwa penegakan hukum di jembatan timbang akan menghadapi hambatan yang besar. Usaha tersebut akan menantang industri baik besar maupun kecil yang selama ini menikmati kecurangan di jembatan timbang. Dan kita tahu bahwa industri transportasi adalah tulang punggung industri-industri yang lain. Artinya kekuatan uang yang bermain akan sangat besar. Praktik-praktik kotor yang akan terjadi sangat mungkin bertransformasi untuk mencari celah.

Selain itu, usaha revitalisasi jembatan timbang tentu akan menghadapi kendala sumber daya. Misalnya kurangnya ketersediaan lahan untuk menurunkan muatan kendaraan berat yang melanggar.  Untuk mengatasinya, dapat dibangun terminal barang khusus atau perluasan lahan. Hal tersebut tentu tidak murah. Belum lagi soal penambahan SDM di jembatan timbang agar pengawasannya dapat sesuai standar. Biayanya juga tidak kecil.

Jembatan timbang bukanlah satu-satunya mekanisme pemberantas kelebihan muatan. Perlu pembenahan yang terintegrasi di setiap lini. Para pelaku usaha hendaknya sadar untuk menggunakan infrastruktur jalan dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, budaya korup di kalangan elit juga harus diubah. Kecurangan di jembatan timbang sangat mungkin di-backing oleh pejabat tinggi. Hal tersebut adalah dampak dari biaya demokrasi yang memang tidak murah. Modal yang telah dikeluarkan ketika Pemilu atau Pilkada jelas tidak kecil, harus ditebus lunas. Perburuan rente adalah jalannya.

Kemudian sistem pendidikan yang mempromosikan persaingan dan keunggulan materiil sudah waktunya diganti. Alternatifnya adalah pendidikan yang berorientasi menghasilkan generasi yang bertaqwa. Generasi yang mau meneladani Khalifah Umar. Ketika takut akan keledai yang terperosok karena jalan rusak.

Lebih lanjut, jika kelebihan muatan berhasil ditertibkan, anggaran perbaikan jalan pun dapat ditekan. Di jalan pun akan semakin jarang terjadi kecelakaan. Namun masalah baru mungkin akan muncul. 

Pelaku usaha akan beradaptasi dengan menambah jumlah keberangkatan yang berarti akan menambah biaya transportasi. Akan sangat mungkin kenaikan biaya transportasi tersebut dibebankan ke konsumen. Inflasi otomatis terjadi. 

Ada baiknya pemerintah mengaktifkan jaring pengaman sosial agar tidak muncul orang-orang miskin baru. Pendidikan dan kesehatan sudah selayaknya terjangkau. Anggarannya bisa diambil dari kompensasi membaiknya kondisi jalan. Hal tersebut senada dengan pesan Rasul SAW bahwa pemerintah adalah pemelihara urusan rakyat, bukan entitas bisnis yang mengejar untung-rugi. []

 "Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)" (HR. Bukhari)

 Catatan:

  1. Siahaan, D.A., Surbakti, M.S. (2011) Analisis Perbandingan Nilai Iri Berdasarkan Variasi Rentang Pembacaan Naasra.
  2. Tempo.co (2013) Jasa Marga Operasikan Mobil Pintar Untuk Survei Kondisi Jalan. 
  3. Tho'atin, U., Setyawan, A., & Suprapto, M. (2016). Penggunaan Metode International Roughness Index (Iri), Surface Distress Index (Sdi) Dan Pavement Condition Index (Pci) Untuk Penilaian Kondisi Jalan Di Kabupaten Wonogiri. Prosiding Semnastek.
  4. Siahaan, op. Cit.
  5. http://industri.bisnis.com/read/20170531/45/658325/kemantapan-jalan-nasional-90
  6. Motoris.id (2018) Mayoritas Truk Overload di Jalan, Bikin Negara Rugi Rp 46 T
  7. Bisnis.com (2014) Dishub Jatim: 52% Kendaraan Angkutan Kelebihan Muatan. 
  8. Rahadian, H., & Augustine, J. (2016). Pendekatan Desain Pondasi Jalan di Jalur Pantura. Jurnal HPJI, 2(2).
  9. Zainal, Z. dkk. (2016). Analisa dampak beban kendaraan terhadap kerusakan jalan (studi kasus: ruas jalan pahlawah, kec. Citeureup, kab. Bogor). Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Sipil, 1(1).
  10. Ibid 
  11. Yudo P., Waskito (2017) Analisis Kerusakan Dini Perkerasaan Lentur Terhadap Umur Sisa Perkerasan Akibat Beban Berlebih Kendaraan (Overload): Studi Kasus Ruas Jalan Jogja -- Solo. Tugas Akhir. Program studi teknik sipil. Universitas islam indonesia.
  12. beritatrans.com (2018) Banyak Truk Overload, Ini Dampak Negatif Yang Ditimbulkan
  13. Suara Keadilan (2018). Menhub: Kendaraan Overload, Penyebab Kecelakaan di Jalan Tol
  14. Jpnn.com (2018) Jembatan Babat Ambruk, Ini Nama-nama Korban
  15. its.ac.id (2018) Pakar ITS Angkat Bicara Soal Ambruknya Jembatan Widang
  16. Kompas (2011) Pungutan Jembatan Timbang; Mata Rantai Pembusukan di Jalanan
  17. Raharja, W.T. (2015) Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang Di Jembatan Timbang Mojoagung Kabupaten Jombang. Kebijakan dan Manajemen Publik. Volume 3, Nomor 2.
  18. Ibid 
  19. Kumparan.com (2018) Kemenhub Mulai Terapkan Skema Baru Jembatan Timbang Tahun Ini
  20. Kumparan.com (2018) Mulai 1 Agustus 2018, Truk Kelebihan Muatan Akan Ditindak Tegas
  21. Bisnis.com (2018) Penindakan Truk Overload, Pengusaha Minta Standar JBI Diperbaiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun